Jumat, 21 Desember 2012

: Sebuah Cerita Pendakian (Estafet Merbabu-Merapi)

1345914845521105137
Matahari Terbit dari Puncak Syarif
Kalau boleh diibaratkan, Merbabu itu layaknya seorang laki-laki gagah yang meminang Merapi, seorang perempuan yang misterius. Dua gunung ini berdiri sangat berdekatan dan hanya dipisahkan oleh sebuah desa bernama Desa Selo. Tulisan kali ini bercerita tentang rute perjuangan pendakian selama melakukan estafet dua buah gunung berpasangan ini.
Merbabu – Gunung Pertama: perjalanan awal
Perjalanan menuju puncak gunung Merbabu bisa dimulai dari empat jalut utama: Kopeng, Wekas, Cuntel, dan Selo. Pendakian kali ini akan dimulai dari Wekas mengingat perjalanan dimulai dari Magelang dan kendaraan pengangkut yang menuju jalur pendakian hanya menuju Desa Wekas.
Sebuah gapura yang berada di Desa Kaponan akan mengantarkan para pendaki menuju tempat pendaftaran. Di sini pendaki bisa membayar ojek untuk menuju pendaftaran atau memilih berjalan kaki dengan jarak sekitar 5 km yang menanjak dan ditemani vegetasi berupa pohon-pohon cemara. Sesekali pendaki akan bertemu dengan penduduk desa yang tersenyum hangat memberikan sebuah salam pembuka untuk para pendaki.
13459149151487006849
Pemandangan Awal Pendakian Merbabu
Selepas melakukan pendaftaran, pendakian bisa dilanjutkan menuju puncak Merbabu. Vegetasi awal yang menemani pendaki biasanya adalah hutan-hutan dengan tumbuhan yang lumayan tinggi, merupakan ciri khas daerah pegunungan bagian tengah. Hal ini wajar mengingat pendakian dimulai sudah pada level sekitar 1700 mdpl.
Pendakian melalui jalur ini merupakan pendakian yang melewati jalur perpipaan. Sesekali bunyi air yang mengalir di pipa akan menemani pendaki yang lewat jalur ini. Air di pipa ini merupakan air yang digunakan oleh penduduk di sekitar Merbabu sebagai sumber air bagi mereka.
1345914973737557316
Jalur Perpipaan di Jalur Pendakian
Lebih jauh, jalur pendakian ini masih akan dihiasi oleh rumah-rumah warga sekitar sebelum para pendaki masuk ke dalam jalur pendakian yang sudah tertutup oleh hutan. Hutan di gunung Merbabu ini memang cukup ramai dipenuhi penduduk desa. Sebagian besar dari mereka bekerja di ladang dan bertani. Tanaman tembakau pun tidak jarang ditemui di desa ini dan tembakau yang sedang dijemur oleh penduduk merupakan pemandangan yang biasa ditemukan. Sementara itu, keramahan dan senyum dari para penduduk adalah sebuah sapaan hangat yang menghiasi jiwa para pendaki.
Perjalanan melalui jalur ini merupakan model perjalanan yang menanjak dan hampir tidak ada “bonus” jalan landai. Air yang bisa diambil para pendaki akan berakhir di sebuah sabana luas yang biasa dijadikan tempat untuk bermalam bagi para pendaki. Di daerah inipun, air yang diambil harus berasal dari pipa yang mengalirkan air ke rumah penduduk sebab air lainnya akan berasa asam karena sudah tercampur dengan aroma belerang.
Perjalanan mendaki dilanjutkan hingga menuju sebuah cabang antara puncak menara pemancar dan
13459150301599095522
Menara Pemancar di Merbabu
jalanan menuju pos helipad dengan vegetasi yang sudah memendek dan penyambutan dari bunga edelweis dimulai. Pos helipad sendiri merupakan daratan yang tidak terlalu luas dan dibatasi oleh tebing yang curam. Sementara itu, menara pemancar merupakan pos dengan sebuah bangunan menara yang dibangun pada jaman Soeharto. Pos helipad dapat difungsikan sebagai tempat bermalam sebelum melakukan pendakian ke puncak.
Menunggu matahari terbenam di pos ini adalah pengalaman yang sangat indah. Hal ini ditambah dengan terdapatnya gunung Sumbing dan Sindoro di sebelah barat yang selalu menguntit selama pendakian dari Wekas.
13459158711407265179
Matahari Terbenam di Balik Gunung Sindoro dan Sumbing
Tiga puncak utama dan si Jembatan Setan
Gunung Merbabu memiliki tiga puncak utama: Syarif, Kenteng Songo, dan Trianggulasi. Ketiga puncak ini berdiri berentetan dengan Kenteng Songo berada di tengah.
Perjalanan dari pos helipad menuju puncak Syarif lebih didominasi oleh jalanan berbatu hingga menuju sebuah percabangan. Cabang di sebelah kiri akan mengantarkan pendaki ke Puncak Syarif sedangkan cabang sebelah kanan akan mengantarkan pendaki ke Kenteng Songo dan Trianggulasi.
Puncak Syarif sendiri merupakan sebuah lahan yang cukup luas yang bisa digunakan untuk bermalam. Di daerah ini pun, pendaki bisa melihat ke arah seberang adanya gunung Merapi yang berdiri berdampingan dengan gunung Merbabu.
Perjalanan dari Puncak Syarif menuju Puncak Kenteng Songo adalah perjalanan yang menegangkan. Di sini pendaki harus melewati suatu jalan yang dinamakan Jembatan Setan. Jembatan ini merupakan sebuah jalan setapak yang bagian kanan-kirinya adalah tebing yang curam. Pendaki harus berhati-hati di daerah sini. Hal ini ditambah dengan perjalanan menuju Puncak Kenteng Songo yang harus dilalui dengan sedikit melipir batu-batuan dan jalanan berpasir.
13459163151102672891
Puncak Syarif dan Jembatan Setan
1345915101189976619
Batu-batu di Puncak Kenteng Songo
Namun semua itu akan terbayar di Kenteng Songo. Di sini pendaki bisa melihat adanya kumpulan batu yang berlubang. Penduduk memercayai bahwa jika batu-batu itu dilihat dengan mata batin, jumlahnya akan berjumlah sembilan buah. Namun jumlah di sana tidak sebanyak itu. Dari puncak ini, selain bisa melihat adanya batu-batuan tentang Kenteng Songo, ada juga satu pemandangan menarik lainnya: Gunung Merapi yang mistis. Dari daerah ini, suasana mistis akan menyelimuti para pendaki yang melihat dengan jelas gunung Merapi di depannya.
Sementara itu, puncak Trianggulasi akan dicapai para pendaki setelah melewati jalanan yang tidak terlalu jauh. Inilah puncak tertinggi di Gunung Merbabu. Setelah ini, perjalanan turun akan dilakukan melewati daerah Selo sebab akan dilakukan proses estafet menuju Gunung Merapi.
Perjalanan turun
13459151951367981067
Gunung Merapi dari Puncak Kenteng Songo
Perjalanan menuju daerah Selo ini merupakan perjalanan yang tidak mudah. Hal ini wajar mengingat jalur Selo terkenal di antara para pendaki sebagai jalur terpanjang menuju puncak Merbabu. Jalur ini harus melewati jalanan berpasir dan sabana yang kering dengan semilir angin gunung yang dingin. Namun keunikan yang ditawarkan Selo kepada pendaki Merbabu adalah pemandangan Gunung Merapi yang selalu ada setiap saat: menguntit dari belakang jika pendaki naik dan bertatapan langsung ketika pendaki turun.
Perjalanan turun lewat Selo mengingatkan penulis dengan pendakian Argopuro. Jajaran perbukitan adalah makanan yang harus dilalap oleh para pendaki di sana untuk mencapai puncak ataupun untuk turun dari puncak. Jalanan berpasir tidak jarang membuat pendaki terpeleset dan akhirnya turun layaknya bermain prosotan di taman bermain. Pemandangan yang ditawarkan adalah kumpulan sabana, tumbuh-tumbuhan pendek, dan juga kumpulan edelweis.
1345916382166684054
Bukit-bukit di Jalur Pendakian Selo
Pemandangan ini akan berubah menjadi hutan tropis ketika pendaki sudah melewati seluruh jajaran perbukitan di daerah jalur Selo. Pada saat itu, jalur pendakian akan diliputi dengan tanaman-tanaman khas hutan tropis dengan tanaman yang memiliki diameter batang yang lebih besar. Perjalanan  turun terus dilakukan hingga menemui pos pelaporan jalur pendakian Selo.
Transit dan tukang ojek Desa Selo
Perjalanan transit menuju pendakian bisa mengandalkan tenaga pendaki sendiri. Jalan yang harus ditempuh sekitar 3-4 jam perjalanan. Selain itu, perjalanan menuju Merapi juga bisa menggunakan jasa ojek di Desa Selo. Tarif yang ditawarkan untuk ojek berkisar pada Rp 15.000 sampai Rp 20.000.
Keunikan dari ojek yang ditawarkan di sini adalah bahwa ojek ini bisa dipesan meskipun tidak terlihat adanya pangkalan ojek. Setelah ditelusuri, ternyata pengojek di desa ini sebagian besar adalah penduduk sekitar sendiri.
Dalam sebuah perbicangan dengan salah seorang pengojek, ia mengaku bahwa pengojek adalah profesi sampingannya di saat musim pendakian. “Biasanya saya bertani atau berladang atau membantu orang membuat pintu dan kusen. Ojek ini hanya untuk membantu para pendaki,” katanya.
Mayoritas profesi dari penduduk Desa Selo memang adalah petani. Hal ini terlihat jelas dari lahan-lahan pertanian yang akan menyambut pendaki di daerah ini. Sebagian besar dari mereka memilih untuk menanam sayur-sayuran. Hal ini berbeda dengan tanaman tembakau yang lebih mendominasi ketika penulis mendaki dari daerah Wekas. “Kalau tembakau di daerah ini hanya sedikit sebab kualitasnya juga tidak baik. Tidak tahu kalau di daerah sana (Wekas),” tambah pengojek itu ketika penulis berbincang tentang profesinya sebagai petani.
Merapi – Gunung Kedua
Proses estafet gunung ini akan diakhiri di Gunung Merapi: sebuah gunung api yang baru saja “mengamuk” di tahun 2010 lalu.
13459156992012881951
NEW SELO
Perjalanan yang terkenal untuk menaklukkan Merapi di kalangan pendaki adalah perjalanan “tek-tok.” Perjalanan ini merupakan perjalanan naik-turun gunung dalam waktu sehari atau tanpa bermalam di gunung. Oleh karena itu, pendakian jenis ini juga terkenal di kalangan pendaki sebagai salah satu model ultra light hiking yang tidak perlu membawa tas carier dalam ukuran besar.
Pendakian jenis “tek-tok” lebih baik dilakukan pendaki dengan mengambil jam 12 malam atau jam 01.00 pagi hari. Perjalanan cepat akan membawa pendaki ke puncak merapi dalam waktu 5 jam. Oleh karena itu, pemilihan waktu yang tepat akan membawa pendaki tepat di puncak Merapi pada saat matahari terbit.
Perjalanan pasir yang terjal
Perjalanan menuju puncak Merapi didominasi oleh model perjalanan yang didominasi oleh trek pasir dan batu-batuan setelah sebelumnya tulisan “NEW SELO” ala Hollywood akan menyambut para pendaki. Hutan pertama yang ada di daerah ini didominasi oleh tumbuhan yang tidak terlalu tinggi. Perjalanan pun terasa amat gersang sebab tidak seperti di Merbabu yang masih diselimuti hutan tropis.
1345915768691609963
Menuju Puncak Merapi
Perjalanan sejati menuju puncak akan diawali di daerah Pasar Bubrah. Daerah ini merupakan sebuah daerah datar yang seringkali digunakan oleh pendaki untuk bermalam. Di daerah ini tidak ada tumbuhan dan hanya pasir dan batuan yang begitu berlimpah.
13459152691226171879
Pasar Bubrah
Pasar Bubrah menuju puncak adalah tempat tersulit pendakian dimulai. Medan yang berpasir dan menanjak akan membuat pendaki kesulitan untuk naik. Sekali melangkahkan kaki, maka akan kembali terperosok masuk ke bawah. Begitu seterusnya hingga tidak jarang membuat pendaki harus merangkak untuk menuju puncak. Perjalanan menuju puncak pun lama kelamaan akan didominasi oleh batu-batuan keras dan hal ini membuat pendakian lebih mudah meskipun kemiringannya tetap curam.
Namun semua upaya itu akan dibayar dengan melihat kawah Merapi yang masih aktif dan juga semburan asapnya yang di sekitar lereng. Bau belerang yang menyengat juga menjadi ciri khas dari gunung ini. Matahari terbit di sebelah Gunung Lawu pun menjadi panorama yang bersifat bebas ketika langit cerah.
13459159711153931978
Matahari Terbit dari Puncak Merapi
13459156211792489940
Kawah Merapi dan Lava Pijarnya
Cerita dari mereka untuk Merbabu dan Merapi
Perjalanan menuju puncak Merbabu dan Merapi adalah sebuah perjalanan sosial: berinteraksi dengan sesama pendaki dan tersenyum sembari bertanya jalan. Seorang pendaki yang bertemu penulis bercerita bahwa ini merupakan pendakiannya menuju puncak Merbabu yang ketiga kalinya dan baru kali ini ia mencapai puncak. “Kemarin-kemarin suasananya tidak mendukung,” katanya.
Lebih jauh, ia juga menceritakan tentang cerita yang berkembang di sekitar Merbabu. ‘Kata orang di sini ada pasar setan. Hanya aktif di malam hari. Teman saya pernah ke sana. Ia membeli patung Budha dengan harga seratus ribu rupiah dan waktu itu harganya lima puluh ribu. Anehnya, ketika ia keluar pasar setan, uang kembalian berubah menjadi daun dan patungnya tetap ada bahkan sampai dijual dengan harga ratusan juta,” katanya menambahkan.
Cerita pasar setan memang cerita yang cukup berkembang di daerah gunung. Teman dari rekan penulis juga bercerita bahwa ia pernah melakukan transaksi di pasar setan. “Namun ya, siapa yang tahu. Teman saya memang punya ‘kelebihan’,” kata pendaki itu.
13459155171063692951
Pendaki Mancanegara di Merapi
Perjalanan sosial ini juga kembali terulang di Merapi. Hanya saja kali ini penulis bertemu dengan wisatawan mancanegara yang kebetulan sedang berlibur. Kumpulan wisatawan ini berasal dari berbagai negara di Eropa: Republik Ceko, Perancis, dan Jerman. Salah seorang wisatawan ini langsung berdecak kagum ketika berada di puncak Merapi. Mengabadikan lewat video dan dan foto adalah hal yang biasa untuk mereka.
Salah seorang wisatawan mancanegara yang diajak berbincang oleh penulis menyatakan bahwa tidak ada gunung di Eropa yang seterjal ini. “Ini merupakan gunung yang paling menakutkan yang pernah saya daki,” katanya. Ia juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki potensi yang sangat baik untuk wisata alam dan budaya. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi ia dan kawan-kawannya untuk menghabiskan perjalanan selama sekitar tiga minggu di Indonesia yang rencananya akan diakhiri di Bali.
Tentang vandalisme dan sampah
13459161311653309944
Vandalisme di Kenteng Songo
Cerita-cerita pendakian ini tidak akan berhenti untuk hal-hal heroic penuh perjuangan menuju puncak ataupun cerita-cerita mistis. Cerita estafet gunung ini pun akan bercerita tentang rusaknya alam oleh jejak mereka yang mengaku “pecinta alam.”
Tidak ubahnya di dua gunung itu, sampah terlihat sangat berserakan di daerah-daerah yang datar. Selain itu, tangan-tangan jahil terlihat sangat sering mencoret-coret batuan yang seharusnya dijaga sebagai upaya mencintai alam. Sayang, predikat mereka sebagai pecinta alam mungkin hanya sebatas eksistensi belaka. Padahal, pencinta alam sudah selayaknya tidak meninggalkan apapun kecuali jejak kaki.
1345916178100720368
Sampah di Jalur Pendakian Merapi
Dan tentang mereka yang meninggal
1345914484988131703
Nisan atas Nama Simuh
Cerita-cerita pendakian ini akan berakhir dengan kesamaan dua gunung ini untuk menyimpan nisan sebagai peringatan bagi mereka yang meninggal di gunung. Hal ini mirip dengan nisan Gie yang ada di Semeru.
13459146301028469933
Nisan di Merapi
134591457082549675
Nisan atas Nama Sugiyanto
Tercatat sekitar dua buah nisan (Simuh dan Sugiyanto) ada di Gunung Merbabu dan satu nisan atas nama tiga orang (Achmad, Paulus, dan Arseno) ada di Gunung Merapi. Nisan-nisan ini setidaknya mengingatkan pendaki bahwa kematian selalu ada di depan mata dan puncak gunung yang telah ditaklukan tidak seharusnya membuat pendaki besar kepala namun merasa bahwa ternyata pendaki hanyalah sebagian kecil dari alam yang masih harus menghadapi kenyataan akhirnya: kematian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com