Ngak, Ngek, Aku Robot yang Mengikuti Maumu
Hari ini tepat sudah hari ketiga, aku harus menemuinya. Harus berjuang menyelesaikan semua yang tengahku bereskan. Ya, sudah sejak subuh, mata ini terbuka. Berjalan menuju pancuran air di belakang rumah. Ku basuh muka, tangan hingga kaki untuk berwudhu.
“Semoga hari ini berjalan lancar ya Tuhan, amien !,” Ucapku sembari menengadahkan tangan.
Ku rapikan sajadah dan mukena, ku tutup sembahyang pagi ini dengan penuh harap. Biasanya, selepas sembahyang, mata selalu ingin kembali terpejam. Tapi, tidak untuk hari ini. Ku coba melihat lagi, atas apa yang telah ku kerjakan. Hingga tak terasa, detak jam sudah mengarah tepat pukul 8 pagi. Ya, aku mulai bersiap diri, mengemas semua perlengkapan.
Tumpukan kertas yang sudah terisi tulisan rapi, ku bawa dengan penuh harap. Sebelum perjuangan dimulai, ku arahkan motor untuk menuju warung makan, mengisi energi. Disetiap suapku, masih ku bayangkan, menerka akan terjadi hal apa hari ini. Semua masih menjadi misteri.
Tepat pukul 9 pagi, aku tiba di kampus yang katanya seperti bangunan sekolah. Motorku sudah berjajar bersama motor lain di parkiran, persis dibelakang gedung tempat orang yang ingin ku temui.
“Hhaahh..huffh,”
Ku tarik nafas panjang, sembari mengucap “bismillah”. Pagi ini aku seperti ingin bertemu dengan pejabat, rasanya sedikit gugup, dan masih penuh tanya. Hari ini sebenarnya bukan jadwal untuk orang itu membuka ruangan. Tapi, apa daya, aku punya target, dan aku harus menemuinya hari ini.
Goyang-goyang kaki, sesekali melihat kiri dan kanan, aku duduk dengan rasa gelisah. Belum tampak batang hidungnya, ini sudah 15 menit lamanya. Ku dengar teman-teman disamping, tengah asik bercanda bahagia. Karena, mereka sebentar lagi akan mendaftar menjadi salah satu wisudawan.
“Senangnya jadi mereka, tak merasakan susahnya menjadi aku,” Gumamku dalam hati.
Disaat aku menganggumi apa yang telah teman-teman lakukan, saat itu juga satu orang berkeluh kesah. Dia kesal, karena pihak yang mengurusi pendaftaran sejak tadi tidak datang-datang.
“Ah, bapak itu, kita udah nunggu lama, dan ini sudah mepet harinya, haruskah nunggu lagi,” Gerutunya terdengar memuakkan ditelingaku.
Aku hanya bisa berucap dalam hati, “Ah, kalian terlalu berlebihan mengeluh, lihatlah aku, derita kalian tak sehebat derita yang ku alami”
Aku, adalah salah satu mahasiswa yang menjadi korban dari sebuah kesempurnaan karya ilmiah. Padahal, sangat jelas, karya ilmiah yang ku punya tidak akan diletakkan dihimpitan karya ilmiah lain di Perpustakaan. Karya ilmiahku, hanya akan terhimpit disela-sela karya ilmiah yang menjadi arsip, yang akan tertutup debu-debu, yang dalam hitungan bulan akan dimakan rayap.
Ku coba menenangkan diri, sambil membaca buku. Buku ini buku favouriteku, yang baru ku temukan beberapa hari ini. Didalamnya berisi cerita motivasi, tapi sayangnya, tidak ada cerita yang berlatarbelakang sama dengan kisahku.
Sempat ku temui, ada satu kalimat yang paling mengena dari penulisnya. Ya, kalimat ini pun ku tulis menjadi mottoku, motto disela tumpukan kertas pada karya ilmiahku.
“Jangan pernah biarkan pengetahuamu, pembelajaranmu, menghalangi kebenaran (Ajahn Brahm)”
Kata penulis, kalimat itu mengartikan bahwa, tidak semua yang kamu tahu, akan sama dengan apa yang kamu lihat didunia nyata. Aku setuju, teramat sangat setuju. Sudah ada 15 halaman yang ku balik, ku baca sambil menunggu ia yang akan ku temui. Hingga akhirnya aku mencium aroma kedatangannya. Ya, dia ada, dan sedang berjalan terburu-buru. Dengan sigap, aku berlari mengejar, dalam hati aku berucap, “haruskah aku seperti ini, mengejarnya, seperti sedang memburu seorang pejabat penting”.
“Maaf, apa hari ini bisa bimbingan?” Tanyaku pelan.
Tampak mukanya sedikit terganggu dengan kedatanganku yang mendadak.
“Saya sekarang ada kelas, tolong taruh saja di meja ruangan,” Ucapnya sembari berlalu pergi.
Kini mukaku yang berubah sedikit kecewa, dan langkahku pun gontai, berjalan kembali mendekati teman-teman (tadi). Dan kembali membuka buku itu, untuk menghilangkan rasa suntukku. Ya, sudah lebih 3 jam aku duduk disini. Kalau saja pantat ini bisa berakar, dia akan berakar, sangat panjang mungkin.
Tanpa sadar, orang yang ingin ku temui berjalan kearah tempatku duduk, tapi bukan mendatangiku. Justru ia masuk kembali ke ruangan itu, dan sepertinya dia menyadari tak ada apa-apa yang diletakkan diatas mejanya. Hingga ia berjalan keluar ruangan, dan berkata padaku, “taruh saja dimeja saya”.
Saat itu aku masih asik membaca, dan mendengar suaranya seketika membuatku terkejut. Berdiri, dan berjalan masuk keruangan, mengikutinya dibelakang. Ku letakkan tumpukan kertas, persis setelah ia beranjak meninggalkan ruangan tanpa sepatah katapun.
Sepertinya harapan hari ini akan pupus, melihat ia tengah sibuk hilir mudik, membawa berkas. Tapi, aku tetap punya harap, setidaknya 20 persen untuk menemuinya, berbicara empat mata. Ku lihat satu teman berjalan, masuk kedalam ruangan, seperti yang ku lakukan tadi. Saat keluar, temanku berbicara padaku.
“Mau ketemu dia juga? Katanya lusa bakal pergi keluar kota, dan baru bisa ditemui 3 hari lagi,”
Ucapan temanku membuatku mendadak spot jantung.
“Hei, apakah aku harus menunggu dia datang 3 hari lagi, dan saat itu pendaftaran telah tutup,” Geramku dalam hati.
Harapan itu kembali berkurang, menjadi 10 persen, tapi semangatku masih ada dan menyala-nyala. Aku pun beranjak kembali mendatanginya. Ku lihat dari sela jendela kecil, ia tengah mengorek-ore kertas, dan itu bukan miliku, tapi itu kerjaannya. Masih tetap menyala, semangatku menggiringku masuk persis didepan pintu ruangan itu. Belum sempat aku berucap, dia melihatku dan langsung berkata, “Aduuuhh, saya gak suka di buru-buru, dan didatangi kaya gini, tolong besok saja, besok”
Jelas sekali, tangannya bergerak seperti menyuruhku untuk segera meninggalkan ruangan ber-Ac itu. Jleb, harapan itu kini menjadi nol persen, begitupun semangatku. Semakin hilang semangat, ketika aku mengingat kembali apa yang telah ku perjuangkan, apa yang telah ku perbaiki seperti apa yang kamu minta. Tapi, selalu saja ada hal yang belum kamu anggap itu sempurna dimatamu. Dan, ketika itu, aku harus tetap berjuang, lagi, lagi, dan selalu berjuang lagi. Biar sekalian kerontang isi didalam dompet, biar semakin mongering air mata, dan biar orang tuaku semakin didera kekhuatiran.
Ya, sekali lagi, aku hanya manusia, yang mencoba mengikuti aturan. Tapi, aturan itu teramat sulit ku lalui. Lihat, mereka yang tengah tertawa lepas duduk menunggu didepan, mereka itu tidak mengikuti aturan. Hanya aku dan beberapa orang yang harus mengikuti aturan serumit ini. Haruskah aku bersujud untuk meminta?
***
Kita ini sama-sama manusia
Kita ini sama-sama makan nasi
Jadi, tolong, jadikan harapan itu nyata, jangan sia-sia
Jangan terlalu jadi manusia yang tinggi emosi
**
Aturan itu hanya formalitas.
Menyebalkan.
Yogyakarta, Juni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com