Mati adalah sebuah kepastian. Yang memiliki kehidupan di mayapada ini pasti mati. Tapi keyakinan orang tentang kematian itu banyak ragamnya. Demikian juga mengenai cara, bagaimana kematian itu menghampiri kehidupan. Dan yang tak kalah menarik untuk dijadikan materi dialog adalah, adakah kehidupan baru (baca: kebangkitan) pasca kematian.
Kita mulai dari kematian. Kematian adalah berpisahnya nyawa (sukmo) atau hayat dari jasad yang semula hidup. Masih menjadi perdebatan, apakah jasad hidup itu dikarenakan adanya nyawa atau ruh. Ataukah keduanya identik, nyawa sama dengan ruh itu sendiri. Terlepas dari penolakan atau persetujuan atas pernyataan terakhir, yang pasti keyakinan terhadap nyawa dan ruh mengandung keadaan yang berbeda.
Pertama, bila nyawa sama dengan ruh, maka semua yang hidup memiliki nyawa atau ruh itu. Tidak semata sosok manusia, tapi termasuk mahkluk hidup lain yang ada di muka bumi ini, baik di daratan maupun di lautan. Dalam keadaan demikian tidak ada perbedaan antara manusia dan sosok makhluk hidup yang lain itu. Satu-satunya pembeda di antara keduanya, dan itu hanya dimiliki manusia, yakni adanya kalbu atau akal budi, atau hati nurani beserta nafsu syahwatnya.
Kedua, bila nyawa tidak sama dengan ruh, kesamaan antara jasad hidup yang disebut manusia maupun mahkluk hidup lain, hanya pada sisi keberadaan “nyawa” atau “hayat” yang membuat makhluk itu hidup. Sedangkan ruh adalah “nafas” Sang Pencipta yang ditiupkan semata kepada jasad manusia, karena kelak ruh manusia itu bakal kembali kepada-Nya untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan. Dalam ruh inilah bersemayam kalbu atau akal budi, atau hati nurani beserta nafsu syahwatnya. Sedangkan makhluk hidup selain manusia, tak ada perhitungan atas amal perbuatan.
Ruh meninggalkan jasad manusia tatkala “nyawa” atau “hayat” tak lagi memberi kehidupan pada jasad fisik. Mengapa? Sebab saat ketiadaan kehidupan atas jasad manusia, pada saat bersamaan berhenti pula argo perhitungan atas perbuatan baik atau buruk. Keberadaan ruh pasca kematian, menurut keyakinan masing-masing, bisa berada di mana-mana. Ada yang meyakini, setelah kematian terjadi reinkarnasi sebelum akhirnya moksa (kembali kepada ketiadaan), atau ke nirwana. Ada yang meyakini bahwa ruh langsung ke surga, sebab telah ada penebusan dosa. Dan, ada pula yang meyakini setelah kematian ruh berada di alam barzah menunggu saat perhitungan (hisab).
Bunuh Diri, Dosa?
Tentang cara mati, dari keseluruhan macam kematian, setidaknya dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok. Yakni, mati secara alamiah -baik disebabkan usia tua, sakit, atau kecelakaan-, atau mati bunuh diri. Yang disebut pertama adalah kelompok orang yang mengalami kematian bukan kehendaknya, tapi kehendak Ilahi. Sedangkan yang kedua, menjemput kematian karena adanya kesengajaan diri, karena merasa sudah “bosan” dan ingin meninggalkan segala bentuk keruwetan dunia.
Bagi yang meyakini adanya reinkarnasi, tindakan bunuh diri itu percuma. Sebab ruhnya bakal lahir ke dunia kembali, dalam berbagai wujud makhluk hidup guna melakukan kebajikan. Bila dari perputaran hidup, mati, dan reinkarnasi itu telah mencapai tingkat kebajikan tinggi, ruh bersangkutan (diyakini) akan mengalami moksa, dan ada yang meyakini masuk ke nirwana.
Konsep reinkarnasi ini mengandung 2 (dua) masalah. Pertama, bila setiap ruh manusia mengalami reinkarnasi, seharusnya jumlah penduduk bumi tak mengalami pertambahan. Logikanya, andai bumi ini diibaratkan sebuah ruangan dengan jumlah penguni 100 orang, kemudian setiap orang bergiliran ke luar (baca: mengalami kematian), tentu yang berada di luar ruangan jumlahnyan tetap 100 orang. Kedua, bila di dalam ruangan sebelum kematian para penghuni itu melakukan upaya reproduksi, dan setelah ke luar ruangan jumlahnya menjadi lebih banyak, maka di antara mereka ada manusia hasil reinkarnasi dan ada pula manusia yang sama sekali “baru” (baca: bukan hasil reinkarnasi). Karena terdapat pilihan, reinkarnasi mengandung probabilitas.
Bagi yang percaya adanya penebusan dosa. Penebusan dosa dalam hal ini menghapus keseluruhan dosa ruh-ruh yang mengimaninya. Tidak terbatas dosa warisan. Dengan demikian, sebesar apa pun dosa atas ruh manusia itu telah ditebus, sehingga layak masuk surga bersama Tuhan Allah (Bapa). Persoalan timbul, bagaimanakah dosa ruh dari orang yang mengalami kematian karena bunuh diri? Termasuk dalam cakupan penebusan dosa atau tidak? Bila tercakup dalam penebusan dosa, aksi bunuh diri bisa bermakna tak berdosa. Tapi, bila tak tercakup dalam penebusan dosa, maka konsep penebusan dosa kehilangan nilai kebenarannya. Sebab terdapat alternatif, penebusan dosa mengandung probabilitas.
Sesuai Perbuatan
Yang ketiga, ada yang mempercayai setiap ruh manusia akan bertanggung jawab sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Dibayar surga karena berbuat baik, dan dibayar neraka bila berbuat dosa. Tak peduli, dalam tindakan bunuh diri misalnya, andai yang bersangkutan sebelum menjalankan niatnya itu berdoa atau melakukan aksi ritual, pasca kematian ruhnya pasti masuk neraka. Segala amal perbuatan baik yang dilakukan di dunia hapus. Tidak ada toleransi. Termasuk ruh-ruh teroris pengebom bunuh diri yang membunuh dan melukai masyarakat tak berdosa.
Pasca kematian ruh-ruh itu akan kembali kepada Tuhan Allah (Bapa) untuk diperhitungkan (hisab) atas segala amal dan tingkah lakunya. Ruh-ruh itu bakal menghadapi proses pengadilan hakiki. Tidak ada makelar kasus. Tidak ada diskriminasi atas warna kulit, ras, pangkat, kebangsawanan, maupun agama/keyakinan. Semuanya sama di hadapan-Nya. Ibarat anak sekolah, jika menerima raport di tangan kanan, ruh itu mendapatkan keridloan dan disediakan surga. Sedangkan bila menerima raport di tangan kiri, dimasukan ke neraka tanpa kompromi. Pada saat itu tidak ada yang diuntungkan atau dirugikan. Ada keadilan di sana.
Yang unik, kalau tak boleh disebut ke luar dari logika waras, adanya keyakinan bahwa pasca kematian tidak lebih mulia dari kematian binatang. Mereka meyakini bahwa hidup itu terjadi karena bekerjanya sistem organ tubuh secara benar. Bila terdapat organ tubuh vital yang tidak bekerja -baik disengaja atau karena proses alamiah- jasad itu mengalami kematian. Tidak ada kegaiban nyawa maupun ruh. Sebab itu di benak mereka tidak ada konsep surga-neraka. Tidak ada pembalasan apa pun dan dari siapa pun, kematian hanya berhentinya sistem kehidupan. Dan, yang tersisa tak lebih dari seonggok daging bangkai.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com