“Bu Maria, ini ada orang datang katanya berniat mau berinvestasi, saya persilahkan ke ruangan Ibu, ya?” pertanyaan si resepsionis, di suatu pagi. Tentu saja hal tersebut tidak saya sia-siakan. Dengan sigap saya mempersilakan calon klien itu dengan senang hati. Dia mengaku bernama Boya asal Sumatera Selatan. Dia berbisnis komputer dan laptop yang diimport dari Malaysia. Perawakannya agak gendut, berkulit coklat gelap, dan mengenakan cincin-cincin batu besar berkilauan yang menonjol di jemari kiri dan kanannya. Sangat eye-catching memang, mengesankan orang kaya dan berduit banyak sehingga tampaknya peluang deal berinvestasi cukup besar.
Ternyata, awal mula yang membuat hati saya berbunga-bunga itu berakhir dengan penyesalan. Saya tertipu! Don’t judge the book by its cover itu ada benarnya. Bisa saja orang yang menampakkan dirinya baik, belum tentu selaras dengan niat di hatinya. Atau, bisa saja orang yang penampakannya keras atau kasar, tetapi kadang kala orang itu sebenarnya baik. Begitu pula dengan si Boya ini. Penampilan yang perlente dan kelihatan berpendidikan, tetapi ternyata berhati tidak baik. Menipu orang lain adalah tujuannya. Bayangkan saja, orang yang semula berniat berinvestasi ratusan juta tersebut ternyata dengan mudahnya mengelabui saya dan anak buah saya. Sekarang saya baru ingat, sebenarnya saya juga agak merasakan keraguan di dalam hati saya, pada mulanya.
Pada Rabu naas itu ketika dia berkunjung ke kantor, dia mengatakan tidak membawa mobil. Mobilnya sedang di bengkel karena hari Sabtu acara weekend dan dia mengalami tabrakan di daerah puncak. Dia menceritakan dengan mimik kesungguhan yang luar biasa. Saya, kalau ingat kejadian itu, jadi berpikir kenapa si Boya ini tidak jadi artis saja, ya? Aktingnya bagus sekali. Saya saja yang suka paranoia dengan orang baru bisa terkecoh oleh aktingnya. Biasanya, saya tidak terlalu mudah “larut” akan situasi dan kondisi dengan orang baru. Tetapi, orang ini sungguh berbakat.
Singkat kata, supervisor saya diminta menemani si Boya ini menuju rumah bosnya di daerah Pejaten, yang notabene katanya adalah omnya sendiri. Dia meminta supervisor saya untuk membawa laptop yang dapat memperlihatkan suatu grafik pergerakan harga indeks saham regional Asia secara real time. Akhirnya, berangkatlah mereka, si Boya, supervisor saya, dan supir kantor. Ketika di jalan ternyata dia membelokkan arah tujuan. Dia meminta untuk mampir terlebih dahulu ke suatu pusat perbelanjaan di Jalan Thamrin untuk mengambil data yang akan di-input di laptop. Ternyata, itu adalah sandiwara, hanya sebagai alasan untuk melarikan diri dengan laptop tersebut. Dan, laptop itu adalah laptop yang saya pinjamkan kepada supervisor saya. Nasib… oh… nasib!
Saya pun marah. Marah besar kala itu kepada supervisor saya. Saya mengumpat dan keluar sumpah-serapah kepada si Boya durjana itu. Saya juga marah kepada diri saya sendiri. Marah dan menyesali betapa bodohnya saya. Selain itu, saya juga merasa apakah saya telah berbuat tidak baik sehingga saya dinilai patut oleh Tuhan mendapatkan hal seperti ini? Saya bertanya pada diri sendiri, ”Apa aku pernah mengambil hak orang lain sehingga Tuhan membalas dengan kejadian seperti ini?” Bahkan, saya pun marah kepada pernyataan; selalulah berpikir positif, saat itu hehehe…. Intinya, saya marah dan kesal sejadi-jadinya. Sepertinya, dengan banyaknya persoalan yang mengimpit saya kala itu, saya menjadi punya alasan untuk “memuncakkannya” kepada si Boya ini.
Bayangkan saja hal itu terjadi di tengah pergelutan pencarian nasabah yang relatif sulit saat krisis global sekarang ini. Belum lagi persoalan dengan target penjualan tim saya yang relatif menurun dibandingkan masa-masa sebelumnya. Jadi, saya expecting too much terhadap calon nasabah tersebut. Belum lagi harga sebuah laptop baru yang tentu saja harus saya beli sebagai pengganti laptop saya yang hilang itu. Ditambah pengeluaran saya dalam bulan itu karena urusan keluarga di rumah sangatlah banyak. Saya menjadi kesal dan jengkel. Penipuan itu benar-benar “menguras” emosi saya.
Akhirnya, walau memakan waktu satu dua hari, amarah saya pun mereda. Saya mencoba introspeksi dan mengevaluasi diri. Mengapa saya sungguh egois sekali dan hanya memikirkan kepemilikan saya saja yang nilainya juga tidak seberapa? Saya juga sadar seandainya saja si Boya melakukan kejahatan terhadap anak buah saya dan supir kantor. Atau, bahkan dia dan komplotannya melarikan mobil dinas kantor yang ikut serta dalam proses peristiwa tersebut. Berarti hilangnya sebuah mini laptop jadi tidak seberapa. Kata orang Jawa, masih untung! Tetapi, memang benar pepatah itu menjadikan saya tidak melankolis menangisi kepiluan, kesialan, serta merasa terinjak-injak harga diri karena merasa dibodohi oleh penipuan tersebut.
Hahaha… saya tertawa lagi kala ingat peristiwa itu. Betapa marah saya memang tidak berguna. Tetapi begitulah saya, sangat responsif dan ekspresif dalam pengertian yang negatif. Hal itu pula yang menjadi kemungkinan munculnya kerutan-kerutan di wajah saya. Mukanya sinis, kata kekasih saya hahaha…. Masak, sih?
“Bu Maria, ini ada player yang mungkin Ibu bisa bantu untuk handle?” pinta anak buah saya suatu hari. Saya lalu memutar nomor telepon investor tersebut dan menjelaskan panjang lebar tentang product knowledge, benefit investasi, dan teknis transaksi. “Ok, kalau begitu saya minta nomor rekening perusahaan Anda dan akan transfer dananya Rp 200 juta, ya?” Dan, binggo…! Ini adalah kali pertama saya menutup penjualan hanya via telepon. Maklum, biasanya dan umumnya menggaet nasabah di bisnis yang saya jalankan itu membutuhkan waktu relatif lama. Bahkan, ada salah satu nasabah saya yang follow up-nya saja memakan waktu hingga setahun dia baru mau ikut bekerjasama. Nilai penjualannya bahkan Rp 50 juta saja. Artinya, apakah saya terlalu sabar atau terlalu bodoh, ya sehingga memakan waktu selama itu hehehe…. Atau, setidaknya minimal dua atau tiga kali appointment terlebih dahulu baru ikut bekerjasama dalam bisnis. Jadi, peristiwa deal via telepon itu menurut saya adalah prestasi tersendiri.
Tetapi, saya “menarik diri’ untuk tidak terlalu antusias atas pernyataan calon nasabah tadi. Ada sedikit trauma muncul ketika suatu hal menjadi too easy too get. Saya lebih suka istilah no pain no gain. Terdengar lebih realistis bagi saya walaupun saya sering kali juga berkhayal mendapatkan “durian runtuh” hahaha…. Sekali lagi, ini tidak konsisten ya antara “ruang berpikir dan ruang khayal” dalam diri saya.
“Pak, maaf sebelumnya, secara regulasi, Bapak tidak diperbolehkan mentransfer dana investasinya dulu sebelum menandatangani kontrak penanaman investasinya. Jadi tidak bisa hanya via telepon. Saya harus bertemu muka dahulu dengan Bapak. Sekiranya Bapak ada waktu, kapan saya bisa bertemu?”
Akhirnya, saya bertemu dengannya. Karena dia adalah player (nasabah yang telah mengetahui seluk beluk investasi ini) maka tanpa berbelit-belit dia menginvestasikan dananya sebesar Rp 200 juta. Lumayan dan saya tentu bersyukur sekali karena ini menutupi seluruh target penjualan saya bulan itu.
Apabila saya boleh membandingkan, membuat analisis, serta berkesimpulan atas kedua peristiwa di atas, maka ada beberapa hal yang setidaknya harus saya pelajari sebagai berikut:
- Mainkan instink, dengarkan hati nurani terdalam, dengarkan hati kita yang “telanjang”, tanpa pretensi apa pun. Dalam kejadian yang saya alami, hati saya tertutupi oleh berlebihannya rasa antusiasme atas masuknya seorang nasabah yang mengimin-imingi berinvestasi dalam jumlah yang lumayan besar. Saya terlalu “berbunga-bunga” sehingga sisi kewaspadaan pudar tertutup oleh hal tersebut. Akibatnya, niat buruk seseorang terhadap saya menjadi tidak “terbaca”.
- Jangan marah. Orang bijak berkata, “Kemarahan adalah pemusnahan hati si Arif. Orang yang tidak dapat menguasai marahnya tak akan dapat menguasai pikirannya.” Imam Ali berkata, “Orang yang tak menahan diri dari marah, mempercepat kematiannya.” Didukung pula oleh para pakar kesehatan yang menyatakan bahwa marah dapat menimbulkan kematian mendadak apabila mencapai tingkat tertentu (waduh seram sekali, kan?).
- Introspeksi diri; jangan mencari-cari kesalahan orang lain, bercermin kepada diri sendiri dahulu. Apalagi memarahi anak buah. Jelas sekali terlihat bahwa ada andil kesalahan saya dalam peristiwa kehilangan laptop itu. Saya tidak waspada sebagai seorang atasan dalam urusan pendelegasian pekerjaan.
- Jangan trauma terhadap kejadian masa lalu. Mungkin tidaklah sama antara kejadian di masa lalu dan masa mendatang. Jadi, jangan disamaratakan.
- Harus optimis jangan pesimis. Itu sudah pasti. Buktinya tidak memakan waktu lama dari kejadian pertama yang mengenaskan, itu toh sudah “dibalas” dengan kejadian kedua yang membahagiakan. Kesedihan dan kebahagiaan di dunia datang silih berganti. Tergantung kita dalam menyikapinya.
Begitulah, hingga akhirnya saya sadar dan berbaikan kembali dengan anak buah saya tersebut. Ketika suatu hari kami mengenangnya kembali, kami semua tertawa. Dan, pernah beberapa minggu setelah peristiwa naas tersebut, saya membuka situs Kompas.com. Tidak sengaja saya membaca bagian kriminalnya dan dituliskan di sana bahwa pihak kepolisian menangkap komplotan penipuan laptop yang modus operandinya berpura-pura mengajak kerja sama bisnis. Lucunya, saya berharap itu adalah si Boya dan kawan-kawannya. Jujur, saya benar-benar berharap begitu. Jengkel dan kesalnya hati ini belum pudar rupanya hehehe….
Tetapi memang, ketika saya sudah dapat menertawakan suatu peristiwa sedih, naas, atau ketidakberuntungan pada masa lampau, biasanya itu berarti saya sudah oke dan siap untuk menghadapi peristiwa-peristiwa baik atau buruk yang akan terjadi dan saya jalani di masa mendatang. Mudah-mudahan. Ayo semua tetap semangat![msa]
* Maria Saumi lahir di Jakarta pada 27 Agustus 1976 dengan nama asli Mariatun Meima Saumi. Ia adalah lulusan Jurusan Biologi, Fakultas matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, tahun 2000. maria bekerja di salah satu perusahaan swasta di daerah Sudirman, Jakarta. Sebagai praktisi di bidang investasi dengan spesialisasi futures trading investment. Ia dapat dihubungi melalui pos-mail: mariasaumi[at]yahoo[dot]com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com