Minggu, 03 April 2011

Meneropong Ancaman Terorisme (Islam Radikal) di Asia Tenggara

by teguhtimur

Asia Tenggara menghadapi ancaman besar aksi terorisme sejak 2002 dan diperkirakan hingga 2006 ini ancaman itu belum benar-benar hilang. Ketidakmampuan atau keengganan beberapa negara Asia Tenggara untuk bertindak keras terhadap para ekstremis, bertahannya kamp-kamp pelatihan, dan besarnya jumlah orang yang tertarik pada ideologi Al Qaedah di kalangan kaum Muslim miskin, merupakan faktor-faktor yang menghambat perang melawan terorisme.

“Saat ini dunia menghadapi tantangan berkonfrontasi dengan terorisme yang punya jaringan luas,” ujar Rohan Gunaratna, kepala riset terorisme di Institute of Defence and Strategic Studies Singapura.

Gunaratna mengatakan, pengaruh itu berasal dari jaringan Al Qaedah yang terpencar-pencar dan kelompok Jamaah Islamiah (JI) yang merupakan kepanjangan tangannya Asia. Menurut Gunaratna, keleluasan ancaman tersebut diperkuat dengan kemampuan JI melakukan pelatihan untuk para anggota di kawasan Asia Tenggara. Sejumlah anggota JI yang baru direkrut, juga telah lulus dari pelatihan di Camp Hodeibiya di Filipina Selatan. “ Ancaman teroris di Asia Tenggara akan tetap selama 2004-2006, meski JI mengalami pukulan akibat operasi-operasi keamanan terhadap organisasi tersebut,” jelasnya.

Gunaratna menambahkan, orang-orang yang terlibat adalah kelompok radikal aktif yang tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga di Thailand Selatan dan Filipina. “Beragam organisasi kecil yang melakukan operasi itu merupakan prestasi terbesar Usamah bin Ladin ketika Al Qaedah berantakan setelah 4.100 anggotanya ditangkap dalam dua tahun terakhir,” katanya.

Gunaratna mengingatkan, jaringan Al Qaedah tidak lagi terlalu penting, tetapi diperlukan sebagai sumber inspirasi ideologi ketika kelompok-kelompok regional misalnya di Asia Tenggara, untuk memerangi pemerintah mereka sendiri, AS, dan sekutunya, pada tingkat internasional.

Sidney Jones, Direktur International Crisis Group (ICG) cabang Asia Tenggara, mengungkapkan, JI tetap menjadi organisasi teroris terbesar dan paling berbahaya di Asia Tenggara. Ia menegaskan, jaringan terorisme yang belakangan ini mengadakan aksinya di Indonesia bukanlah jaringan baru. “Kalau melihat modus operandi dan target yang dituju, jelas JI. Tidak ada kelompok lain di Indonesia yang bisa melakukan pengeboman seperti itu,” kilahnya.

Seperti laporan yang dikeluarkan ICG, Jones juga menunjukkan struktur JI yang terdiri dari Amir selaku pimpinan tertinggi membawahi Syuro. Di bawah Syuro ada Laskar Mujahidin dan Laskar Jundullah yang membawahi empat mantiqi atau distrik. Adapun keempat mantiqi itu adalah Malaysia dan Singapura; Jawa; Minadano, Sabah dan Sulawesi; serta Australia dan Papua. Bahkan kabar terakhir, wilayah Semenanjung Malaysia telah melebar ke Thailand, Laos, Myanmar, Kamboja hingga Bangladesh dan Taiwan.

Dalam laporan How The Jemaah Islamiyah Terrorist Network Operates yang dikeluarkan ICG, disebutkan jaringan di Indonesia yang bisa dimanfaatkan secara geografis terbentang dari Aceh ujung barat hingga Sumbawa di ujung timur. “Namun kekuatan terbesar tetap di Jawa, Lampung, dan Sulawesi,” jelas Jones.

Masih adanya jaringan teroris di Asia Tenggara juga dibenarkan Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Anton Bachrul Alam. Ia mengungkapkan, jaringan teroris pimpinan Noordin M Top, Tanzim Qoidatul Jihad (TQJ) sudah dibentuk enam bulan sebelum terjadinya peledakan Bom Bali II, 1 Oktober 2005 lalu.

Menurut Anton, dari keterangan para tersangka, TQJ ini telah membuat website yang akan ditayangkan sampai ke luar negeri tetapi sudah keburu ditangkap. Lebih lanjut, Anton mengatakan bahwa dalam kelompok TQJ tersebut, Noordin M Top bertindak selaku ketua kelompok gugus kepulauan Melayu dengan sasaran operasi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengatakan, Indonesia dan Asia Tenggara bukanlah pusat terorisme. Indonesia, kata dia, justru menjadi target terorisme yang mendapat peluang akibat ketidakstabilan politik dan keamanan pada waktu reformasi lalu. Namun Muzadi juga mengingatkan, kalau faktor-faktor yang menimbulkan terorisme tidak ditanggulangi, sebagai contoh, ia menyebut kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah, maka potensi terorisme di kawasan Asia Tenggara masih akan tetap ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com