Sutia Budi*
Pendahuluan
Perubahan dunia begitu cepat. Seluruh sendi kehidupan tak luput dari perubahan dan pengaruh global. Seorang ahli, Peter Senge (1994) menyatakan bahwa ke depan terjadi perubahan dari detail complexity menjadi dynamic complexity yang membuat interpolasi menjadi sulit. Perubahan-perubahan terjadi sangat mendadak dan tidak menentu.
Walau pascaperang dingin belum nampak bangunan politik dan ekonomi yang jelas dan pengaruh Amerika Serikat (USA) diindikasikan mulai luntur, tetapi pengaruh USA masih menggejala di beberapa belahan dunia. Di pihak lain, terlihat adanya kecenderungan munculnya kekuatan baru di kawasan Eropa dan Asia. Kawasan Asia Selatan, Asia Timur, Amerika Latin, dan Uni Eropa telah memainkan peranan politik dan ekonomi yang sangat penting.
Dalam isu lingkungan, dunia telah berubah dahsyat. Laporan terbaru Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyebutkan bahwa negara-negara berkembang akan terkena dampak buruk perubahan iklim karena keterbatasan sumber daya yang ada dalam melakukan adaptasi. Sekitar 130 juta orang di kawasan Asia diperkirakan akan mengalami kekurangan air dan kekeringan tahun 2050. Peristiwa yang sama akan menimpa sekitar 1,8 miliar penduduk Afrika pada tahun 2080.
Perubahan iklim telah melanda dunia dan sesungguhnya tidak satu pun negara yang luput dari dampaknya. Negara besar seperti USA, Jepang, Australia, dan China adalah penyumbang besar efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global mungkin sudah siap mengatasi dampaknya, sementara kawasan yang paling tidak siap menghadapi dampak tersebut adalah Asia-Afrika. Negara-negara Asia-Afrika yang kebanyakan tergolong negara berkembang tidak siap dengan perubahan tersebut dikarenakan oleh keterbatasan dana, teknologi, dan sumber daya manusia. Pemanasan global disinyalir sebagai gagalnya model pembangunan negara-negara di dunia saat ini. Hampir semua negara terkonsentrasi pada pembangunan ekonomi dan di sisi lain meninggalkan paradigma pembangunan yang berorientasi pada keselamatan rakyatnya. Demikian halnya yang terjadi di negara kita, Indonesia.
Tantangan Indonesia
Indonesia yang merupakan bagian dari Asia, siap ataupun tidak, tetap akan menerima dampak dari isu perubahan tersebut di atas. Beban negeri ini memang terlampau besar, mulai dihadapkan pada kenyataan tidak menentunya struktur politik internasional, tata ekonomi dunia, dampak perubahan iklim yang kian menakutkan, serta isu-isu dalam negeri yang tak kalah beratnya. Kemiskinan, pengangguran, bencana alam, serta pertahanan negara (fisik dan non-fisik) yang semakin rapuh merupakan bagian kecil dari ancaman yang menghadang.
Belum lagi beban ekonomi, terutama utang luar negeri dan utang domestik yang kian membumbung tinggi. Lalu bagaimana dengan posisi dan peranan kaum muda Indonesia dalam menanggapi tantangan tersebut?. Nampaknya hal ini menarik untuk diperbincangkan.
Peranan Kaum Muda?
Kaum muda merupakan aset bangsa, agen perubahan sosial (agent social of change), dan pemegang kebijakan masa depan. Kaum muda Indonesia ditantang oleh kenyataan yang melanda negerinya sendiri untuk mengembangkan aksi-kongkrit dalam bentuk lain dari sekadar gerakan parlemen jalanan.
Generasi Muda sebagai pewaris, penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sebagai sumber insani bagi pembangunan nasional, ibarat mata rantai yang tergerai panjang. Posisi generasi muda dalam masyarakat menempati mata rantai yang paling sentral dalam artian bahwa, pemuda berperan sebagai pelestari nilai budaya, kejuangan, pelopor dan perintis pembaruan melalui karsa, karya dan dedikasi. Selain itu pemuda juga mempunyai peran dalam menggerakkan pembangunan sekaligus menjadi pelaku aktif dalam proses pembangunan nasional serta berperan dalam memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa (Bambang Murgiyanto, 2003).
Dalam menanggapi perubahan, kaum muda sebagai calon pemegang tampuk kepemimpinan juga mesti memperhatikan pendapat Rossabeth Moss Kanter (1994) yang mengemukakan bahwa masa depan akan didominasi oleh nilai-nilai dan pemikiran cosmopolitan, dan karenanya setiap pelakunya, termasuk pelaku bisnis dan politik dituntut memiliki 4 C, yaitu concept, competence, connection, dan confidence.
Kaum muda dituntut untuk menyiapkan dirinya dengan segenap kemampuan. Kemampuan konsep yang dicerminkan oleh intelektualitas dan kemampuan riset, kompetensi di berbagai bidang (life skills and technical skills), kemampuan membangun jejaring (nasional dan internasional), serta kepercayaan diri untuk memimpin perubahan.
Kaum muda juga harus mampu berperan menjadi inspirator, inisiator, motivator dan organisator menuju perubahan. Sedikitnya ada empat tanggung jawab menurut Elwin Tobing (2004) yang harus diemban oleh siapapun yang mengklaim dirinya akan menjadi pemimpin nasional. Pertama, meneruskan komitmen terhadap perjuangan moral. Kedua, melanjutkan dan meningkatkan kualitas reformasi, karena pengertian reformasi sudah mengalami berbagai penyimpangan. Ketiga, mewujudkan kegemilangan masa depan atas masa lalu. Masa lalu bangsa ini ditandai dengan mismanagement sumberdaya alam dan manusia. Keempat, mewujudkan kemenangan nurani rakyat. Selama beberapa dekade, rakyat telah menyaksikan banyak individu yang melakukan penyimpangan baik di bidang ekonomi, politik dan hukum.
Selain kemampuan dan tanggung jawab di atas, kaum muda juga harus mampu menyiapkan dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Paling tidak terdapat empat bentuk kemampuan yang harus dimiliki dalam rangka menjawab tantangan global.
Pertama, kemampuan meneliti (riset). Penelitian bermula dari adanya masalah. Kaum muda Indonesia tentu sangat menyadari bahwa masalah negeri ini demikian kompleks dan seperti benang kusut. Oleh karenanya kaum muda ditantang untuk mengurai dan memecahkan masalah-masalah sesuai dengan disiplin ilmu dan kemampuan yang dimilikinya. Riset akan membuahkan imajinasi, lalu bergerak menjadi kreasi. Selanjutnya kreasi akan mendorong produksi, kemudian melahirkan industri, dan pada pada akhirnya gebrakan industri akan menciptakan generasi yang mandiri. Dengan demikian, jika generasi muda Indonesia memimpikan kemandirian, maka gerakan riset merupakan sebuah keniscayaan.
Kedua, kemampuan advokasi. Semua menyadari bahwa kondisi masyarakat saat ini sungguh memprihatinkan. Kemiskinan, penganguran, serta merebaknya patologi sosial masyarakat merupakan fakta keseharian kita. Gerakan pemberdayaan bergaya konvensional nampaknya sulit untuk dijadikan penawar. Kaum muda semestinya memahami tentang gerakan advokasi-pemberdayaan yang komprehensif. Harus diakui bahwa potret kaum muda yang terlihat saat ini baru mampu melakukan advokasi parsial. Gerakan pemberdayaan yang dilakukan pun tidak dibangun di atas kemandirian kaum muda itu sendiri. Kemampuan advokasi perlu dibangun, dipahami dan dilakukan, serta mencari terobosan gerakan baru dalam upaya menjawab tantangan dan perubahan.
Ketiga, kemampuan memproduksi. Pengertian memproduksi tidak lantas identik dengan kegiatan produksi secara besar-besaran (masif), akan tetapi dalam skala sekecil apapun. Kaum muda dituntut untuk mengembangkan kreasi-kreasi alternatif yang dapat mendorong produksi, bukan lagi budaya photo copy.
Keempat, kemampuan publikasi. Jika kegiatan riset telah menjadi budaya, advokasi menjadi menu sehari-hari, dan produksi menjadi aksi, maka kemampuan berikutnya adalah kemampuan mengkomunikasikan gerakan kemandirian tersebut melalui publikasi massa. Banyak media yang dapat dipergunakan, cetak, elektronik, dan media lain yang dibuatnya sendiri pun bisa dijadikan alat pencerahan bagi rakyat dalam menjawab perubahan dan tantangan global.
Penutup
Kaum muda memiliki peranan yang signifikan dalam proses pembangunan. Ia merupakan penggerak arah dan kebijakan pembangunan serta menentukan masa depan bangsa. Kaum muda harus berani mengambil peran dalam berbagai bidang, terutama kerja-kerja intelektual sehingga menjadi pijakan dan fundamen yang kokoh dalam pembangunan ke depan. Gerakan penelitian (research movement), gerakan keilmuan (intellectual movement), dan gerakan mencipta (creation movement) menuju arah kemandirian bangsa harus selalu dikumandangkan sehingga akan bergerak menjadi budaya kaum muda Indonesia.
Jika mantan presiden Soekarno berani meminta sepuluh anak muda untuk menggoncangkan dunia ini, maka apakah kaum muda Indonesia -yang terdiri dari ratusan organisasi kepemudaan dan mahasiswa dengan segenap potensi yang ada di dalamnya- tidak berani menggoncangkan Indonesia dalam menyongsong perubahan dunia?. Jika kaum muda tidak berani bertekad dan berbuat, maka selesai sudah negeri ini. Wallahu a’lam. []
*Ketua DPP IMM (Bidang Keilmuan), Peneliti LP3M Ahmad Dahlan Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com