SP/Adi Marsiela
Dudum Sondjaja (kiri) merupakan saksi hidup peristiwa 'penculikan' Soekarno-Hatta oleh para pemuda ke Rengasdengklok, 64 tahun silam. Saat itu, dia baru berusia 10 tahun dan ikut menyaksikan upaya para pemuda yang meminta Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
roses penulisan naskah proklamasi 64 tahun silam tidaklah lebih dari lima menit. Soekarno menulisnya di atas sebuah kertas dengan menggunakan pensil gambar. Sambil menulis, dia mengepalkan tangan kiri yang diacungkan ke udara. "Basmalah," demikian kata presiden pertama Indonesia itu.
Sebelum menulisnya, Soekarno sempat bersite- gang dengan Singgih, Sho Dancho atau Komandan Peta (Pembela Tanah Air) Jakarta. Malah, secara tidak langsung Singgih 'mengancam' Soekarno.
"Jadi bapak menunggu Jepang menyerahkan kemerdekaan kepada kita? Pak, daripada bapak gugur oleh bangsa lain, lebih baik bapak gugur di tangan 'putra' sendiri". Sambil mengatakan hal itu, Singgih mencabut pistol dari sarungnya dan menaruhnya di atas meja. Tepat di hadapan Soekarno yang duduk didampingi Mohammad Hatta.
Kejadian di asrama Peta Rengasdengklok tanggal 16 Agustus 1945 itu masih diingat betul oleh Dudum Sondjaja. Saat itu, usianya baru 10 tahun. Dudum merasa sangat beruntung bisa menjadi saksi sejarah.
Malam sebelumnya, Soekarno-Hatta yang juga diikuti oleh Fatmawati, dan Otto Iskandardinata bermalam di rumah MS Safe'I, ayah Dudum. Sang ayah merupakan Ketua Partai Nasional Indonesia Kota Karawang, Jawa Barat.
Setelah bermalam di rumah Safe'I, Singgih bersama rekannya Tjokropranolo dan pemuda-pemuda lain membawa Soekarno-Hatta ke rumah Djiaw Kie Siong, seorang warga Rengasdengklok. Pemindahan itu karena rumah tersebut jaraknya berdekatan dengan asrama Peta. Selang dua jam dari jam delapan pagi, rombongan berpindah ke asrama tersebut. Dudum ikut serta.
Setelah mendapatkan 'ancaman' dari Singgih, Soekarno sempat terdiam sebelum akhirnya memerintah Dudum. "Dum, ambilkan kertas," kenang Dudum.
Pada kertas itu pula akhirnya naskah proklamasi ditulis oleh Soekarno. Setelah selesai menulis, naskah itu lantas diserahkan kepada Hatta. Seusai membacanya, Hatta mengembalikan naskah itu kepada Soekarno sebelum akhirnya dibacakan di dalam ruang pertemuan itu.
Lewat delapan karya lukisannya yang dipajang dalam acara Festival Kisah dan Karya Kemerdekaan di Gedung Indonesia Menggugat, Kota Bandung, Dudum mencoba merekonstruksi ulang ingatannya untuk memperingati Hari Ulang Tahun ke-64 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pelukis
Begitu naskah proklamasi selesai ditulis, rombongan Soekarno-Hatta dan para tokoh pemuda itu keluar ke lapangan. Mereka melaksanakan upacara bendera dan pembacaan naskah proklamasi. Lagu Indonesia Raya pun berkumandang di Rengasdengklok. Dudum menggambarkan peristiwa itu dalam lukisan berjudul Upacara Bendera.
Sayangnya, Dudum tidak membuat gambar saat detik-detik proklamasi di Jalan Pengangsaan Timur Nomor 56, Jakarta. Padahal, dia juga hadir di sana untuk mengikuti upacara. "Dalam upacara itu, naskah yang dibacakan adalah yang sudah diketik oleh Sayuti Melik," tuturnya.
Kemampuan melukis Dudum saat masih kecil ternyata menarik perhatian Soekarno. Dia meminta agar sekretaris pribadinya Pramurahardjo membantu mengembangkan bakat Dudum. Akhirnya, Dudum dititipkan pada Katamsi, pendiri Akademi Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta. Apalagi saat itu, dokumentasi fotografi masih dilarang oleh Pemerintah Jepang.
Dudum juga berkesempatan untuk menekuni ilmu industri seni kerajinan tangan di Jepang. Kali ini bantuan datang dari sahabat Soekarno, Dasa'at. Selang beberapa tahun kemudian, atas bantuan Chio Wie Thay, Dudum belajar di Belanda selama tujuh tahun. "Sekarang saya tinggal di Desa Mekar Wangi, Ciwidey. Dekat kebun teh. Kalau ke sana bilang saja cari Pak Dudum yang pelukis," katanya.
Festival yang berlangsung sejak tanggal 15 hingga 25 Agustus 2009 ini juga menampilkan 24 sketsa karya almarhum pelukis Sudjana Kerton. Bedanya, sketsa-sketsa ini dipamerkan secara terpisah di Museum Asia Afrika dan Sanggar Luhur, Jalan Bukit Pakar Timur, Bandung.
Penggagas Festival Kisah dan Karya Kemerdekaan Bambang Subarnas menga- takan, sketsa-sketsa itu merupakan koleksi yang jarang dipamerkan. Selama ini, publik juga lebih mengenal Sudjana Kerton sebagai pe- lukis. "Padahal, dia juga wartawan yang bekerja sebagai illustrator untuk surat kabar Patriot di Yogyakarta," paparnya.
Dia berharap kegiatan yang dirangkaikan juga dengan pemutaran film perjuangan, Asia-Afrika, dan dokumentasi seorang Indonesia di Rusia itu bisa menggugah masyarakat untuk menghayati kembali nilai-nilai dan arti kemerdekaan. [SP/Adi Marsiela]
Last modified: 18/8/09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com