Muhammadiyah didalam memahami Islam dilakukan secara komprehensif. Aspek Aqidah, Ibadah, Akhlak, dan Mu’amalah Duniawiyah tidak dipisahkan satu dengan yang lain, meskipun dapat dibedakan. Dalam memahami Islam akal dapat digunakan sejauh yang dapat dijangkau. Hal-hal yang dirasakan di luar jangkauan akal, diambil sikap tawaqquf dan tatwidh. Memaksa ta’wil terhadap hal-hal yang dirasakan diluar jangkauan akal, dipandang sebagai menundukkan nash terhadap akal.
Aspek aqidah lebih banyak didasarkan atas nash, ta’wil dipergunakan sepanjang didukung oleh qarinah-qarinah yang dapat diterima.
Aspek akhlak mutlak berdasarkan nash, sedangkan akhlak situasional dan kondisional tidak dapat diterima.
Ibadah Mahdah berdasarkan nash sedangkan untuk aspek muamalah, jika diperoleh dalil-dalil qoth’y, dilaksanakan sesuai ajaran nash. Tetapi jika diperoleh dari dalil-dalil dhonny, maka dilakukan penafsiran. Dalam hal ini asas maslahah dapat dijadikan landasan penafsiran.
Sifat hati-hati terhadap hal-hal yang belum diperoleh penjelasan, diperlukan guna menjaga keselamatan beragama.
Muhammadiyah dalam mamahami dam mengamalkan Islam berdasarkan Al Quran dan Sunnah Rasul dengan menggunakan akal pikiran sesuai ajaran Islam . Pengertian Al- Quran sebagai sumber ajaran Islam adalah kitab Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW sedangkan sunnah rosul adalah sumber ajaran Islam berupa penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al Quran yang diberikan oleh nabi Muhammad (matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah butir ke 3).
Bagi Muhammadiyah memahami Islam secara benar sangatlah menentukan beragama secara benar pula. Apabila faham tentang Islam itu tidak benar maka tidak akan benar menangkap hakekat dan citra ajaran Islam secara benar. Sehingga akan berpengaruh terhadap pengamalannya dalam kehidupan secara benar pula. Oleh karena itu untuk memahami Islam perlu dasar yang kokoh dan benar.
Beberapa prinsip yang menjadi dasar paham agama Islam dalam Muhammadiyah, disebutkan dalam penjelasan matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah adalah sebagai berikut :
a. Agama Islam ialah agama Allah yang diturunkan kepada para Rosulnya sejak nabi Adam sampai nabi terakhir, ialah nabi Muhammad SAW Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir diutus dengan membawa syariat agama yang sempurna untuk seluruh umat manusia sepanjang masa maka dari itu agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad itulah yang tetap berlaku sampai sekarang dan untuk masa-masa selanjutnya.
Agama yakni agama Islam yang di bawa nabi Muhammad SAW ialah apa yang diturunkan Allah dalam Al Quran yang tersebut dalam sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia dunia dan akhirat (putusan Majelis Tarjih)
b. Dasar Agama Islam.
1. Al Quran : Kitab Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW.
2. Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran Al Quran yang diberikan nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam (Nukilan MKCH)
c. Al-Quran dan Sunnah rosul sebagai penjelasannya adalah pokok dasar hukum ajaran Islam yang mengandung ajaran yang benar akal pikiran atau Ar ra’yu adalah alat untuk :
1 menagngkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam Al Quran dan Sunnah Rasul.
2 Mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian Al Quran dan Sunnah Rasul.
Untuk melaksanakan ajaran Al Quran dan sunnah Rasul dalam mengatur dunia guna memakmurkannya, atau pikiran yang dinamis dan progresif mempunyai peranan yang penting dan lapangan yang luas. Begitu pula akal pikiran bisa untuk mempertimbangkan seberapa jauh pengaruh keadan dan waktu terhadap penerapan suatu ketentuan hukum dalam batas maksud-maksud pokok ajaran agama.
3. Hubungan Sunnah dengan Al Quran. :
a. Bayan Tafsir : yaitu sunnah menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal, dam musytaraq. Seperti hadis – Shallu kama ra aitu munni usholli – adalah tafsir dari ayat-ayat : Aqimusholah.
b. Bayan taqriri. Yaitu sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al Quran seperti hadis : Sumun liru’ yatihii....adalah memperkokoh surat Al Baqoroh ayat 185.
c. Bayan Tadhlihi : yaitu sunnah menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat seperti pernyataan nabi : Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah di zakati adalah tadhlihi terhadap surat Attaubah ayat 34.
Muhammadiyah berpendapat bahwa pintu ijtihad senantiasa terbuka.
d. Kedudukan ijtihad : tidak semua ayat Al Quran yang mengatur hidup dan kehidupan manusia sudah di atur secara terinci. Ada yang diatus secara global (garis besar atau prinsip-prinsipnya.) dan ada yang diatur secara detail. Untuk penjabaran dan pengembangan hal-hal yang diatur secara detail Al-Quran dan As Sunnah memberikan kesempatan kepada para ulama mujtahidin untuk melakukan ijtihad dan hadist muk’adzbinjabbal dan hadist-hadist yang lain. Yaitu menggunakan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Al Qur’an dan As Sunnah, dalam ber-ijtihad para mujtahidin bisa menggunakan metode ijma (sahabi), qiyas, ikhtisan dan maslahir mursalah. Keputusan ijtihad tidak bersifat absolut, karena merupakan produk akal pikiran, tidak berlaku bagi semua orang dan semua masa, dan tentu saja tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
METOLOGI IJTIHAD :
1. Ijma : Kesepakatan para imam mujtahid dikalangan umat islam tentang suatu hukum islam pada suatu masa (masa sahabat setelah Rasulullah wafat). Menurut kebanyakan para ulama rasul, hasil ijma’ dipandang sebagai salah satu sumber hukum islam sesudah Al-Qur’an dan Hadist. Pemikiran tentang ijma’ berkembang sejak masa sahabat sampai masa sekarang, sampai masa para imam mujtahid.
2. Qiyas : Menyamakan sesuatu hal yang tidak disebutkan hukumnya didalam nash, dengan hal yang disebutkan hukumnya didalam nash, karena adanya persamaan illat (sebab) hukum pada dua macam hal tersebut, contoh : hukum wajib zakat atas padi yang dikenakan pada gandum.
Rukun qiyas :
a. Al- Ashlu, yaitu hal yang telah disebutkan dalam nash yang menjadi pangkal qiyas, atau pokok dalam hal ini gandum.
b. Cabang, dalam hal ini padi
c. Wajib zakat gandum adalah hukum asal.
d. Bahan makanan pokok adalah illat hukum Al-Ashlu
Karena antara padi dengan gandum mempunyai illat yang sama yaitu sebagai makanan pokok, maka padi dikenakan wajib di zakakti seperti wajibnya gandum untuk di zakati. Untuk Qiyas digunakan dalam bidang muamalah duniawiyah, tidak berlaku untuk bidang ibadah mahdlah. La qiyasa fil ibadah.
3. Maslakhah, mursalah atau Istislah
Yaitu, menetapkan hukum yang sama sekali tidak disebutkan dalam nash dengan pertimbangan untuk kepentingan hidup manusia yang bersendikan manfaat dan menghindarkan madlarat. Contoh, mengharuskan pernikahan dicatat, tidak ada satu nash pun yang membenarkan atau membatalkan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kepastian hukum atas terjadinya perkawinan yang dipergunakan oleh negara. Hal ini dilakukan untuk melindungi hak suami istri. Tanpa pencatatan negara tidak mempunyai dokumen otentik, atas terjadinya perkawinan.
4. Istihsan : yaitu memandang lebih baik, sesuai dengan tujuan syariat, untuk meninggalkan ketentuan dalil khusus dan mengamalkan dalil umum. Contoh : Harta zakat tidak boleh dipindahtangankan dengan cara dijual, diwariskan, atau dihibahkan. Tetapi kalau tujuan perwakafan (tujuan syar’i) tidak mungkin tercapai, larangan tersebut dapat diabaikan, untuk dipindah tangankan, atau dijual, diwariskan atau dihibahkan.
Contoh : Mewakafkan tanah untuk tujuan pendidikan islam. Tanah tersebut terkena pelebaran jalan, tanah tersebut dapat dipindahtangankan dengan dijual, dibelikan tanah ditempat lain untuk pendidikan islam yang menjadi tujuan syariah diatas.
Secara khusus, pemahaman islam dalam Muhammadiyah, dapat dikaji dalam pokok-pokok Manhaj Trjih yang telah dilakukan dalam menetapkan keputusan sebagai berikut :
1) Dalam beristiddlah, dasar utamanya adalah Al-Qur’an dan As Sunnah Ash-Shahihah, Ijtihad dan istibath atas dasar illah terhadap hal-hal yang tidak terdapat dalam nash dapat dilakukan sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abuddi, dan memang merupakan hal yang dihajatkan hidup manusia.
Dengan perkataan lain Majlis Tarjih menerima ijtihad termasuk Qiyas, sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara langsung.
2) Dalam memutuskan suatu keputusan dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam menetapkan masalah ijtihadiyah digunakan sistem ijtihad jama’i. Dengan demikian pendapat perorangan dari anggota majelis tidak dapat dipandang sebagai pendapat majelis.
3) Tidak mengikatkan diri pada suatu madzhab, tetapi pendapat imam imam madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan sepanjang sesuai dengan Al-Qur’an dan As Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat.
4) Berpikir terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya keputusan Majelis Tarjih yang paling benar. Keputusan diambil atas dasar landasan dalil-dalil yang dipandang paling kuat yang didapat ketika putusan diambil. Dan koreksi dari siapapun akan diterima, sepanjang dapat diberikan dalil-dalil yang lebih kuat. Dengan demikian Majelis tarjih dimungkinkan merubah keputusan yang pernah ditetapkan.
5) Didalam masalah aqidah (tauhid) hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutaasatir.
6) Tidak menolak ijma’ sahabat sebagai dasar suatu keputusan.
7) Terhadap dali-dalil yang nampak suatu ta’arudl digunakan cara : Al-jam’u wa Taufiq, dan kalau tidak dapat baru dilakukan tarjih.
8) Menggunakan asas Saddudz dzarai’ untuk menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah.
9) Menta’lil dapat dipergunakan untuk memahami dalil-dalil Al-Qura’an dan As Sunnah sepanjang sesuai dengan tujuan syariah. Adapun qaidah ”Al Hukmu yaduuru ma’a illatihi wujudan wa’adaman” dalam hal-hal tertentu dapat berlak.
10) Penggunaan dalil-dalil untuk menetapkan suatu hukum dilakukan dengan cara koprehensif, utuh dan bulat, tidak terpisah.
11) Dalil-dalil umum Al-Qur’an dapat ditaksir dengan Hadist Ahad, kecuali dalam bidang ’aqidah.
12) Dalam mengamalkan agama islam menggunakan prinsip ’ At-Tasyir.
13) Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuan dari Al-Qur’an dan As Sunnah, pemahamannya dapat menggunakan Al-Qur’an akal sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya, meskipun harus diakui bahwa akal bersifat nisbi, sehingga prinsipnya mendahulukan nash dari pada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan situasi dan kondisi.
14) Dalam hal-hal termasuk Al-Umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi, menggunakan akal sangat diperlukan, demi untuk tercapainya kemaslahatan umat.
15) Dalam memahami nash, makna dhahir didahulukan dari takwil dalam bidang ’aqidah. Dan takwil sahabat dalam hal itu tidak harus diterima.
16) Untuk memahami nash yang musytarak, faham sahabat bisa diterima.
17) Jalan Ijtihad yang telah ditempuh meliputi :
a. Ijtihad Bayam : yaitu ijtihad terhadap ayat yang majmal baik karerna belum jelas maksud lafadz yang dimaksud maupun karena lafadz itu, mengndung makna ganda, mengandung arti musytarak ataupun karena pengertian lafadz dalam ungkapan yang konteksnya mempunayai arti yang jumbuh (mutasyabih) ataupun danya beberapa dalil yang bertentangan (ta’arrudl) dalam hal terakhir digunakan cara jama’ dan tanfiq.
b. Ijtihad Qiyasi : yaitu menyenerangkan hukum yang telah ada nashnya kepada masalah baru yang belum ada hukumnya berdasarkan nash, karena adanya kesaman ’illah.
c. Ijtihad Istishlahy : yaitu ijtihad terhadap masalah yang tidak ditunjukki nash sama sekali secara khusus, maupun tidak adanya mengenai masalah yang ada kesamaannya. Dalam masalah yang demikian penetapan hukum dilakukan berdasarkan ’illah untuk kemaslahatan.
18) Dalam menggunakan hadits, terdapat beberapa kaidah yang telah menjadi keputusan Majelis Tarjih sebagai berikut :
a. Hadits mauquf tidak dapat dijadikan hujjah. Yang dimaksud dengan hadits mauquf ialah apa yang disandarkan kepada sahabat baik ucapan maupun perbuatan semacamnya, baik bersambung maupun tidak.
b. Hadits mauquf yang dihukum mafu’ dapat menjadi hujjah, hadits mauquf yang dihukum marfu’ apabila ada qarinah yang dapat dipahami dari padanya bahwa Hadits itu marfu’.
c. Hadits Mursal Sahabi dapat dijadikan hujjah, hadits dapat dijadikan hujjah, jika ada qarinah yang menunjukkan persanbungan sanadnya.
d. Hadits Mursal Tabi’i Semata, tidak dapat dijadikan hujjah. Hadits dapat dijadikan hujjah jika ada qorinah yang menunjukkan persambungan sanad sampai kepada Nabi.
e. Hadits-hadits dla’if yang kuat menguatkan, tidak dapat dijadikan hujjah, kecuali jika banyak jalan meriwayatkannya, ada qarinah yang dapat dijadikan hujjah dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits Shahih.
f. Dalam menilai perawi hadits, jarh didahulukan daripada ta’dil, setelah adanya keterangan yang mu’tabar berdasarkan alasan syara’.
g. Periwayatan orang yang dikenal melakukan tadlis dapat diterima riwayatnya, jika ada penunjuk bahwa hadits itu muttasil, sedangkan tadlis tidak mengurangi keadilan.
B. MEMANDANG ISLAM SECARA MENYELURUH.
1. Seorang Islam harus memahami Islam secara utuh dan menyeluruh, tidak secara parsial, karena pemahaman yang parsial menyebabkan Islam tidak fungsional secara kaffah dalam kehidupan.
2. Islam adalah suatu sustem yang menyeluruh (nidhan samil) mencakup selurh aspek kehidupan, rohaniah dan jasmaniah, duniawiyah dan ukhrowiyah.
3. Secara garis besar ajaran Islam mencakup aspek :
a. Aqidah : Aspek keyakinan tantang Allah, para malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, hari akhir dan taqdir.
Makna Kalimat laa ilaaha Illallah
Ikrar kalimat thayibah ini memiliki artii koperhensif, mencakup :
- La Khaliqa Illallah
- La Raziqa Illallah
- La Hafidza Illallah
- La Mudabbira Illallah
- La Malika Illallah
- La Waliya Illallah
- La Hakimu Illallah
- La Ghiyata Illallah
- La Ma'badu Illallah
-
Hakekat dan Dampak Dua Kalimat Syahadat.
Iqrar La Ilaha Illallah tidak dapat diwujudkan secara benar tanpa mengiguti petunjuk yang disampaikan yang disampaikan oleh Rasulallah SAW. Oleh sebab itu iqrar Lailaha Illallah harus diikuti oleh iqrar Muhammad Rasulallah. Dua iqrar itulah yang dikenal dengan dua kalimat (syahadatain) yang menjadi pintu gerbang seseorang memasuki dien Allah SWT.
Kalau syahadat yang pertama adalah beribadah hanya kepada Allah SWT semata, maka inti dari syahadat Rasulallah SAW sebagai titik pusat ketauladanan (Uswatun Khasanah) baik dalam jhubungan dengan Allah SWT (hablum minallah) secara vertikal, maupun dalam hubungan dua kalimat syahadat itu adalah memberikan cinta yang pertama dan utama kepada Allah SWT, kemudian kepada Rosulullah SAW dan jihad fi sabilillah (Q.S.Al-Baqarah (2): 165, Q.S. At-Taubah (9) 24).
Berdasarkan ayat diatas Ab Dullah Nasih Ulwan membagi cinta (Al Mahabah), kepada tiga tingkatan :
1. Al Mahabatul Ula, yaitu mencintai Allah, Rosulnya dan Jihad Fisabilillah.
2. Al Mahabutul Wushta yaitu mencintai segala sesuatu yang diperbolehkan oleh Allah dan Rosulnya dengan cara yang diijinkannya, seperti cinta kepada anak, ibu bapak, suami-istri, karib kerabat, harta benda, dan lain sebagainya.
3. Al Mahabatul Adna, yaitu mencintai anak-anak, ibu bapak, suami atau istri, karib kerabat, harta benda dan lain sebagainya melebihi cintanya kepada Allah dan Rosulnya, dan jihad fii sabi lillah (Q.S.At-Taubah/9 : 24)
Yang membatalkan dua kalimat syahadat.
Menurut Syait hawwa dalam bukunya Al Islam, hal-hal yang membatalkan dua kalimat syahadat :
1. Bertawakal bukan kepada Allah (Q.S. Al Maidah 5 / : 23)
2. Tidak mengakui bahwa semua nikmat lahir maupun batin adalah karunia Allah SWT (Q.S. Luqman / 31 :20, (Q.S.Al-Qashas / 28 : 78)
3. Beramal dengan tujuan selain Allah (Q.S.Al-An’am / 6 :162, 163)
4. Memberikan hak mengharamkan dan menghalalkan, hak memerinah dan melarang, atau hak menentukan syariat atau hukum pada umumnya kepada selain Allah SWT (Q.S. Al-An’am / 6 : 57,(Q.S. At-Taubah (9) 31)
5. Taat secara mutlak kepada selain Allah dan Rosulnya (Hadits, dan Q.S. Asy Syu’ara’ / 26 : 151, 152)
6. Tidak menegakkan hukum Allah SWT (Q.S.Al-Maidah /5 : 44 dan (Q.S. An- Nisa : / 4 : 65)
7. Membenci Islam seluruh atau sebagiannya (Q.S.Muhammad : / 47 : 8-9)
8. Mencintai kehidupan dunia melebihi akhirat atau menjadikan dunia segela-galanya (Q.S.Ibrahim / 14 : 2-3)
9. Menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang di halalkannya. (Q.S.An-Nahl / 16:105)
10. Tidak beriman dengan seluruh nash-nash Al Quran atau sebagiannya dan sunah (Q.S.Al- Baqarah/ 2 : 85) dan hadits riwayat Turmudzi).
11. Mengangkat orang-orang kafir dan munafik menjadi pemimpin dan tidak mencintai orang-orang yang berakidah Islam ( Q.S.Al-Maidah (5) :5, dan(Q.S. An Nisa / 4 : 138 – 189)
12. Tidak beradab dalam bergaul dengan Rosulullah SAW (Q.S. Al- Hujurat / 49 : 2)
13. Memperolok-olok Al Quran dan Sunnah atau orang-orang yang menegakkan keduanya, atau memperolok-olok hukum Allah atau syiar islam. (Q.S. At Taubah / 9 : 64 – 65).
14. Tidak menyenangi Tauhid malah menyenangi Kemusrikan ( Q.S.Az- Zumar (39): 45).
15. Menyatakan bahwa makna yang tersirat (batin) dari suatu ayat bertentangan dengan makna yang tersurat (Sesuai dengan pengertian bahasa (Q.S. Ar -Ra’du / 13 : 37)
16. Memungkiri salah satu asma, sifat dan af’al Allah SWT ( Q.S.Al-A’raf / 7 : 180)
17. Memungkiri salah satu sifat Rosulullh SAW yang telah di tetapkan oleh Allah atau memberinya sifat yang tidak baik atau tidak meyakininya, sebagai contoh teladan yang utama bagi umat manusia (Q.S.Al-Ahzab / 33 : 21)
18. Mengkafirkan orang Islam atau menghalalkan darahnya, atau tidak mengkafirkan orang kafir ( HR Bukhari Muslim) dan (HR Bukhari)
19. Beribadah bukan kepada Allah (Q.S.Ar-Ra’du /13 : 14.)
20. Melakukan sirik kecil (HR ahmad).
Ibadah : Segala cara dan upacara pengabdian yang bersifat ritual yang telah diperintahkan dan diatur cara-cara pelaksanaannya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasul, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.
Akhlak : Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat yang tentram dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai dan perilaku baik dan burruk seperti sabar, syukur, tawakal, birrul walidaini, syaja'ah dan sebagaimana (Al-Akhlakul mahmudah) dan sombong, takabur, dengki, riya', 'uququl walidain dan sebagainya Al-Akhlaqul Madzmuham).
Ciri – ciri akhlak Islam :
1. Akhlaq Rabbani : Sumber akhlaq Islam itu wahyu Allah yang termaktub dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlaq Islamlah moral yang tidak bersifat kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang memiliki nilai-nilai yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang mampu menghindari nilai moralitas dalam hidup manusia (Q.S.) Al-An'am / 6 : 153).
2. Akhlak Manusiawi
Akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah manusia. Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Akhlaq Islam benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.
3. Akhlak Universal
Sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan menyangkut segala aspek kehidupan manusia baik yanng berdimensi vertikal, maupun horizontal. (Q.S. Al-An'nam : 151-152).
4. Akhlak Keseimbangan
Akhlaq Islam dapat memenuhi kebutuhan sewaktu hiduo didunia maupun diakhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan manusia duniawi maupun ukhrawi secara seimbang , begitu juga memenuhi kebutuhan pribadi dan kewajiban terhadap masyarakat, simbang pula. (H.R. Buhkori).
5. Akhlaq Realistik
Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia walaupun manusia dinyaakan sebagai makhluq yang memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk lain, namun manusia memiliki kelemahan-kelemahan itu dia sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu Allah memberikan kesempatan untuk bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa. Islam membolehkan manusia melakukan yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. (Q.S. Al- Baqarah / 27 : 173).
Mua'malah : Aspek kemasyarakatan yang mengatur pegaulan hidup manusia diatas bumi ini, baik tentang harta benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar negara dan lains ebagainya.
Aspek aqidah lebih banyak didasarkan atas nash, ta’wil dipergunakan sepanjang didukung oleh qarinah-qarinah yang dapat diterima.
Aspek akhlak mutlak berdasarkan nash, sedangkan akhlak situasional dan kondisional tidak dapat diterima.
Ibadah Mahdah berdasarkan nash sedangkan untuk aspek muamalah, jika diperoleh dalil-dalil qoth’y, dilaksanakan sesuai ajaran nash. Tetapi jika diperoleh dari dalil-dalil dhonny, maka dilakukan penafsiran. Dalam hal ini asas maslahah dapat dijadikan landasan penafsiran.
Sifat hati-hati terhadap hal-hal yang belum diperoleh penjelasan, diperlukan guna menjaga keselamatan beragama.
Muhammadiyah dalam mamahami dam mengamalkan Islam berdasarkan Al Quran dan Sunnah Rasul dengan menggunakan akal pikiran sesuai ajaran Islam . Pengertian Al- Quran sebagai sumber ajaran Islam adalah kitab Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW sedangkan sunnah rosul adalah sumber ajaran Islam berupa penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al Quran yang diberikan oleh nabi Muhammad (matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah butir ke 3).
Bagi Muhammadiyah memahami Islam secara benar sangatlah menentukan beragama secara benar pula. Apabila faham tentang Islam itu tidak benar maka tidak akan benar menangkap hakekat dan citra ajaran Islam secara benar. Sehingga akan berpengaruh terhadap pengamalannya dalam kehidupan secara benar pula. Oleh karena itu untuk memahami Islam perlu dasar yang kokoh dan benar.
Beberapa prinsip yang menjadi dasar paham agama Islam dalam Muhammadiyah, disebutkan dalam penjelasan matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah adalah sebagai berikut :
a. Agama Islam ialah agama Allah yang diturunkan kepada para Rosulnya sejak nabi Adam sampai nabi terakhir, ialah nabi Muhammad SAW Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir diutus dengan membawa syariat agama yang sempurna untuk seluruh umat manusia sepanjang masa maka dari itu agama yang diturunkan kepada nabi Muhammad itulah yang tetap berlaku sampai sekarang dan untuk masa-masa selanjutnya.
Agama yakni agama Islam yang di bawa nabi Muhammad SAW ialah apa yang diturunkan Allah dalam Al Quran yang tersebut dalam sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia dunia dan akhirat (putusan Majelis Tarjih)
b. Dasar Agama Islam.
1. Al Quran : Kitab Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW.
2. Sunnah Rasul : Penjelasan dan pelaksanaan ajaran Al Quran yang diberikan nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam (Nukilan MKCH)
c. Al-Quran dan Sunnah rosul sebagai penjelasannya adalah pokok dasar hukum ajaran Islam yang mengandung ajaran yang benar akal pikiran atau Ar ra’yu adalah alat untuk :
1 menagngkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam Al Quran dan Sunnah Rasul.
2 Mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian Al Quran dan Sunnah Rasul.
Untuk melaksanakan ajaran Al Quran dan sunnah Rasul dalam mengatur dunia guna memakmurkannya, atau pikiran yang dinamis dan progresif mempunyai peranan yang penting dan lapangan yang luas. Begitu pula akal pikiran bisa untuk mempertimbangkan seberapa jauh pengaruh keadan dan waktu terhadap penerapan suatu ketentuan hukum dalam batas maksud-maksud pokok ajaran agama.
3. Hubungan Sunnah dengan Al Quran. :
a. Bayan Tafsir : yaitu sunnah menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal, dam musytaraq. Seperti hadis – Shallu kama ra aitu munni usholli – adalah tafsir dari ayat-ayat : Aqimusholah.
b. Bayan taqriri. Yaitu sunnah berfungsi untuk memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al Quran seperti hadis : Sumun liru’ yatihii....adalah memperkokoh surat Al Baqoroh ayat 185.
c. Bayan Tadhlihi : yaitu sunnah menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat seperti pernyataan nabi : Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah di zakati adalah tadhlihi terhadap surat Attaubah ayat 34.
Muhammadiyah berpendapat bahwa pintu ijtihad senantiasa terbuka.
d. Kedudukan ijtihad : tidak semua ayat Al Quran yang mengatur hidup dan kehidupan manusia sudah di atur secara terinci. Ada yang diatus secara global (garis besar atau prinsip-prinsipnya.) dan ada yang diatur secara detail. Untuk penjabaran dan pengembangan hal-hal yang diatur secara detail Al-Quran dan As Sunnah memberikan kesempatan kepada para ulama mujtahidin untuk melakukan ijtihad dan hadist muk’adzbinjabbal dan hadist-hadist yang lain. Yaitu menggunakan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh Al Qur’an dan As Sunnah, dalam ber-ijtihad para mujtahidin bisa menggunakan metode ijma (sahabi), qiyas, ikhtisan dan maslahir mursalah. Keputusan ijtihad tidak bersifat absolut, karena merupakan produk akal pikiran, tidak berlaku bagi semua orang dan semua masa, dan tentu saja tidak boleh bertentangan dengan Al Qur’an dan As Sunnah.
METOLOGI IJTIHAD :
1. Ijma : Kesepakatan para imam mujtahid dikalangan umat islam tentang suatu hukum islam pada suatu masa (masa sahabat setelah Rasulullah wafat). Menurut kebanyakan para ulama rasul, hasil ijma’ dipandang sebagai salah satu sumber hukum islam sesudah Al-Qur’an dan Hadist. Pemikiran tentang ijma’ berkembang sejak masa sahabat sampai masa sekarang, sampai masa para imam mujtahid.
2. Qiyas : Menyamakan sesuatu hal yang tidak disebutkan hukumnya didalam nash, dengan hal yang disebutkan hukumnya didalam nash, karena adanya persamaan illat (sebab) hukum pada dua macam hal tersebut, contoh : hukum wajib zakat atas padi yang dikenakan pada gandum.
Rukun qiyas :
a. Al- Ashlu, yaitu hal yang telah disebutkan dalam nash yang menjadi pangkal qiyas, atau pokok dalam hal ini gandum.
b. Cabang, dalam hal ini padi
c. Wajib zakat gandum adalah hukum asal.
d. Bahan makanan pokok adalah illat hukum Al-Ashlu
Karena antara padi dengan gandum mempunyai illat yang sama yaitu sebagai makanan pokok, maka padi dikenakan wajib di zakakti seperti wajibnya gandum untuk di zakati. Untuk Qiyas digunakan dalam bidang muamalah duniawiyah, tidak berlaku untuk bidang ibadah mahdlah. La qiyasa fil ibadah.
3. Maslakhah, mursalah atau Istislah
Yaitu, menetapkan hukum yang sama sekali tidak disebutkan dalam nash dengan pertimbangan untuk kepentingan hidup manusia yang bersendikan manfaat dan menghindarkan madlarat. Contoh, mengharuskan pernikahan dicatat, tidak ada satu nash pun yang membenarkan atau membatalkan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kepastian hukum atas terjadinya perkawinan yang dipergunakan oleh negara. Hal ini dilakukan untuk melindungi hak suami istri. Tanpa pencatatan negara tidak mempunyai dokumen otentik, atas terjadinya perkawinan.
4. Istihsan : yaitu memandang lebih baik, sesuai dengan tujuan syariat, untuk meninggalkan ketentuan dalil khusus dan mengamalkan dalil umum. Contoh : Harta zakat tidak boleh dipindahtangankan dengan cara dijual, diwariskan, atau dihibahkan. Tetapi kalau tujuan perwakafan (tujuan syar’i) tidak mungkin tercapai, larangan tersebut dapat diabaikan, untuk dipindah tangankan, atau dijual, diwariskan atau dihibahkan.
Contoh : Mewakafkan tanah untuk tujuan pendidikan islam. Tanah tersebut terkena pelebaran jalan, tanah tersebut dapat dipindahtangankan dengan dijual, dibelikan tanah ditempat lain untuk pendidikan islam yang menjadi tujuan syariah diatas.
Secara khusus, pemahaman islam dalam Muhammadiyah, dapat dikaji dalam pokok-pokok Manhaj Trjih yang telah dilakukan dalam menetapkan keputusan sebagai berikut :
1) Dalam beristiddlah, dasar utamanya adalah Al-Qur’an dan As Sunnah Ash-Shahihah, Ijtihad dan istibath atas dasar illah terhadap hal-hal yang tidak terdapat dalam nash dapat dilakukan sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abuddi, dan memang merupakan hal yang dihajatkan hidup manusia.
Dengan perkataan lain Majlis Tarjih menerima ijtihad termasuk Qiyas, sebagai cara dalam menetapkan hukum yang tidak ada nashnya secara langsung.
2) Dalam memutuskan suatu keputusan dilakukan dengan cara musyawarah. Dalam menetapkan masalah ijtihadiyah digunakan sistem ijtihad jama’i. Dengan demikian pendapat perorangan dari anggota majelis tidak dapat dipandang sebagai pendapat majelis.
3) Tidak mengikatkan diri pada suatu madzhab, tetapi pendapat imam imam madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan sepanjang sesuai dengan Al-Qur’an dan As Sunnah atau dasar-dasar lain yang dipandang kuat.
4) Berpikir terbuka dan toleran dan tidak beranggapan bahwa hanya keputusan Majelis Tarjih yang paling benar. Keputusan diambil atas dasar landasan dalil-dalil yang dipandang paling kuat yang didapat ketika putusan diambil. Dan koreksi dari siapapun akan diterima, sepanjang dapat diberikan dalil-dalil yang lebih kuat. Dengan demikian Majelis tarjih dimungkinkan merubah keputusan yang pernah ditetapkan.
5) Didalam masalah aqidah (tauhid) hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutaasatir.
6) Tidak menolak ijma’ sahabat sebagai dasar suatu keputusan.
7) Terhadap dali-dalil yang nampak suatu ta’arudl digunakan cara : Al-jam’u wa Taufiq, dan kalau tidak dapat baru dilakukan tarjih.
8) Menggunakan asas Saddudz dzarai’ untuk menghindari terjadinya fitnah dan mafsadah.
9) Menta’lil dapat dipergunakan untuk memahami dalil-dalil Al-Qura’an dan As Sunnah sepanjang sesuai dengan tujuan syariah. Adapun qaidah ”Al Hukmu yaduuru ma’a illatihi wujudan wa’adaman” dalam hal-hal tertentu dapat berlak.
10) Penggunaan dalil-dalil untuk menetapkan suatu hukum dilakukan dengan cara koprehensif, utuh dan bulat, tidak terpisah.
11) Dalil-dalil umum Al-Qur’an dapat ditaksir dengan Hadist Ahad, kecuali dalam bidang ’aqidah.
12) Dalam mengamalkan agama islam menggunakan prinsip ’ At-Tasyir.
13) Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuan dari Al-Qur’an dan As Sunnah, pemahamannya dapat menggunakan Al-Qur’an akal sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya, meskipun harus diakui bahwa akal bersifat nisbi, sehingga prinsipnya mendahulukan nash dari pada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan situasi dan kondisi.
14) Dalam hal-hal termasuk Al-Umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi, menggunakan akal sangat diperlukan, demi untuk tercapainya kemaslahatan umat.
15) Dalam memahami nash, makna dhahir didahulukan dari takwil dalam bidang ’aqidah. Dan takwil sahabat dalam hal itu tidak harus diterima.
16) Untuk memahami nash yang musytarak, faham sahabat bisa diterima.
17) Jalan Ijtihad yang telah ditempuh meliputi :
a. Ijtihad Bayam : yaitu ijtihad terhadap ayat yang majmal baik karerna belum jelas maksud lafadz yang dimaksud maupun karena lafadz itu, mengndung makna ganda, mengandung arti musytarak ataupun karena pengertian lafadz dalam ungkapan yang konteksnya mempunayai arti yang jumbuh (mutasyabih) ataupun danya beberapa dalil yang bertentangan (ta’arrudl) dalam hal terakhir digunakan cara jama’ dan tanfiq.
b. Ijtihad Qiyasi : yaitu menyenerangkan hukum yang telah ada nashnya kepada masalah baru yang belum ada hukumnya berdasarkan nash, karena adanya kesaman ’illah.
c. Ijtihad Istishlahy : yaitu ijtihad terhadap masalah yang tidak ditunjukki nash sama sekali secara khusus, maupun tidak adanya mengenai masalah yang ada kesamaannya. Dalam masalah yang demikian penetapan hukum dilakukan berdasarkan ’illah untuk kemaslahatan.
18) Dalam menggunakan hadits, terdapat beberapa kaidah yang telah menjadi keputusan Majelis Tarjih sebagai berikut :
a. Hadits mauquf tidak dapat dijadikan hujjah. Yang dimaksud dengan hadits mauquf ialah apa yang disandarkan kepada sahabat baik ucapan maupun perbuatan semacamnya, baik bersambung maupun tidak.
b. Hadits mauquf yang dihukum mafu’ dapat menjadi hujjah, hadits mauquf yang dihukum marfu’ apabila ada qarinah yang dapat dipahami dari padanya bahwa Hadits itu marfu’.
c. Hadits Mursal Sahabi dapat dijadikan hujjah, hadits dapat dijadikan hujjah, jika ada qarinah yang menunjukkan persanbungan sanadnya.
d. Hadits Mursal Tabi’i Semata, tidak dapat dijadikan hujjah. Hadits dapat dijadikan hujjah jika ada qorinah yang menunjukkan persambungan sanad sampai kepada Nabi.
e. Hadits-hadits dla’if yang kuat menguatkan, tidak dapat dijadikan hujjah, kecuali jika banyak jalan meriwayatkannya, ada qarinah yang dapat dijadikan hujjah dan tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits Shahih.
f. Dalam menilai perawi hadits, jarh didahulukan daripada ta’dil, setelah adanya keterangan yang mu’tabar berdasarkan alasan syara’.
g. Periwayatan orang yang dikenal melakukan tadlis dapat diterima riwayatnya, jika ada penunjuk bahwa hadits itu muttasil, sedangkan tadlis tidak mengurangi keadilan.
B. MEMANDANG ISLAM SECARA MENYELURUH.
1. Seorang Islam harus memahami Islam secara utuh dan menyeluruh, tidak secara parsial, karena pemahaman yang parsial menyebabkan Islam tidak fungsional secara kaffah dalam kehidupan.
2. Islam adalah suatu sustem yang menyeluruh (nidhan samil) mencakup selurh aspek kehidupan, rohaniah dan jasmaniah, duniawiyah dan ukhrowiyah.
3. Secara garis besar ajaran Islam mencakup aspek :
a. Aqidah : Aspek keyakinan tantang Allah, para malaikat, kitab-kitab suci, para rasul, hari akhir dan taqdir.
Makna Kalimat laa ilaaha Illallah
Ikrar kalimat thayibah ini memiliki artii koperhensif, mencakup :
- La Khaliqa Illallah
- La Raziqa Illallah
- La Hafidza Illallah
- La Mudabbira Illallah
- La Malika Illallah
- La Waliya Illallah
- La Hakimu Illallah
- La Ghiyata Illallah
- La Ma'badu Illallah
-
Hakekat dan Dampak Dua Kalimat Syahadat.
Iqrar La Ilaha Illallah tidak dapat diwujudkan secara benar tanpa mengiguti petunjuk yang disampaikan yang disampaikan oleh Rasulallah SAW. Oleh sebab itu iqrar Lailaha Illallah harus diikuti oleh iqrar Muhammad Rasulallah. Dua iqrar itulah yang dikenal dengan dua kalimat (syahadatain) yang menjadi pintu gerbang seseorang memasuki dien Allah SWT.
Kalau syahadat yang pertama adalah beribadah hanya kepada Allah SWT semata, maka inti dari syahadat Rasulallah SAW sebagai titik pusat ketauladanan (Uswatun Khasanah) baik dalam jhubungan dengan Allah SWT (hablum minallah) secara vertikal, maupun dalam hubungan dua kalimat syahadat itu adalah memberikan cinta yang pertama dan utama kepada Allah SWT, kemudian kepada Rosulullah SAW dan jihad fi sabilillah (Q.S.Al-Baqarah (2): 165, Q.S. At-Taubah (9) 24).
Berdasarkan ayat diatas Ab Dullah Nasih Ulwan membagi cinta (Al Mahabah), kepada tiga tingkatan :
1. Al Mahabatul Ula, yaitu mencintai Allah, Rosulnya dan Jihad Fisabilillah.
2. Al Mahabutul Wushta yaitu mencintai segala sesuatu yang diperbolehkan oleh Allah dan Rosulnya dengan cara yang diijinkannya, seperti cinta kepada anak, ibu bapak, suami-istri, karib kerabat, harta benda, dan lain sebagainya.
3. Al Mahabatul Adna, yaitu mencintai anak-anak, ibu bapak, suami atau istri, karib kerabat, harta benda dan lain sebagainya melebihi cintanya kepada Allah dan Rosulnya, dan jihad fii sabi lillah (Q.S.At-Taubah/9 : 24)
Yang membatalkan dua kalimat syahadat.
Menurut Syait hawwa dalam bukunya Al Islam, hal-hal yang membatalkan dua kalimat syahadat :
1. Bertawakal bukan kepada Allah (Q.S. Al Maidah 5 / : 23)
2. Tidak mengakui bahwa semua nikmat lahir maupun batin adalah karunia Allah SWT (Q.S. Luqman / 31 :20, (Q.S.Al-Qashas / 28 : 78)
3. Beramal dengan tujuan selain Allah (Q.S.Al-An’am / 6 :162, 163)
4. Memberikan hak mengharamkan dan menghalalkan, hak memerinah dan melarang, atau hak menentukan syariat atau hukum pada umumnya kepada selain Allah SWT (Q.S. Al-An’am / 6 : 57,(Q.S. At-Taubah (9) 31)
5. Taat secara mutlak kepada selain Allah dan Rosulnya (Hadits, dan Q.S. Asy Syu’ara’ / 26 : 151, 152)
6. Tidak menegakkan hukum Allah SWT (Q.S.Al-Maidah /5 : 44 dan (Q.S. An- Nisa : / 4 : 65)
7. Membenci Islam seluruh atau sebagiannya (Q.S.Muhammad : / 47 : 8-9)
8. Mencintai kehidupan dunia melebihi akhirat atau menjadikan dunia segela-galanya (Q.S.Ibrahim / 14 : 2-3)
9. Menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang di halalkannya. (Q.S.An-Nahl / 16:105)
10. Tidak beriman dengan seluruh nash-nash Al Quran atau sebagiannya dan sunah (Q.S.Al- Baqarah/ 2 : 85) dan hadits riwayat Turmudzi).
11. Mengangkat orang-orang kafir dan munafik menjadi pemimpin dan tidak mencintai orang-orang yang berakidah Islam ( Q.S.Al-Maidah (5) :5, dan(Q.S. An Nisa / 4 : 138 – 189)
12. Tidak beradab dalam bergaul dengan Rosulullah SAW (Q.S. Al- Hujurat / 49 : 2)
13. Memperolok-olok Al Quran dan Sunnah atau orang-orang yang menegakkan keduanya, atau memperolok-olok hukum Allah atau syiar islam. (Q.S. At Taubah / 9 : 64 – 65).
14. Tidak menyenangi Tauhid malah menyenangi Kemusrikan ( Q.S.Az- Zumar (39): 45).
15. Menyatakan bahwa makna yang tersirat (batin) dari suatu ayat bertentangan dengan makna yang tersurat (Sesuai dengan pengertian bahasa (Q.S. Ar -Ra’du / 13 : 37)
16. Memungkiri salah satu asma, sifat dan af’al Allah SWT ( Q.S.Al-A’raf / 7 : 180)
17. Memungkiri salah satu sifat Rosulullh SAW yang telah di tetapkan oleh Allah atau memberinya sifat yang tidak baik atau tidak meyakininya, sebagai contoh teladan yang utama bagi umat manusia (Q.S.Al-Ahzab / 33 : 21)
18. Mengkafirkan orang Islam atau menghalalkan darahnya, atau tidak mengkafirkan orang kafir ( HR Bukhari Muslim) dan (HR Bukhari)
19. Beribadah bukan kepada Allah (Q.S.Ar-Ra’du /13 : 14.)
20. Melakukan sirik kecil (HR ahmad).
Ibadah : Segala cara dan upacara pengabdian yang bersifat ritual yang telah diperintahkan dan diatur cara-cara pelaksanaannya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Rasul, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.
Akhlak : Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat yang tentram dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai dan perilaku baik dan burruk seperti sabar, syukur, tawakal, birrul walidaini, syaja'ah dan sebagaimana (Al-Akhlakul mahmudah) dan sombong, takabur, dengki, riya', 'uququl walidain dan sebagainya Al-Akhlaqul Madzmuham).
Ciri – ciri akhlak Islam :
1. Akhlaq Rabbani : Sumber akhlaq Islam itu wahyu Allah yang termaktub dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlaq Islamlah moral yang tidak bersifat kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang memiliki nilai-nilai yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang mampu menghindari nilai moralitas dalam hidup manusia (Q.S.) Al-An'am / 6 : 153).
2. Akhlak Manusiawi
Akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah manusia. Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Akhlaq Islam benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.
3. Akhlak Universal
Sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan menyangkut segala aspek kehidupan manusia baik yanng berdimensi vertikal, maupun horizontal. (Q.S. Al-An'nam : 151-152).
4. Akhlak Keseimbangan
Akhlaq Islam dapat memenuhi kebutuhan sewaktu hiduo didunia maupun diakhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan manusia duniawi maupun ukhrawi secara seimbang , begitu juga memenuhi kebutuhan pribadi dan kewajiban terhadap masyarakat, simbang pula. (H.R. Buhkori).
5. Akhlaq Realistik
Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia walaupun manusia dinyaakan sebagai makhluq yang memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk lain, namun manusia memiliki kelemahan-kelemahan itu dia sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu Allah memberikan kesempatan untuk bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa. Islam membolehkan manusia melakukan yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. (Q.S. Al- Baqarah / 27 : 173).
Mua'malah : Aspek kemasyarakatan yang mengatur pegaulan hidup manusia diatas bumi ini, baik tentang harta benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar negara dan lains ebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com