DIKISAHKAN dalam The Last Emperor (Kaisar Terakhir) bahwa Pu Yi terlunta-lunta. Ia tersapu oleh gelombang besar kekuatan tentara merah. Ditemani beberapa dayang-dayang atau cantrik, kaisar terakhir Cina ini kehilangan tahta, harta, dan kemasyhuran.
Pada abad pertengahan, Cina bagi bangsa-bangsa Eropa adalah negeri impian. Berabad sebelumnya, Alfonzo de Albuquerque, pimpinan penjelajah laut dan pengembara Portugal, memimpin sebuah armada berkekuatan ratusan kapal dagang menuju Timur Jauh (Far East). Jangan pernah percaya bahwa belasan armada Barat lainnya yang berlomba-lomba ke Timur Jauh semata-mata petualangan. Mereka mengejar rempah-rempah.
Christopher Colombus mengarungi lautan dengan mengikuti arah angin. Ia tiba di tanah impian bernama Amerika. Juga jangan mudah percaya bahwa armadanya hanya mencari sepetak tanah pijakan sebagai batu loncatan misi dagang.
Belasan, bahkan mungkin puluhan armada penjelajah Barat tak tertahankan lagi. Samudera dan lautan bukan monopoli Portugal atau Spanyol. Inggris dan Belanda pun sampai mengirimkan misi dagang yang dikawal pasukan dengan perahu-perahu meriam.
Apa pun "topeng" yang dikenakan pengembara Barat, mereka sebenarnya terbuai oleh 3-G (Gold, Gospel, Glory). Kekayaan, penyebaran agama, dan kejayaan. Tiga impian itu mengubah peta dunia terpecah-pecah.
Orang Barat menyebut Middle East (Timur Tengah). Ketika kekaisaran Ottoman masih melegenda, pusat kekuasaan silih berganti antara Irak dan Turki. Orang Barat belum rakus emas hitam berwujud minyak. Mereka baru kemaruk rempah-rempah dengan menguras negeri-negeri jajahan.
Di mata Barat, kekaisaran Ottoman hanya molek dengan cerita Abu Nawas-nya dalam kisah Seribu Satu Malam. Tanah impian rupanya telah berganti. Setelah gelombang Anglo Saxon menyesaki Amerika sebagai tanah impian, Middle East kini menjadi ladang perebutan harta, pengaruh, sekaligus pengumbar nabsu dahaga perang. Peta Timur Tengah tetap bergolak, Turki tetap luput dari perhatian.
Sepotong impian masih menggelayuti Amerika. Ini cerita soal duri dalam daging. Kuba di bawah Fidel Castro selilit bagi negara adidaya tersebut. Ia bisa memproklamasikan diri sebagai negeri yang sanggup membuat pesohor mana pun fly dengan kepul asap cerutu.
Diktator dengan ciri khas cerutu terselip di mulutnya itu gagal membendung rakyat jelata yang membangun impian Amerika. Hidup bergelimang manis di negeri sendiri tentu jauh lebih makmur daripada bertaruh dengan gelombang Atlantik yang bergulung-gulung.
Eh, siapa bilang Kuba sekadar selilit? Gloria Estefan, penyani molek dan seksi, ternyata mampu menggoyang tanah impian Amerika. Ia seakan menjadi paradoks Kuba bagi Amerika. Negeri Uncle Sam's perlu menghadirkan Estefan, karena mereka tahu bahwa kemasyhuran Amerika belum sempurna tanpa gedebam drum, goyang erotis, dan suara emas pesohor itu.
***
Orang Amerika boleh-boleh saja "menyumpahi" sepak bola sebagai olahraga lucu dan menggelikan! Mereka bilang, 22 orang tak lebih sebagai dagelan. Mereka lebih suka basket, karena agregat skor angka yang berpuluh hingga seratusan.
Amerika memang paradoks. Meskipun seantero dunia goyang, sepak bola bukanlah impian mereka. Jangan samakan Turki dengan Amerika. Negara Eropa berwajah Asia-Eropa ini tidak masuk peta kekuatan sepak bola Eropa. Maaf saja kalau Turki hanya menjadi pelengkap penderita selama 77 tahun! Jangankah berdiri sama tinggi atau duduk sama rendah dengan nama-nama paten seperti Jerman, Italia, atau Inggris. Sekadar mengeja "Turkey" pun belepotan.
Namun, gold, gospel, glory kini bukan lagi monopoli Jerman, Italia, atau Inggris. Lihatlah anak-anak Turki. Mereka bangkit untuk menunai mimpi. Kisah anak negeri Turki yang terlupakan kini telah membuat Eropa gerah. Celakanya, Belgia menjadi tumbal Hakan Sukur dkk. Sebagai tuan rumah, Rode Duivels (Setan Merah) Belgia tercoreng oleh kegagalan melaju ke perempatfinal.
Weisge, arsitek Belgia, pusing tujuh keliling. Impiannya berantakan gara-gara kena sedukuk Banteng Bhosporus. Ia tak habis pikir. Bagaimana mungkin Turki yang "tidur lelap" dan tidak masuk peta kekuatan sepak bola Eropa, tiba-tiba meluluh-lantakkan kejayaan Belgia.
Bagi Barat, Turki memang sebatas Abu Nawas dalam kisah Seribu Satu Malam. Hakan Sukur misalnya, membangun impian karier dalam laga Liga Italia bersama Torino dengan transfer Rp11,2 miliar setelah sukses membawa Galatasaray menjuarai Liga Turki musim 1992-93. Sayang, Italia bukan tanah impian Sukur. Ia uring-uringan, tersisih dari pergaulan, dan ingin cepat-cepat pulang. Dalam kamus petualangan Barat, anak Turki ini terkena home sick.
Gebyar Liga Italia ternyata bertolak belakang dengan Seribu Satu Malam-nya Abu Nawas. Eh, siapa sangka jika Juventus, klub raksasa Italia, begitu ngebet dan menjanjikan mimpi kedua bagi Sukur? Apa mau di kata jika Sukur telah berbulat hati: impian pertama tak lebih sebagai neraka! Sukur pun pulang kampung.
***
Impian boleh tertunda, ambisi bisa terpinggirkan. Namun, semangat Banteng Bhosporus untuk menjinakkan tanah impian Euro 2000 tak pernah lekang. Turki yang semula begitu puritan selama 77 tahun dalam pergaulan sepakbola Eropa, tiba-tiba mendapatkan kenyataan. Apakah Abunawas telah datang?
Ah, jangan malu-malu mengakui kegairahan Hakan Sukur dkk. di kancah Euro 2000 ini semata-mata mengejar kemasyhuran agar berdiri sama tinggi dengan Jerman, Italia, atau Inggris. Mereka pun mendambakan gold alias money. Orang bilang alah bisa karena biasa.
Bayangkan, seorang pemain Turki langsung mendapat bonus masing-masing 1,4 miliar begitu memastikan diri lolos ke perempat final. Jumlah itu menjadi berlipat-lipat jika pasukan Mustafa Denizli ke final dan menjadi juara. Selain uang, Sukur dkk. diberi tali pengasih berupa mobil mewah Land Rover. Tak tanggung-tanggung, Turkiye Futbol Federasyuno (PSSI-nya Turki) memilihkan Land Rover keluaran terbaru dengan harga Rp900 juta per buah.
Turki telanjur masuk seribu Satu Malam-nya Abu Nawas. Seperti katak baru lepas dari kurungan tempurung, mereka mendapatkan kenyataan afmosfir kebebasan melawan Portugal pada babak perempatfinal. Jika warga Turki mabuk kepayang karena tim nasionalnya menaklukkan tanah impian Eropa, biarlah ekspresi itu mencapai batas antara ambisi dan kenyataan sengitnya persaingan ke partai puncak.
Yang pasti, Turki telah mewujudkan impian tertunda sejak federasi sepak bolanya berdiri pada 23 April 1923 dan menjadi anggota UEFA dan FIFA pada 1962-63. Mereka perlu dua generasi untuk sekadar membuktikan misteri Negeri Abunawas.(Mahmudiono Lamin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com