Jumat, 16 Juli 2010

Mitos Pergumulan Allah Dalam Kisah Penciptaan

Pembaca yang budiman, Kisah Penciptaan dalam Kitab Kejadian tentunya sudah tidak asing lagi bagi anda. Namun tahukah anda bahwa sebenarnya banyak hal-hal menarik yang terkubur di dalam kisah Penciptaan tersebut? Mungkin banyak di antara pembaca yang mengingkari adanya polesan mitos yang terpendam di dalam Kanon PL (dan Alkitab secara keseluruhan juga), yang menurut hemat saya, justru hanya bisa dipahami, kalau kita mau mencermati mitosnya (dan bukan membuangnya). Karena itu, tidak heran jika dulu seorang ahli seperti PB Rudolf Bultmann mengatakan bahwa Injil-injil hanya bisa dipahami jika unsur-unsur mitosnya dibuang (demitologisasi). Baiklah, beberapa mitos memang tampaknya seperti berdiri sendiri, dan tidak ada kait-mengaitnya dengan isi Alkitab. Namun banyak juga bagian-bagian yang sulit dalam Kanon PL yang justru bisa diterangkan dengan baik (antara lain seperti yang terdapat dalam kisah Penciptaan ini) melalui mitosnya, sehingga sulit bagi kita untuk memungkiri bahwa keberadaan mitos tidak penting dalam studi Alkitab. Ya, memang itu hak anda masing-masing dalam memandang dan menginterpretasi Alkitab; sebagai dokumen historiskah, teologiskah, atau something in between. Monggo.
Dikisahkan bahwa tatkala Allah menciptakan langit dan bumi (Kej 1:1), Ia berkeliling alam semesta dengan mengendarai kerubim. Dan berbeda dengan apa yang umumnya kita pahami dari Kisah Penciptaan dalam Kej 1:1-2:25, sebelum Allah menciptakan langit dan bumi, yang ada bukanlah alam semesta yang kosong melompong.
Kita mengetahui bahwa dalam Kej 1:3 Allah menciptakan cahaya. Namun dengan begitu, apakah kegelapan yang ada sebelum Allah menciptakan cahaya melulu berarti absennya cahaya? Dalam mitos Yahudi, sebagaimana juga umumnya di Timur Tengah Kuno, “gelap gulita” (hosekh) dalam Kej 1:2 bukanlah keadaan dimana cahaya absen, melainkan sebuah entitas tersendiri. “Kegelapan” inilah yang dikatakan menentang niat Allah untuk menciptakan “Terang”, karena ia tidak ingin tersingkir, sehingga Allah harus mengusirnya dengan paksa. Disebutkan bahwa “Kegelapan” ini (beberapa menyamakannya dengan Setan) di kemudian hari menjadi tempat bernaungnya malaikat-malaikat yang jatuh.
Berikutnya, saat Allah hendak memisahkan air dari air (Kej 1:6-7), dikisahkan bahwa pada saat itu Allah kembali mendapatkan perlawanan. Namun sebelum kita membahas hal itu, tahukah anda bahwa kata Ibrani yang dipakai untuk “air” dan “samudera raya” dalam Kej 1:2, 6-7 itu berbeda? Lalu mengapa demikian? Hal itu ada kaitannya dengan mitos di bawah ini.
Dalam kosmologi orang-orang Yahudi dulu, alam semesta ini diliputi oleh “samudera raya” (tehom), sebagaimana yang ada dalam Kej 1:2, dan dengan tindakan Allah dalam Kej 1:6-7, “samudera raya” itu dipisahkan oleh cakrawala menjadi “air” (mayim) yang di atas dan yang di bawah. Nah, menurut para ahli, perbedaan kata yang dipakai ini sebenarnya merupakan jejak samar akan keberadaan sepasang monster, yaitu monster laut yang bernama Tehomot dan monster darat yang bernama Behomot. Hal ini tersembunyi di balik kalimat “tohu wa bohu” (kalimat yang sulit ini sesungguhnya masih menjadi perdebatan ahli-ahli linguistik sampai sekarang) dalam Kej 1:2, yang diterjemahkan TB-LAI dengan kalimat “belum berbentuk dan kosong”. Transliterasi Latin dari huruf Ibrani untuk kata “tohu”adalah “thw”, yang jika ditambahkan sufiks “m”, menjadi “thwm”, dan dengan penambahan tanda vokal menjadi “tehom” (jadi sama dengan “samudera raya” bukan?). “Tehom”, dalam bentuk pluralnya menjadi “tehomot”. Etimologi yang sama juga berlaku bagi kata “bohu”, yang akhirnya menjadi “Behomot”, yang merupakan versi darat dari monster laut Tehomot. VoilĂ , andapun mendapatkan monster-monster “Tehomot” dan “Behomot”. Anda bahkan bisa melacak jejak keberadaan Behomot dengan jelas dalam Ayb 40:10 (terjemahan KJV menyebutnya “Behemoth”, TB-LAI malah menyebutnya “Kuda Nil”). Anda mungkin jadi bertanya-tanya dalam hati: “Mengapa harus tersembunyi dalam permainan kata-kata seperti itu, seperti film “Indiana Jones” atau “National Treasureaja?” Menurut para ahli, hal itu terjadi karena dogma yang berlaku saat itu mengenai kisah Penciptaan adalah Allah sebagai satu-satunya yang ilahi dan berkuasa mutlak dalam kisah penciptaan, dan bahwa Allah menciptakan dari nol (creatio ex nihilo). Para penyalin naskah kuno menyadari hal itu. Namun karena rasa hormat mereka terhadap dokumen yang dianggap suci, mereka tidak mau menghapus bagian-bagian yang bertentangan dengan dogma itu begitu saja; tetapi mereka juga tidak mau menyalinnya utuh tanpa modifikasi, gitu lhoh.
Kembali ke monster-monster laut tadi, dengan dibantu oleh Lewiatan (Ayb 3:8; Mzm 74:14; Yes 27:1) dan Rahab (Mzm 89:11; Yes 51:9), monster-monster laut suruhannya, “samudera raya” (Tehom/Tehomot), sang Ratu Lautan, memberontak melawan Allah. Ia melakukannya karena tidak mau tunduk di bawah kekuasaan Allah (yang ingin menciptakan daratan), dan menginginkan dunia hanya untuk dirinya sendiri. Dalam pertarungan tersebut Allah dapat menundukkan “samudera raya”. Ia mengaku kalah, air dapat ‘dipisahkan’, dan daratan keringpun akhirnya muncul, sehingga keadaan menjadi siap untuk masterpiece Allah selanjutnya, manusia. Rahab dihancurkan (Ayb 26:12; Mzm 89:11; Yes 51:9), dan Lewiatan sendiri (mitos mengisahkan bahwa ada sepasang Lewiatan, jantan dan betina), yang betina dihancurkan oleh Allah, dan yang jantan dijinakkan oleh Allah dan kemudian menjadi semacam peliharaan kesayangan-Nya (Mzm 104:26), layaknya seorang manusia dengan anjingnya. Lalu bagaimana dengan nasib Behomot (Behemoth)? Mitos menjelaskan kalau monster darat yang ini berbeda perangainya dengan sohibnya yang di lautan sana, sehingga Allah memutuskan untuk memeliharanya di sebuah tempat di dekat Taman Eden. Dikatakan bahwa pada hari kiamat nanti, Behomot dan Lewiatan akan bertarung habis-habisan (mungkin seperti film “Godzilla vs Mothra” jadinya,…he3x).
Selesai menundukkan penguasa-penguasa lautan, Allahpun melanjutkan kegiatan penciptaan-Nya. Namun, tatkala Ia hendak menciptakan manusia dari debu tanah (Kej 2:7), lagi-lagi Ia menemukan perlawanan, yang kali ini berasal dari “bumi” (adama). Disebutkan bahwa saat Allah hendak menciptakan manusia, Ia menyuruh malaikat Mikhael untuk mengumpulkan debu dari Gunung Moria (Kej 22:2; 2Taw 3:1), yang dianggap sebagai lokasi paling suci di bumi, sehingga sesuai pulalah untuk dijadikan bahan dasar manusia, ciptaan-Nya yang paling indah. Namun, saat Mikhael akan melakukan tugasnya, “bumi” menolaknya, karena ia ‘melihat’ bahwa di masa depan ia akan menjadi terkutuk karena dosa Adam (Kej 3:17; 5:29) yang diciptakan darinya, sehingga sekali lagi, Allah terpaksa turun tangan sendiri untuk melakukannya. Dan akhirnya, pergumulan Allahpun selesai.
Pembaca yang budiman, cerita mengenai pergumulan Allah melawan monster-monster di atas juga tercantum dalam Kisah Penciptaan versi lain dalam Ayb 9:8-13 dan Mzm 89:10-13. Keberadaan monster-monster itu bahkan diabadikan dalam bentuk relif-relif yang terdapat pada “Kaki Dian” (menorah) bercabang tujuh (Kel 25:31-40; Zak 4:2-3), walaupun dalam teks-teks Alkitab yang terkait dengan itu tidak ada dijelaskan mengenai relif-relif tersebut (lagi-lagi, para ahli menduga hal ini terjadi karena masalah dogma). Anda tidak percaya? Atau seperti kata lagunya Dewiq dan Indra Bekti: “Koq Gitu Sih?” Baiklah kalau begitu. Saya akan menjelaskannya sedikit. Detil dari Kaki Dian tersebut terdapat dalam ukiran yang dibuat untuk memperingati kemenangan Jenderal Titus menghancurkan Jerusalem tahun 70M, yang masih ada hingga hari ini di kota Roma (anda juga bisa melihatnya di sini). Di bagian dasar dari Kaki Dian tersebut, terdapat enam buah panel (tiga panel berdiri di atas tiga lainnya), yang dihiasi oleh relif-relif yang unik. Pada panel tengah atas, terdapat relif dua kerubim yang saling berhadap-hadapan, mirip dengan apa yang terdapat pada Tabut Perjanjian. Pada panel atas sebelah kiri dan kanan, masing-masing terdapat relif mahluk aneh yang berekor ikan, namun dengan kepala yang mirip-mirip kucing. Relif-relif ini diduga sebagai “binatang-binatang laut yang besar” dalam Kej 1:21. Pada panel paling kiri bawah, terdapat relif dua mahluk seperti monster yang saling berhadap-hadapan. Kedua mahluk tersebut tampaknya kembar. Para ahli mitos Yahudi menduga bahwa mahluk ini adalah sepasang Lewiatan. Monster yang berada pada panel tengah bawah diidentifikasi sebagai Rahab. Adapun relif yang tidak begitu jelas bentuknya pada panel kanan bawah diduga sebagai Tehom. Dan untuk informasi anda, Kaki Dian bercabang tujuh sebagaimana yang tampak dalam ukiran di Roma tersebut juga dipakai sebagai lambang negara Israel modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com