Jumat, 23 Juli 2010

berburu cara dayak

Mereka menjadi sakti, pada saat ritual Dayak yang telah dipendam dalam sebuah perjanjian Dayak se Kalimantan (Borneo termasuk Sabah, Serawak, Kuching, Brunei) untuk tidak saling membunuh tahun 1894 di Tumbang Anoi Kalteng…. bangkit kembali …

Pada saat pertemuan pendahuluan rekonsialiasi sebelum
di NAM Centre Jakarta tanggal 21 Maret 2001, pengawal
tokoh Madura di depan Mendagri menembak tokoh Dayak
Prof. K.M.A. Usop, M.A (mantan rektor Univ. Palangka
Raya), namun tembakannya tidak meletus hanya berbunyi
“klik” sebanyak dua kali, dan penembak tidak di
tangkap, walaupun saat itu hadir selain Mendagri,
seorang Mayjen TNI pada pertemuan tersebut.

Delegasi tokoh Dayak dan rombongan mengundurkan diri
dari pertemuan tanggal 22 Maret 2001 yang di TV hanya
dihadiri oleh unsur MUSPIDA Kalteng.

Kesepakatan damai hanya muncul dari pihak pemerintah,
tidak muncul dari grass root.

Mengapa ini semua terjadi ?.

Bahwa sejak 1984 sudah 16 (enam belas) kali kerusuhan
besar dan cukup besar yang dilakukan oleh warga Madura
mengorbankan banyak warga suku Dayak. Pelakunya tidak
pernah tersentuh hukum. Beberapa kali dibawah
bimbingan pemerintah dilakukan perjanjian damai, salah
satu dokumen tersebut menyatakan apabila suku Madura
berbuat keonaran lagi, mereka bersedia meninggalkan
Kalteng.

Orang Dayak amat ramah, menerima semua suku di
Kalteng, misalnya anggota DPRD Kalteng terdiri dari
Manado, Batak, Jawa, Madura (2 orang), Sunda, Cina,
Dayak dan Toraja. Tidak terhitung pejabat, pengusaha
dan lain-lainnya dari berbagai etnis yang sukses
berusaha di Kalteng.

Pada masa lalu, Program transmigrasi yang dipayungi
pemerintah memberikan perlindungan penuh kepada warga
Madura, hal ini juga dilakukan oleh Ikatan Keluarga
Madura (IKAMA) yang tidak pernah menindak warga Madura
yang melanggar hukum.

Suku Madura mendapat perlindungan hukum dan mendapat
kemudahan untuk membangun permukiman di tanah-tanah
Dayak bahkan beberapa tanah sakral suku Dayak dikuasai
dengan mudah tanpa perlawanan dengan alasan membuka
peluang transmigrasi swakarsa bagi pendatang. Setiap
kasus pertanahan yang menyangkut hak suku Dayak,
selalu berakhir dengan pengeroyokan pemilik tanah
(Dayak) .. di bunuh, dan mereka menghilang. Tokoh
Madura di Jawa Timur amat bangga dengan keberhasilan
Madura di Kalteng, para Kiyai mendorong migran Madura
secara massal ke Kalteng tanpa seleksi tabiat perilaku
yang disharmonis.

Tanah bersertifikat dengan mudah di klaim, apabila
ditanyakan, selalu di jawab “saya punya tanahnya,
sampean silahkan pegang sertifikatnya”. Diajukan
secara hukum, di

ancam dan di kejar di bunuh.

Perdagangan kayu ilegal amat disukai orang Madura,
karena mereka menguasai lautan dan perahu mereka
besar-besar bergerak membawa kayu-kayu hutan Kalteng
tanpa adanya penindakan hukum.

Orang Dayak pada umumnya taat mengikuti Program
Keluarga Berencana, suku Madura tidak pernah perduli
Program KB. Populasi mereka meningkat pesat membentuk
kelompok eksklusif seperti organisasi mafia.
Penguasaan fasilitas umum oleh jagoan Madura membentuk
sistem sosial baru yang tidak tersentuh hukum.

Pembagian tanah untuk seluruh pegawai Pemda Kalteng
dilakukan oleh tokoh Madura yang bernama H. Tuyan.
Saya juga mendapat 2 (dua) kapling yang di bayar
angsuran.

Saya heran, data populasi suku Madura belum pernah
tercatat, karena mereka tidak pernah pakai KTP dan
lainnya, pelaut yang bebas membawa saudaranya sebanyak
mungkin ke tanah Dayak…..

Mereka berfalsafah dimana bumi dipijak .. di situ
langit Madura, dimana langit dijunjung …. di situ
bumi madura. Para tokoh Madura …termasuk Kiyai Alawi
Muhammad tokoh pesantren Sampang Attaroqi dengan cepat
mengatasi masalah kemiskinan, kriminalitas dan tekanan
penduduk pulau Madura … menggunakan dalih negara
Kesatuan RI untuk mendorong migran Madura datang ke
Kalteng secara besar-besaran, tanpa mempertimbangkan
budaya lokal.

Perlu diketahui, mayoritas penduduk Kalteng adalah
orang Jawa … dan mereka ramah-tamah asimilasi dengan
warga Dayak … juga orang Batak dan warga non Madura
lainnya mendukung dan ikut aktif menyerang orang
Madura.

Data terakhir menunjukkan bahwa kasus Sampit
direkayasa oleh tokoh Madura yang merasa telah amat
kuat basisnya di Kalteng, telah mempersiapkan
persenjataan dan logistik untuk menguasai kota
tersebut.

Hal ini dibuktikan dengan pada tanggal 18 dan 19
Februari 2001 kota Sampit sepenuhnya dikuasai oleh
Suku Madura yang menggunakan senjata tajam dan bom
molotov. Selama menguasai kota Sampit itu, mereka
menari-nari memutar clurit, menggelar spanduk “Selamat
Datang di Sampit kota Sampang ke II” dan mereka dengan
pasukan sekitar 5000 orang amat yakin telah
memenangkan perang, seraya menantang orang Dayak yang
dikatakan “pengecut” dan lain-lainya serta menantang
Pangkalima Burung (pahlawan pembebasan Sambas Kalbar)
. Spanduk itu telah dapat direbut pada saat pembebasan
kota Sampit oleh pejuang Dayak malam tanggal 21
februari 2001 dan telah diterima oleh Gubernur Kalteng
dengan berita acara khusus sebagai dokumen.

Pada saat warga Dayak menguasai rumah tokoh Madura H.
Marlinggi dan Satiman, ditemui beberapa senjata api
dan granat dan berbagai jenis bom rakitan di dalam
kamar khusus di rumahnya yang amat mewah. (Catatan;
sebelum peristiwa Sampit, pernah terjadi ledakan bom
di rumah suku Madura yang menewaskan mereka sendiri,
orang Dayak heran dengan peristiwa itu … yang tidak
pernah ada penjelasannya).

Di kota Palangka Raya saja, berdasarkan data Kapolres,
yang diekspos di TVRI siaran lokal pada perumahan
warga Madura yang di sweeping warga Dayak bersama
Polisi ditemukan 64 (enam puluh empat) buah bom
rakitan berdaya bunuh tinggi. Adanya persiapan
logistik dan dokumen yang menunjukkan upaya penguasaan
Kalteng bagi menyiapkan wilayah baru bagi suku Madura.
Hari ini tanggal 27 Maret 2001 ditemukan lagi 18 buah
bom hasil sweeping warga kita di rumah warga Madura
(bom rakitan berdaya bunuh tinggi) di Jl. Pilau rumah
H. Sundar dan H. Udin Jl. Rangas pukul 15.01 WIB.
Memang sebelum mengungsi H. Udin pernah kelepasan
bicara, menurut orang Jawa tetangganya, dia berkata
“hati-hati kalau merusak rumah saya ada bom-nya”.
Askombes Polisi / Kapolres Palangka Raya bersama warga
telah mencoba bom tersebut ternyata berdaya bunuh
tinggi, suara ledakan satu bom yang di coba terdengar
dari jarak 3 km.

Pada saat peristiwa pembebasan Sampit, bom-bom
tersebut menjadi senjata makan tuannya, karena jadi
mainan warga Dayak pedalaman yang dengan mudah
menjinakkan bom-bom tersebut dan melempar balik ke
pihak agressor Madura.

Memang pemerintahan di Kab. Kotawaringin Timur
(Sampit) dipimpin Bupati turunan Madura dan naik
dengan dukungan warga Madura. Data silsilah Bupati ini
telah ditemukan oleh Sekretaris Daerah Propinsi
Kalteng.

Beberapa dokumen yang ditemukan di rumah 2 (dua) orang
tokoh Madura H. Marlinggi dan H. Satiman pada saat
pembebasan kota Sampit malam 21 Feb. 2001 menunjukkan
adanya cita-cita ke dua orang tersebut yang merupakan
orang kaya di Sampit untuk menyelesaikan masalah
permukiman pengungsi Sambas dan migran dari Pulau
Madura untuk mengatasi masalah kemiskinan dan
kepadatan penduduk di pulau Madura dengan menekan
warga Dayak minoritas yang ketakutan, dengan kekerasan
dalam tujuan menguasai teritorial Kalteng. Dengan
terbukanya transportasi massal kapal laut ke Kalteng,
mereka mendatangkan warga Madura tanpa ada laporan
jumlah dan indentitasnya kepada Pemda Kalteng.

Pembebasan kota Sampit penuh dengan peristiwa heroik,
bagaimana sekitar 30 (tiga puluh) orang Dayak pada
malam 21 Feb. 2001 menembus barikade Brimob 3 SSK
Kelapa Dua eks. Aceh yang menutup jalan masuk dari
pedalaman ke kota Sampit.

Mereka berenang menyeberangi sungai Mentaya yang
lebarnya sekitar 400 – 500 meter berarus deras,
mamasuki markas tokoh Madura di pusat kota Sampit.

Bagaimana mereka berjuang membebaskan warga Dayak
terkepung oleh suku Madura di kantor Kabupaten
Kotawaringin Timur (Kotim)… hanyalah mujizat !!.
Beberapa orang saudara saya saksi dan pelakunya telah
datang dengan linangan air mata menyaksikan beberapa
keluarga Dayak yang di bakar dirumahnya hidup-hidup
oleh suku Madura (satu keluarga Dayak Maanyan
ditelanjangi, disuruh masuk rumahnya dan di bakar
sebanyak 7 orang).

Bagaimana hanya 4 (empat) orang berhasil mengalahkan
satu peleton suku Madura yang terdiri beberapa
jagoannya yang kebal senjata di kota Sampit.

Salah seorang warga Dayak (usia sekitar 52 tahun)yang
turun gunung sempat menginap di rumah saya satu malam,
bercelana pendek dan bersendal jepit, menceritakan
bagaimana ia baru pertama kali masuk kota Samuda
sampai Kuala Pembuang selama hidupnya. Ia mengikuti
gerakan gerilyawan Dayak …. dan ia mengatakan ia
tidak membunuh warga Madura … karena itu serasa
hanya mimpi selama 3 malam perjalan panjang dan makan
cuma satu kali. Ritual Dayak membawa orang dalam
perjalanan mimpi berperang dan setelah usai .. balik
ke kampung … cerita mimpi. Apa yang dikatakan
Saudara saya itu, bahwa ia melihat metode kekerasan
Madura yang merasuk sampai pedalaman menakuti orang
Dayak dengan budaya carok… katanya ini harus
dihentikan untuk anak cucu kita nanti. Dia keheranan
melihat keran leideng di rumah saya … dia bilang …
air di rumah saya “automatic”. Pagi hari dia pergi dan
menghilang, katanya akan ke Kapuas (ini tanggal 22
Maret 2001).

Gerilyawan Dayak berhasil mengecoh perlindungan Brimob
dan membakar kota Baamang, permukiman suku Madura,
mengalihkan perhatian aparat, kemudian membuka peluang
masuknya para pejuang Dayak dari pedalaman, sejak
tanggal 21 Feb. 2001 Pagi dini hari kota Sampit
kembali kepangkuan Dayak. Terjadi evakuasi
besar-besaran warga Madura dengan kapal-kapal besar
ALRI dan PELNI menuju Surabaya, sementara suku Dayak
di Kantor Kab. Mengungsi ke Palangka Raya. Lainya
dengan jukung berlinang air mata melawan arus sungai
mengungsi kepedalaman.

Saat evakuasi warga Madura, terjadi kontak senjata
antara TNI yang mengatur pengungsian dengan Brimob
Kelapa Dua, …. tewas 7 (tujuh) aparat termasuk satu
perwira Letnan Satu Apriliyanto .. dan senjata TNI 5
pucuk senjata panjang, satu pistol, 84 pasang seragam
TNI hilang … ternyata kemudian diketahui dirampas
oleh Brimob, yang kemudian dengan malu-malu diserahkan
oleh Kapolda Kalteng kepada Danrem Panju Panjung).

(Beberapa hari yang lalu, tim dari BAIS (Badan
Intelijen Strategis) datang meneliti kasus Sampit, dan
mereka heran, ingin mengetahui cara warga Dayak dalam
setengah malam membebaskan kota Sampit yang dikuasai
sekitar 5000 warga Madura bersenjata lengkap clurit,
bom dan molotov…).

Sebagaimana dokumen yang lalu, kerusuhan akhirnya
meluas ke seluruh wilayah Kalteng…… bahkan tgl. 22
Feb 2001 saya hampir tertembak oleh aparat Brimob
Kelapa Dua di pusat kota Palangka Raya (saya
berlindung di balik bak bunga besar di bundaran besar,
bersama seorang wartawati CNN yang reportase dengan
Hand Phone, dengan jelas terdengar ia teriak-teriak
“gun fires”. Ketika bangkit saya telah dikelilingi
oleh anggota Brimob, ketika ingin menginjak saya,
salah seorang darinya teriak “Jangan !. Wartawan …
lalu … kata-kata “pergi, bangsat !.”, Saya lari ke
arah Univ. Palangka Raya, sementara tembakan terus
terjadi), ketika tersebut demo menuntut pembebasan 84
warga Dayak yang di tahan Kapolda Kalteng … mereka
memberondong kami yang bertangan kosong dengan ribuan
peluru tajam sekitar ½ jam, tanpa ada gas air mata.
Korban pejuang Kalteng oleh aparat sebanyak 6 (enam)
orang tewas, termasuk Saudara saya seorang mahasiswa
teknik sipil yang sedang menyusun skripsi akhir,
dengan IP > 3 tewas ditembak perutnya dan disiksa
dengan injakan dan pukulan popor senapan pada
rahangnya dan disembunyikan selama 15 jam di belakang
Mapolda Kalteng. Beberapa bekas tembakan mereka
menembus tiang listrik yang terbuat dari besi dan
telah disidik oleh Denpom sebagai peluru tajam.

Demo skala kecil hari itu (sekitar 50 orang bertangan
kosong) dihadapi aparat dengan hampir 3 SSK Brimob dan
TNI.

Besoknya, tanggal 23 Feb. 2001 terjadi kembali demo
di bundaran besar, hampir seluruh masyarakat Kalteng
turun mengepung markas Mapolda Kalteng. Rentetan
tembakan dilakukan oleh Brimob dengan bertahan di
gedung Batang Garing, Kepolisian Kalteng mengungsikan
seluruh keluarganya dan memasang barikade kawat
berduri pada semua jalan masuk ke arah Mapolda
Kalteng. Malam harinya mereka (Brimob eks tugas Aceh
itu) mengamuk sejak jam 21.00 WIB sampai pagi hari
terus melepaskan tembakan secara brutal tanpa target
yang jelas. Namun korban dapat diminimalkan pada
masyarakat, karena masyarakat telah memblokir seluruh
jalan kota Palangka Raya dan luar kota sehingga mereka
tidak dapat bergerak bebas.

Sekarang Brimob Kelapa Dua telah dipulangkan ke
Jakarta, dan Kapolda Kalteng kehilangan beberapa
anggotanya secara misterius…. mereka memblokir
Mapolda Kalteng dan mengungsikan keluarganya … takut
pembalasan. Namun kita telah berikrar tidak akan
melawan aparat negara … karena para pejuang Dayak
menghindari penembakan membabi buta terhadap warga
yang kebanyakan tidak kebal peluru… (Hari ini 27
Maret 2001, Kapolda Kalteng tersebut Brigjen Bambang
Hartono, M.Sc di ganti dengan Brigjen Lodewyik
Penyang).

Tidak ada warga Madura yang di tahan di Mapolda
Kalteng.

Saya telah bertemu dengan para pahlawan Dayak yang
melintas kota Palangka Raya dan meminta pendapat
Gubernur Kalteng… mereka adalah mayoritas anak-anak
muda yang tampan dan lemah-lembut. Saat ini mereka
wajib lapor kepada Gubernur, karena pusaka Dayak dari
Bapak Tjilik Riwut yaitu Mandau Sanaman Lampang dan
Sanaman Mantikei telah diserahkan oleh turunan beliau
kepada Pemda Kalteng. Mereka respek kepada pusaka
tersebut.

Mereka menjadi sakti, pada saat ritual Dayak yang
telah dipendam dalam sebuah perjanjian Dayak se
Kalimantan (Borneo termasuk Sabah, Serawak, Kuching,
Brunei) untuk tidak saling membunuh tahun 1894 di
Tumbang Anoi Kalteng…. bangkit kembali …

Misionaris dalam sejarah penginjilan Kalteng telah
mencatat kegagalan penginjilan di tanah Dayak karena
budaya ritual Kayau (potong) kepala, sehingga
penginjilan pindah ke tanah Batak…. (carilah
literature ini).

Mereka tidak pernah salah menyerang suku Madura,
karena … dapat mencium bau suku Madura dalam radius
100 meter.

Saya … tidak dapat menjelaskan lebih banyak ..
sementara ini Kampung Bapak Saya di Kuala Kapuas
sedang bergolak ….. mereka masih di sana dalam
perang terbuka ….

Berita tanggal 24 Maret 2001, pasukan khusus Dayak
berhasil menembus blokir aparat TNI dan Polri hampir
satu batalyon … terus menyisir ke arah Selatan
memasuki Banjarmasin Kalsel…. (Kalsel kini Siaga
Satu) korban kami 2 (dua) orang dan Madura 31 orang
termasuk Mat Rois pimpinan Madura yang kebal senjata
tajam. Tanggal 27 Maret 2001 Kapuas telah tenang
kembali.

Saya kurang percaya dengan trans (kerasukan), namun
inilah kenyataannya, roh-roh penunggu alam gaib di
alam Kalimantan Tengah yang sakral dan dirusak oleh
warga Madura telah merasuki Saudara-Saudara Saya ….

Mereka bergerak bagai siluman … kembali ke rumah
dengan heran pada dirinya sendiri … telah melakukan
perjalanan .. panjang …. dari satu tempat ke tempat
lain di Kalteng yang luasnya 1,5 kali pulau Jawa ini.

Kami selama ini tidak pernah tidur nyenyak sejak 18
Februari 2001 terus berjaga-jaga siang dan malam
membangun portal di jalan-jalan lintas Kalimantan dan
dipermukiman ketakutan diserang aparat dan kalau ada
ancaman serangan balik yang telah didengungkan oleh
tokoh-tokoh Madura Jawa Timur. Minggu lalu di Sampit
merapat Kapal yang berisi pasukan jihat berkedok
tablik agama, namun dapat dihadang warga dan digiring
ke laut Jawa.

Kami ditemani alkohol dan gitar, mandau, tombak,
trisula harapan menunggu dan menunggu ini semua
berakhir … saat ini sebuah pesawat herkules
melintasi atap gedung saya ….

Media massa Nasional terus menyatakan bahwa kasus ini
adalah kecemburuan sosial dan rendahnya SDM Kalteng.
Memang benar SDM Kalteng kekurangan warga perampok,
penjarah, pelacur, pengemis dan pembuat onar
sebagaimana yang datang dari kalangan Madura yang
tidak terdidik yang diarahkan bermukim di Kalteng.

Tidak ada etknik cleansing, yang ada adalah perang
terbuka melindungi diri dari rencana jahat Madura
menguasai bumi Kalteng yang dianggap sebagai pulau
Madura ke dua. Kelemahan masa transisi otonomi Daerah
dengan pemerintah pusat yang lemah di ambil kesempatan
oleh Madura untuk rencana kolonisasi Kalteng. Madura
mempunyai pulau sendiri, di Jawa Timur mereka mencapai
70 % total populasi. Tekanan penduduk dan kemiskinan
karena krisis Indonesia memaksa beberapa tokohnya
berupaya menguras sumber alam Kalteng dengan jalan
pintas melalui kolonisasi suku Dayak yang dianggap
lemah dan tak berdaya minoritas mudah dikuasai itu.
Tidak ada etnik cleansing … yang ada memulangkan
orang Madura yang tidak mampu berpikir jernih dan
hidup berdampingan dengan warga Kalteng … mereka
punya tanah sendiri di Jawa Timur … dan warga
Kalteng tidak mengejar mereka ke Jawa Timur…

Populasi mayoritas yang amat dibanggakan Gus Dur ini,
terus menganggap Kalteng di bawah pengaturan mereka,
karena itu mereka mendikte segala tata cara evakuasi
pengungsi dan resettlement-nya. Tokoh-tokoh Madura
selalu menganggap sepi adanya masyarakat Kalteng dan
Pemerintahan daerahnya. (hari ini 27 Maret 2001 pecah
perkelahian massal suku Madura dengan warga Betawi di
Jakarta, Pasar Kebayoran Lama menewaskan 1 (satu)
Madura).

Pasca kekalahan perang suku Madura, mereka berupaya
mengayuh peristiwa ini ke arah konflik agama untuk
mencari dukungan luas, namun mereka kecele karena
mayoritas pejabat Kalteng sama agamanya dengan mereka,
juga para pangkalima perang Dayak beberapa orang islam
(dari Sambas) dan beberapa dari Kalteng islam,
kristen, kaharingan dan cina. Dalam kasus ini tidak
ada pengrusakan sarana ibadah.

Dalam perang ini, warga non Dayak non Madura telah
sepenuhnya membantu dan beberapa mereka tewas oleh
Madura dalam perang ini.

Pada saat Gus Dur berkunjung ke Kalteng, beliau
terhenyak dengan data dan fakta “buku merah” yang
disusun untuknya. Beliau dengan santun telah begitu
manis mendengarkan dan memberikan pandangan tentang
hal ini. Sementara ketika ke Sampang, beliau sempat
mengamuk, karena warga Madura mendiktekan keinginannya
kepada Presiden (terlihat waktu berita TVRI). Gatra
bulan Maret menulis Kiyai Alawi Muhammad mendikte
pemerintah pusat untuk mengirim 2000 AD, 2000
Kopassus, 2000 Marinir, 500 AU, 15 kapal untuk
menyerang balik ke Kalteng. Namun di Sampang mereka
gagal menyelesaikan masalah pemilihan Bupati yang
menyebabkan kerusuhan di sana.

Inilah sebagian kecil data dan faktanya… kalau ingin
verifikasi silahkan orang USA datang ke Kalteng dan
referensi ini dapat dicek dilapangan. Sosiolog Italy
Raimondo Bultrini yang berada di Kalteng cukup lama,
hari ini 27 Maret 2001 di Kalteng Pos berkomentar
bahwa negara Barat tidak dapat menerima hal ini,
karena kurangnya media massa memberikan berita yang
baik, orang lebih senang sensasi sementara jarang
sekali meminta pendapat dari grass root di Kalteng.
Kalteng kalah dalam membangun opini publik di Pulau
Jawa, karena akses infrastruktur yang terkebelakang
dan kurangnya peran tokoh Dayak tingkat Nasional.

Kami siap menghadapi berbagai dampak perjuangan
ini….

Dunia telah menelantarkan bumi Kalimantan paru-paru
dunia ini dengan terus membiarkan utang negara yang
ditanggung melalui eksploitasi sumber alam Kalimantan,
dan membiarkan eksploitasi manusia Dayak dengan cap
perusak lingkungan, bebal, bodoh, dungu,
terkebelakang, peladang liar, biadab dan cap-cap
lainnya yang mematikan hati nurani dunia beradab.
Mereka telah membangkitkan kembali budaya kayau yang
telah mati ratusan tahun lalu.

Kami menganggap apa yang terjadi adalah mujizat Tuhan
yang telah memberikan perlindungan pemusnahan etnis
minoritas Dayak pasti dari tanahnya sendiri. Budaya
leluhur ritual Dayak yang berbasis roh alam tanah air
udara hutan rimba yang telah melindungi hancurnya
ekosistim Kalimantan selama berabad-abad telah
terusik. Mereka memasuki batas alam bawah sadar Dayak
dan membawa mereka menerbangkan Mandau menyelamatkan
suku Dayak minoritas di Indonesia dari kekejaman etnik
cleansing sistimatis dengan metode perang psikologis
menebarkan ketakutan dengan pamer kehebatan budaya
carok Madura.

Suku Madura telah begitu bangga bahwa mereka menjadi
leader dalam parade pembangunan Indonesia dan hampir
semua suku ketakutan dengan budaya carok dan falsafah
hidup kekerasan mereka yang digunakan memerangi suku
Dayak secara psikologis dan praktis selama hampir 25
tahun terkahir ini. Kini seleksi alam bekerja melalui
roh alam merasuki warga Dayak yang ramah dan bersatu
dengan alam untuk bekerja dan bertindak membela alam
dan kemanusiaan minoritas ini …

Alam Kalimantan yang ramah telah murka, roh alam
membalaskannya kepada perusak alam suku Madura dengan
hukum rimba. Suatu peristiwa yang membuat BAIS
keheranan, karena tidak mungkin hanya beberapa orang
Dayak mampu mengatasi sekitar 5000 Madura yang
menguasai kota Sampit dan mengusir para penjajah itu
kembali keluar Kalteng kembali ke pulaunya sendiri.
Kemudian berhasil menggalang kekuatan masyarakat untuk
melindungi wilayahnya sendiri … sementara aparat
keamanan terus mengancam jiwa masyarakat yang berjuang
ini …

Para Gubernur Kalimantan khususnya dari Kalbar, Kaltim
dan Kalteng (dibalik ini) amat gembira dengan kejadian
ini, yang telah mampu meredam keangkuhan kekerasan
budaya carok yang telah lama menghantui bumi
Kalimantan, sebagai awal pengendalian para perusak
alam lingkungan Kalimantan. Gubernur Kaltim dengan
sukarela memberikan bantuan sebesar Rp. 704 juta
rupiah bagi Pemda Kalteng.

Saat ini Gus Dur (tgl 27 Maret 2001) telah menyetujui
kongres Dayak dilaksanakan se Kalimantan…. kami akan
menyongsong era baru penyelamatan alam lingkungan
budaya dan kemanusiaan yang telah hampir saja hilang
ditimpakan kepada kami melalui tangan suku Madura itu

Siapakah aku ini dan kita ini … semua kembali ke
alam … Jepang dan Amerika modern sampai saat ini
belum mampu mengembalikan alam ini kepada keharmonisan
optimal. Dalam dunia modern ini, kehidupan bersekutu
dengan alam dianggap kurang beradab, semua artificial
dan lipstik. Cinta damai menjadi jalur eksploitasi
…. Alam tropika basah bumi ibu pertiwi Kalimantan
menjerit kepada dunia .. menuntut keadilan dari
orang-orang yang berjiwa modern dan peka (care) akan
lingkungan hidup yang telah disharmony ini …

Janganlah Dayak minortitas ini mengalami kembali nasib
seperti Indian, Maori, Eskimo dan banyak lagi,
terbuang dan terlunta-lunta di tanah yang
melahirkannya dan melindunginya karena keserakahan
manusia lainnya…

Inilah suara kami suku Dayak yang terbuang di
negerinya sendiri.. tertatih-tatih membela diri, tanpa
suara tanpa kata … menyelamatkan masa depan
kemanusiaan dari keserakahan manusia lainnya…
Sumber : www.geocities.com/haiho1961/index.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com