Kamis, 03 Juni 2010

Misteri Hilangnya U-196 di Laut Kidul



DARI sejumlah kapal selam Jerman yang beraksi di perairan Indonesia, adalah
U-196 yang masih menyimpan misteri keberadaannya.

Sampai kini, nasib kapal selam Type IXD2 itu hanya dikabarkan hilang di Laut
Kidul (sebutan lain untuk bagian selatan Samudra Hindia).

Berbagai catatan resmi u-boat di Jerman, U-196 dinyatakan hilang bersama
seluruh 65 awaknya di lepas pantai Sukabumi sejak 1 Desember 1944. Sehari
sebelumnya, kapal selam yang dikomandani Werner Striegler itu, diduga
mengalami nasib nahas saat menyelam.

Kapal selam U-196 meninggalkan Jakarta pada 29 November 1944, namun kemudian
tak diketahui lagi posisi terakhir mereka selepas melintas Selat Sunda.
Pesan rutin terakhir kapal selam itu pada 30 November 1944 hanya
"mengabarkan" terkena ledakan akibat membentur ranjau laut lalu tenggelam.

Namun dari ketidakjelasan nasib para awak U-196, ada satu nama yang
dinyatakan meninggal di Indonesia. Ia adalah Letnan Dr. Heinz Haake yang
makamnya ada di Kampung Arca Domas Bogor, bersama sembilan tentara Nazi
Jerman lainnya.

Minim catatan mengapa jasad Haake dapat dimakamkan di sana, sedangkan
rekan-rekannya yang lain tak jelas nasibnya. Hanya kabarnya, ia dimakamkan
atas permintaan keluarganya.

Selama kariernya, U-196 pernah mencatat prestasi saat masih dipimpin
komandan sebelumnya, Friedrich Kentrat. Kapal selam itu melakukan tugas
patroli terlama di kedalaman laut selama 225 hari, mulai 13 Maret s.d. 23
Oktober 1943. Kapal tersebut menenggelamkan tiga kapal musuh dengan total
bobot 17.739 GRT.

Posisi Friedrich Kentrat kemudian digantikan Werner Striegler (mantan
komandan U-IT23) sejak 1 Oktober 1944, sampai kemudian U-196 mengalami
musibah sebulan kemudian.

Kendati demikian, sebagian pihak masih berspekulasi atas tidak jelasnya
nasib sebagian besar awak U-196. Walau secara umum mereka dinyatakan ikut
hilang bersama kapal selam itu di Laut Kidul, namun ada yang menduga
sebagian besar selamat.

Konon, kapal ini datang ke Amerika Selatan kemudian sebagian awaknya
bermukim di Iqueque, Chile. Dari sini pun, tak jelas lagi apakah U-196
akhirnya benar-benar beristirahat di sana, apakah kemudian kapal selam itu
ditenggelamkan atau dijual ke tukang loak sebagai besi tua, dll.

Seseorang yang mengirimkan e-mail dari Inggris, yang dikirimkan 14 Oktober
2004, masih mencari informasi yang jelas tentang keberadaan nasib awak
U-196. Ia menduga, U-196 sebenarnya tidak mengalami kecelakaan terkena
ranjau di sekitar Selat Sunda dan Laut Kidul, sedangkan para awaknya
kemudian menetap di Cile.

Keyakinannya diperoleh setelah membaca sebuah surat kabar di Cile, sejumlah
awak kapal selam Jerman telah berkumpul di Iqueque pada tahun 1945. Mereka
tiba bersamaan dengan kapal penjelajah Almirante Latorre, yang mengawal
mereka selama perjalanan dari Samudra Hindia. Di bawah perlindungan kapal
penjelajah itu, kapal selam tersebut beberapa kali bersembunyi di perairan
sejumlah pulau, sebelum akhirnya berlabuh di Pantai Selatan Cile.

Yang menimbulkan pertanyaan dirinya, mengapa setelah tiba di Cile, tak ada
seorang pun awaknya pulang ke Jerman atau mencoba bergabung kembali dengan
kesatuan mereka. Ini ditambah, minimnya kabar selama 50 tahun terakhir yang
seolah-olah "menggelapkan" kejelasan nasib U-196, dibandingkan berbagai
u-boat lainnya yang sama-sama beraksi di Indonesia.

Entahlah, kalau saja Dr. Heinz Haake masih hidup dan menjadi warga negara
Indonesia, mungkin ia dapat menceritakan peristiwa yang sebenarnya menimpa
U-196. (Kodar Solihat/"PR")***


Kehadiran Nazi di Indonesia yang Terlupakan

BERKECAMUKNYA Perang Dunia II Teater Asia-Pasifik, yang terjadi di
Indonesia, diwarnai kehadiran pasukan Nazi Jerman. Aksi mereka dilakukan
usai menyerahnya Belanda kepada Jepang di Kalijati, Subang, 8 Maret tahun
1942, atau 64 tahun silam. Namun, kehadiran Nazi Jerman ke Indonesia seakan
terlupakan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Kehadiran pasukan Nazi Jerman di Indonesia, secara umum melalui aksi
sejumlah kapal selam (u-boat/u-boote) di Samudra Hindia, Laut Jawa, Selat
Sunda, Selat Malaka, pada kurun waktu tahun 1943-1945. Sebanyak 23 u-boat
mondar-mandir di perairan Indonesia, Malaysia, dan Australia, dengan
pangkalan bersama Jepang, di Jakarta, Sabang, dan Penang, yang
diberangkatkan dari daerah pendudukan di Brest dan Bordeaux (Prancis)
Januari-Juni 1943.

Beroperasinya sejumlah u-boat di kawasan Timur Jauh, merupakan perintah
Fuehrer Adolf Hitler kepada Panglima Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine),
Admiral Karl Doenitz. Tujuannya, membuka blokade lawan, juga membawa mesin
presisi, mesin pesawat terbang, serta berbagai peralatan industri lainnya,
yang dibutuhkan "kawan sejawatnya", Jepang yang sedang menduduki Indonesia
dan Malaysia. Sepulangnya dari sana, berbagai kapal selam itu bertugas
mengawal kapal yang membawa "oleh-oleh" dari Indonesia dan Malaysia, hasil
perkebunan berupa karet alam, kina, serat-seratan, dll., untuk keperluan
industri perang Jerman di Eropa.

Pada awalnya, kapal selam Jerman yang ditugaskan ke Samudra Hindia dengan
tujuan awal ke Penang berjumlah 15 buah, terdiri U-177, U-196, U-198, U-852,
U-859, U-860, U-861, U-863, dan U-871 (semuanya dari Type IXD2), U-510,
U-537, U-843 (Type IXC), U-1059 dan U-1062 (Type VIIF). Jumlahnya kemudian
bertambah dengan kehadiran U-862 (Type IXD2), yang pindah pangkalan ke
Jakarta.

Ini disusul U-195 (Type IXD1) dan U-219 (Type XB), yang mulai menggunakan
Jakarta sebagai pangkalan pada Januari 1945. Sejak itu, berduyun-duyun kapal
selam Jerman lainnya yang masih berpangkalan di Penang dan Sabang ikut
pindah pangkalan ke Jakarta, sehingga Jepang kemudian memindahkan kapal
selamnya ke Surabaya.

Adalah U-862 yang dikomandani Heinrich Timm, yang tercatat paling sukses
beraksi di wilayah Indonesia. Berangkat dari Jakarta dan kemudian selamat
pulang ke tempat asal, untuk menenggelamkan kapal Sekutu di Samudra Hindia,
Laut Jawa, sampai Pantai Australia.

Nasib sial nyaris dialami U-862 saat bertugas di permukaan wilayah Samudra
Hindia. Gara-gara melakukan manuver yang salah, kapal selam itu nyaris
mengalami "senjata makan tuan", dari sebuah torpedo jenis homming akustik
T5/G7 Zaunkving yang diluncurkannya. Untungnya, U-862 buru-buru menyelam
secara darurat, sehingga torpedo itu kemudian meleset.

Usai Jerman menyerah kepada pasukan Sekutu, 6 Mei 1945, U-862 pindah
pangkalan dari Jakarta ke Singapura. Pada Juli 1945, U-862 dihibahkan kepada
AL Jepang, dan berganti kode menjadi I-502. Jepang kemudian menyerah kepada
Sekutu, Agustus tahun yang sama. Riwayat U-862 berakhir 13 Februari 1946
karena dihancurkan pasukan Sekutu di Singapura. Para awak U-862 sendiri
semuanya selamat dan kembali ke tanah air mereka beberapa tahun usai perang.

Dilindungi pribumi

Usai Jerman menyerah kepada Sekutu di Eropa pada 8 Mei 1945, berbagai kapal
selam yang masih berfungsi, kemudian dihibahkan kepada AL Jepang untuk
kemudian dipergunakan lagi, sampai akhirnya Jepang takluk pada 15 Agustus
1945 usai dibom nuklir oleh Amerika.

Setelah peristiwa itu, sejumlah tentara Jerman yang ada di Indonesia menjadi
luntang-lantung tidak punya kerjaan. Orang-orang Jerman mengambil inisiatif
agar dapat dikenali pejuang Indonesia dan tidak keliru disangka orang
Belanda. Caranya, mereka membuat tanda atribut yang diambil dari seragamnya
dengan menggunakan lambang Elang Negara Jerman pada bagian lengan baju
mereka.

Para tentara Jerman yang tadinya berpangkalan di Jakarta dan Surabaya,
pindah bermukim ke Perkebunan Cikopo, Kec. Megamendung, Kab. Bogor. Mereka
semua kemudian menanggalkan seragam mereka dan hidup sebagai "warga sipil"
di sana.

Pengamat sejarah militer Jerman di Indonesia, Herwig Zahorka, mengisahkan,
pada awal September 1945 sebuah Resimen Ghurka-Inggris di bawah komandan
perwira asal Skotlandia datang ke Pulau Jawa. Mereka kaget menemukan tentara
Jerman di Perkebunan Cikopo.

Sang komandan bertanya kepada Mayor Angkatan Laut Jerman, Burghagen yang
menjadi kokolot di sana, untuk mencari tempat penampungan di Bogor.

Menggunakan 50 truk eks pasukan Jepang, orang-orang Jerman di Perkebunan
Cikopo itu dipindahkan ke tempat penampungan di Bogor. Namun mereka harus
kembali mengenakan seragam mereka, memegang senjata yang disediakan pasukan
Inggris, untuk melindungi tempat penampungan yang semula ditempati
orang-orang Belanda.

Saat itu, menurut dia, di tempat penampungan banyak orang Belanda yang
mengeluh, karena mereka "dijaga" oleh orang Jerman. "Pada malam hari pertama
menginap, langsung terjadi saling tembak namun tak ada korban. Ternyata,
orang-orang Indonesia menyangka orang Jerman telah tertangkap oleh pasukan
Sekutu, dan mereka berusaha membebaskan orang-orang Jerman itu," kata
Zahorka.

Setelah peristiwa itu, Inggris menyerahkan sekira 260 tentara Jerman kepada
Belanda yang kemudian ditawan di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu.

Tercatat pula, beberapa tentara Jerman melarikan diri dari Pulau Onrust,
dengan berenang menyeberang ke pulau lain. Di antaranya, pilot pesawat
angkatan laut bernama Werner dan sahabatnya Lvsche dari U-219.

Selama pelarian, mereka bergabung dengan pejuang kemerdekaan Indonesia di
Pulau Jawa, bekerja sama melawan Belanda yang ingin kembali menjajah. Lvsche
kemudian meninggal, konon akibat kecelakaan saat merakit pelontar api.
(Kodar Solihat/"PR")***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com