Minggu, 13 Juni 2010

Kota Tua Jakarta



Print E-mail
Indri
Written by indri hapsari
Wednesday, 02 July 2008 21:53

Jakarta, ibu kota Negara Republik Indonesia, sudah berumur 480 tahun. Kini Jakarta sudah mengalami banyak perubahan. Banyak bangunan tinggi modern menghiasi kota Jakarta. Nilai sejarah kota Jakarta pun semakin punah. Namun, ternyata di Jakarta masih ada bangunan kota tua yang menyimpan nilai sejarah tinggi, loh. Di antaranya ada Museum Sejarah Jakarta atau yang sering disebut Museum Fatahillah, Pelabuhan Sunda Kelapa, dan juga kawasan Jalan Kalibesar. Daerah ini menjadi saksi sejarah Indonesia terutama kota Jakarta. Yuk, kita simak jalan-jalan Bravo! kali ini.

Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah)
Dulu, Museum Sejarah Jakarta merupakan Balai kota, yang dalam bahasa Belandanya disebut Staadhuis. Bangunan ini dibangun dari tahun 1707 hingga tahun 1710. Pada tahun 1970 bangunan ini direnovasi dan kemudian diresmikan pada tahun 1974 menjadi Museum Sejarah Jakarta.

Selain menjadi Balai kota, bangunan ini juga berfungsi sebagai Dewan Kotapraja atau College van Schepen. Dewan ini adalah dewan yang menangani perkara pidana dan perdata warga kota Batavia. Terdakwa yang akan diadili, terlebih dahulu mendekam di penjara yang berada di bawah tanah. Bagi yang terbukti melakukan kejahatan dan memberontak kepada Pemerintah Belanda akan mendapat hukuman gantung. Saat eksekusi hukuman gantung berlangsung, masyarakat sekitar diundang ke depan Staadhuis dengan cara membunyikan lonceng yang terdapat di atas bangunan. Hingga saat ini lonceng tersebut masih ada.

Bangunan Museum Sejarah terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat. Bangunan berlantai dua ini juga banyak menyimpan koleksi benda-benda peninggalan yang menggambarkan perkembangan Jakarta dari mulai zaman pra-sejarah hingga kini. Ada mata uang zaman VOC, perabotan rumah tangga seperti furnitur dari abad 17-19, meriam kuno, bendera zaman Fatahillah, lukisan-lukisan Raden Saleh, serta potret Gubernur Jenderal VOC.

Pelabuhan Sunda Kelapa

Pelabuhan Sunda Kelapa yang berada di utara Jakarta ini sudah dikenal sejak abad ke-12. Kala itu, pelabuhan Sunda Kelapa ini adalah pelabuhan terpenting bagi Kerajaan Padjajaran. Banyak kapal layar niaga dari berbagai bangsa membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, anggur, dan lain-lain untuk ditukarkan dengan rempah-rempah.

Setelah masuknya Islam dan penjelajah dari bangsa Eropa, Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi rebutan. Hingga akhirnya, Pemerintah Belanda menguasai Pelabuhan Sunda Kelapa kurang lebih selama 300 tahun. Pada awal Pelabuhan Sunda Kelapa dikuasai Belanda, pelabuhan ini dibangun dengan kanal sepanjang 810 meter. Kemudian pada tahun 1817, Pemerintah Belanda memperbesarnya menjadi 1.825 meter.

Setelah Indonesia merdeka, Pelabuhan Sunda Kelapa mengalami perubahan. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas 760 hektar, ditambah dengan luas perairan 16.470 hektar yang terbagi menjadi dua, yaitu pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang 3.250 meter dan dapat menampung 70 perahu layar. Sedangkan pelabuhan Kalibaru memiliki panjang 750 meter dan mampu menampung kurang lebih 65 kapal antar pulau.

Kalibesar

Kalibesar merupakan nama jalan di daerah Jakarta Utara. Letaknya tidak jauh dari Museum Sejarah Jakarta. Dengan berjalan kaki dari Museum Sejarah Jakarta, kita hanya membutuhkan waktu lima menit saja untuk mencapai jalan Kalibesar ini.

Dulu pada abad ke-17, Jalan Kalibesar terkenal sebagai daerah pusat bisnis perdagangan yang cukup terkenal dan bergengsi. Jalan Kalibesar ini biasa disebut Grootegracht yang artinya kali besar, karena di jalan tersebut terdapat kali yang diapit jalan dan bangunan.

Selain pusat bisnis perdagangan, di Jalan Kalibesar juga banyak terdapat rumah penduduk Cina. Kali itu sendiri menjadi jalur lalu lintas kapal bongkar muat barang. Hingga akhirnya pada tahun 1740, terjadi kerusuhan di Jalan Kalibesar dan banyak rumah penduduk dibakar. Pada tahun 1870, Jalan Kalibesar dibangun kembali.

Di Jalan Kalibesar terdapat bangunan berlantai dua dan berwarna merah. Nggak heran kalau bangunan ini disebut Toko Merah. Bangunan ini sangat terkenal pada zaman dulu karena pernah ditinggali oleh beberapa Gubernur Jenderal VOC. Saat ini bangunan Toko Merah masih berdiri kokoh dan digunakan sebagai perkantoran.

Selain Toko Merah, di Jalan Kalibesar juga terdapat jembatan gantung yang diberi nama Jembatan Kota Intan. Jembatan yang dibangun pada tahun 1628 ini bisa diangkat dan diturunkan apabila ada kapal atau perahu yang lewat. Jembatan Kota Intan dilengkapi pengungkit untuk menaikkan sisi bawah jembatan. Apabila ada kapal atau perahu yang lewat, maka penjaga jembatan akan segera menarik pengungkit jembatan tersebut. Sekarang jembatan tersebut tidak bisa digunakan lagi karena umurnya yang sudah tua. [-windrati hapsari-]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com