ARTIKEL PILIHAN

GOOGLE TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

ARTIKEL PILIHAN

Hewan Purba Berwajah Mirip Manusia Ditemukan ( Ilmuwan baru-baru ini mengklaim menemukan hewan purba berwajah mirip manusia )

Written By Situs Baginda Ery (New) on Senin, 24 Februari 2014 | 17.46

Hewan Purba Berwajah Mirip Manusia Ditemukan

Ilmuwan baru-baru ini mengklaim menemukan hewan purba berwajah mirip manusia. Merupakan ikan prasejarah berusia 419 juta tahun, fosil hewan ini ditemukan di prefektur Quijing, China.

Ilmuwan mengklaim apa yang mereka sebut sebagai makhluk hidup dengan fitur wajah menyerupai manusia. Temuan ini mengungkap analisis rahang, tulang belakang dan dipublikasikan melalui jurnal Nature.

Menurut ilmuwan, fosil yang dirawat dengan baik ini dinamakan Entelognathus primordialis dan masuk dalam kelompok placoderma. Placoderma adalah ikan berahang pertama dalam sejarah evolusi yang hidup selama periode Silurian, sekira 430 juta sampai 360 juta tahun lalu di sebuah wilayah China.

Hewan berahang ini memiliki tengkorak tulang dan rahang mirip dengan hiu. Eliot Barford dari Nature News melaporkan, teori mengungkap ikan bertulang keras berkembang secara bebas, membentuk tulang wajah besar dan menciptakan rahang modern.

"Ikan tersebut terus mendominasi laut dan akhirnya memunculkan vertebrata darat," tutur Eliot. Peneliti mengatakan, ada kemungkinan bahwa ikan modern bertulang keras berasal dari nenek moyang Entelognathus primordialis.

Sumber: Ibtimes
17.46 | 0 komentar | Read More

( Makhluk Hidup di Planet Merah ) Temuan Terbaru, Makhluk Hidup di Planet Merah

Temuan Terbaru, Makhluk Hidup di Planet Merah
Add caption


Ilmuwan telah mempelajari bagaimana mikroba bisa bertahan dalam kondisi suhu rendah. Ilmuwan juga mempelajari bagaimana mikroba merespon stres dan kondisi kerusakan.

Penelitian baru yang didanai NASA memungkinkan ilmuwan untuk mempelajari mikroba dalam es. Peneliti di Department of Biological Sciences LSU mencari tahu bagaimana mikroorganisme bisa bertahan hidup di permafrost atau lapisan es abadi.

Bahkan, dengan penelitian ini bisa mengarah pada kemungkinan mikroba yang bersembunyi dalam es di Mars. Brent Christner, profesor ilmu biologi dan timnya baru-baru ini mengungkap tentang perbaikan DNA pada mikroba yang terjebak dalam es.

Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Applied and Environmental Microbiology. Peneliti berfokus pada analisis DNA, molekul keturunan yang mengkode instruksi genetik yang digunakan dalam pengembangan dan fungsi dari semua organisme.

"Mikroba terdiri dari makromolekul yang jika beku, terkena pembusukan. Kita tahu dari berbagai reaksi spontan yang mengakibatkan kerusakan DNA," tutur peneliti.

Jenis terburuk kerusakan dikenal sebagai 'double-stranded break', di mana DNA mikroba dibelah menjadi dua bagian terpisah. Untuk membuat kromosom berfungsi, maka dua bagian terpisah itu harus dimasukkan kembali secara bersama-sama.

Christner mengatakan, kerusakan semacam ini dapat dihindari jika sel-sel tetap beku dalam lapisan es selama ribuan tahun. "Bayangkan bila mikroba dalam es untuk waktu yang lama dan DNA ini secara progresif terpotong-potong. Nantinya akan sampai pada titik saat DNA mikroba menjadi begitu rusak dan tidak lagi menjadi molekul penyimpan informasi yang layak. Apa yang tersisa adalah mayat," jelas peneliti.

Oleh karena itu, mikroba yang berada di dalam es di waktu yang lama dianggap mengerikan dan bisa menghilangkan informasi yang berharga bagi peneliti.  Namun, para peneliti mengklaim mampu menghidupkan kembali mikroba yang terkubur dalam es.

Mikroba yang terkubur dalam es ini hingga berusia ratusan ribu hingga jutaan tahun. Pada percobaan yang dilakukan Christner, dirinya mengungkap bisa menghidupkan kembali beberapa jenis bakteri yang ada di bagian bawah es Guliya di dataran tinggi Qinghan-Tibet, China Barat. Es tersebut berusia 750 ribu tahun.

Penelitian ini diharapkan bisa mengungkap apakah di Mars benar-benar memiliki potensi munculnya kehidupan melalui temuan mikroba.

Sumber: Tgdaily
17.45 | 0 komentar | Read More

Teori, Mampukah Dinosaurus Dibangkitkan Kembali ? ( Ilmuwan dari Oxford mengungkapkan bahwa dinosaurus masih bisa dihidupkan kembali melalui penelitian DNA )

Teori, Mampukah Dinosaurus Dibangkitkan Kembali?

Ilmuwan dari Oxford mengungkapkan bahwa dinosaurus masih bisa dihidupkan kembali melalui penelitian DNA. Ilmuwan Oxford, Alison Woollard percaya bahwa spesies hewan purba ini bisa muncul melalui DNA burung.

Spesies yang mungkin dimunculkan lagi ialah Woolly Mammoths dan peneliti harus dapat mengidentifikasi serta mengubah gen yang ditemukan pada DNA burung modern. Woollard yakin bahwa ilmuwan dapat 'mendesain' gen dari makhluk hidup prasejarah.

Teori ini lebih memungkinkan ketimbang cerita dalam film Jurrasic Park, di mana peneliti harus mengambil DNA dari darah nyamuk yang mengisap hewan purba puluhan juta tahun lalu.

"Kita tahu bahwa burung adalah keturunan langsung dari dinosaurus," kata Woollard. Ia mengatakan, burung modern memiliki garis keturunan tidak terputus dari fosil hewan seperti velociraptor atau T-Rex.

Lebih lanjut ia mengungkapkan, secara teori peneliti menggunakan pengetahuan tentang hubungan genetik burung dengan dinosaurus untuk 'desain' gen dinosarus. Namun, peneliti mengalami kesulitan untuk memahami gen dinosaurus sepenuhnya pada gen burung modern.

Untuk membuat gen penuh, para ilmuwan harus menggabungkan bersama-sama jutaan fragmen pendek asam nukleat. Proses ini ibarat menyusun puzzle besar yang rumit untuk menghasilkan gen dinosaurus seutuhnya.

Sumber: Telegraph
17.44 | 0 komentar | Read More

Benarkah Manusia Mampu Temukan Kehidupan Alien Pada Tahun 2040 ?

Manusia Mampu Temukan Kehidupan Alien Pada Tahun 2040

Saat ini, manusia masih mengatakan bahwa alien mungkin ada di luar sana. Namun, ilmuwan memperkirakan bahwa dalam 25 tahun ke depan, manusia akan benar-benar menemukan alien.

Seth Shostak, peneliti dalam proyek Search for Extraterrestrial Intelligence (SETI), manusia bisa mendeteksi alien pada tahun 2040. Shostak mengatakan, hal itu biasa terjadi karena ilmuwan sudah mampu memindai sistem keplanetan yang lebih banyak dan mendeteksi sinyal elektromagnetik yang dihasilkan alien.

"Saya pikir kita akan menemukan ET (makhluk cerdas dari luar angkasa) dalam dua lusin tahun mendatang, dengan eksperimen," kata Shostak dalam diskusi 2014 NASA Innovative Advanced Concepts, Kamis (6/2/2014) di Stanford University. 

"Bukannya mengobservasi beberapa ribu sistem bintang, seperti perhitungan saat ini, kita akan melihat mungkin jutaan sistem bintang pada 2040," imbuhnya.

Shostak cukup yakin bahwa manusia bisa menemukan alien karena teleskop Kepler milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menemukan banyak planet yang bisa mendukung kehidupan di Bimasakti.

Shostak percaya bahwa satu dari lima bintang memiliki planet yang bisa mendukung kehidupan. Jika memang ada kehidupan di luar angkasa, Shostak percaya bahwa makhluk hidup cerdas itu juga mengirim sinyal dan menunggu makhluk lain untuk mengontaknya.

Sumber: Foxnews
17.43 | 0 komentar | Read More

Artikel Misteri Menyeramkan: 4 Cerita Hantu Dan Populer Sepanjang Zaman

Empat Cerita Hantu Dan Populer Sepanjang Zaman

MyMisteri Leony Li
- Sekolah di Indonesia selalu menyimpan berbagai cerita mistik dan supranatural. Misteri-misteri yang sering tidak dapat diterima akal sehat tersebut tumbuh subur hingga sekarang. Sekolah bekas kuburan, sekolah angker, murid bunuh diri atau dibunuh dan tanah sekolah bekas lokasi pembantaian masa penjajahan meninggalkan misteri di beberapa sekolah di Indonesia.

Dan inilah empat kisah cerita hantu yang paling populer sepanjang jaman, berikut ulasan lengkap dibawah ini.

Bunuh Diri di Toilet Yang Angker

Percaya atau tidak, biasanya beberapa sekolah memiliki satu bilik kamar mandi yang ditutup dengan alasan tidak bisa dipakai. Benarkah memang rusak dan tidak bisa dipakai? Atau karena ada sesuatu yang disembunyikan pihak sekolah. Inilah cerita sahabat kami:

Di sekolahku, ada satu bilik kamar mandi yang tidak pernah dipakai dan selalu dikunci. Alasan yang aneh, karena kalau rusak, kenapa tidak diperbaiki saja oleh pihak sekolah. Menurut cerita dari kakak kelas, toilet tersebut sebenarnya ditutup karena beberapa tahun yang lalu, ada siswi yang bunuh diri di sana.

Menurut pengakuan beberapa teman, jika sudah melewati Maghrib sering ada bau wangi bunga di dekat bilik tersebut. Pernah ada yang melihat bayangan murid memakai seragam menembus pintu bilik terkunci tersebut. (J, sebuah SMA di Bogor).

Misteri Kelebihan Murid

Pernah mendengar cerita tentang guru yang mengabsen muridnya dan kelebihan satu murid? Ini salah satunya, kadang kehadiran murid khusus tersebut tidak selalu menakutkan.

Ada cerita di sebuah kelas yang mendapat tamu asing. Murid-murid satu kelas tahu dan menerima kehadiran makhluk tak tampak tersebut. Bahkan saat acara perpisahan kelas, murid tambahan itu ikut berfoto di atas sebuah bus.

Mungkin untuk orang lain, cerita ini seram, tetapi murid-murid kelas itu menganggapnya lucu. Pernah saat reuni, ada yang memanggil sang murid spesial itu di dalam kelas, "Oi, lo ada ga di sini?" tak lama kemudian sebuah bangku kosong bergerak sendiri. (T, sebuah SMP di Cikini).

Peserta Upacara Tambahan

Penjajahan yang terjadi di Indonesia sering meninggalkan cerita yang menyeramkan sekaligus mengharukan. Menurut cerita turun-temurun, tanah yang dipakai untuk membangun sekolahku adalah tempat yang dipakai para penjajah untuk menghabisi para pejuang Indonesia.

Saya sering mendengar bahkan merasakan sendiri kehadiran mereka. Suara pasukan baris-berbaris sering didengar oleh murid yang sedang melakukan ekskul hingga malam hari.

Kehadiran mereka tidak hanya malam hari, saat upacara kemerdekaan, petugas upacara di bagian depan sering melihat peserta upacara tambahan di baris paling belakang. Mereka bertubuh pucat dan memakai seragam tentara yang sudah usang. (R, sebuah SMA di Semarang)

Lantai Berdarah

Cerita misteri yang ditinggalkan masa penjajahan masih ada. Kali ini tidak berupa hantu, tetapi darah pribumi yang disiksa. Cerita ini sudah sangat terkenal. Menurut cerita, SMA saya dulu adalah bekas bangunan tempat pembantaian pejuang.

Mereka dibunuh masal di dalam ruangan yang sekarang berubah jadi sekolah. Setelah pembantaian tersebut, darah yang tersisa di atas lantai tidak bisa dihapus dengan cara apapun. Bahkan setelah lantai lama ditimpa lantai baru, darah tersebut merembes naik ke atas lantai yang sekarang dan akhirnya dibiarkan saja. (Y, - sebuah SMA di Malang)

Itulah beberapa cerita misteri sekolah yang sering beredar. Bagaimana dengan sekolah Anda, apakah menyimpan cerita misteri dan angker? Silakan berbagi di kolom komentar ini.
http://mymisteri-leonyli.blogspot.com/2013/07/29.Empat-Cerita-Hantu-Dan-Populer-Sepanjang-Zaman.html
17.41 | 0 komentar | Read More

Meruqyah Diri Sendiri ( Alhamdulillah saat ini pengobatan dengan thibbun nabawi mulai dilirik kaum muslimin sebagai alternatif pengobatan disamping pengobatan melalui ilmu medis kedokteran )

Meruqyah Diri Sendiri

Ruqyah atau pengobatan dengan ayat al-Qur'anAlhamdulillah saat ini pengobatan dengan thibbun nabawi mulai dilirik kaum muslimin sebagai alternatif pengobatan disamping pengobatan melalui ilmu medis kedokteran. Berbagai ramuan herbal dan semacamnya yang didasarkan petunjuk Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam seperti habbatus sauda, minyak zaitun, madu, kurma dan air zam-zam sudah banyak beredar di toko-toko dan dikemas sedemikian rupa sehingga memudahkan penggunaannya.
Namun satu hal yang jangan sampai dilupakan adalah kekuatan do’a kepada Alloh. Allah dan Rasul-Nya telah mengajarkan berbagai do’a dan dzikir yang begitu banyak manfaatnya. Di antaranya untuk membentengi diri dari kejahatan yang kita tidak menyadarinya dan hanya Allah yang tahu seperti melalui dzikir pagi dan petang dan untuk pengobatan.
Ruqyah yang bentuk jamaknya adalah ruqaa merupakan bacaan-bacaan untuk pengobatan yang syar’i. Penyembuhan dengan al-Qur’an dan do’a-do’a yang diajarkan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam adalah penyembuhan yang bermanfaat sekaligus penawar yang sempurna. Allah berfirman dalam Surat al-Isra ayat 82,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…”
Pengertian ‘dari al-Qur’an’ pada ayat di atas maksudnya adalah al-Qur’an itu sendiri. Karena al-Qur’an secara keseluruhan adalah
penyembuh sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas. [1]
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS Yunus: 57)
Dengan demikian al-Qur’an merupakan penyembuh yang sempurna di antara seluruh obat hati dan juga obat fisik, sekaligus obat bagi seluruh penyakit dunia dan akhirat. Tidak setiap orang mampu untuk melakukan penyembuhan dengan al-Qur’an. Jika pengobatan dan penyembuhan itu dilakukan secara baik terhadap penyakit dengan didasari kepercayaan dan keimanan, penerimaan yang penuh, keyakinan yang pasti, pemenuhan syarat-syaratnya, maka tidak ada satu penyakit pun yang mampu melawannya untuk selamanya.
Para ulama telah sepakat untuk membolehkan ruqyah dengan tiga syarat, yaitu:
1. Ruqyah itu dengan menggunakan firman Allah Ta’ala atau Asma dan Sifat-Nya atau sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam
2. Ruqyah itu boleh diucapkan dalam bahasa Arab atau bahasa lain yang difahami maknanya
3. Harus diyakini bahwa bukanlah dzat ruqyah itu sendiri yang memberikan pengaruh, tetapi yang memberikan pengaruh itu adalah kekuasaan Allah, sedangkan ruqyah hanya merupakan salah satu sebab saja. [2]
Di antara ayat-ayat yang dianjurkan untuk dibaca sebagai ruqyah diantaranya ayat kursi, Surat al-Fatihah, Surat al-Ikhlash, Surat al-Falaq, Surat an-Nas, Surat al-A’raf ayat 117-122, Surat Yunus ayat 79-82, Surat Thaha ayat 65-70 dan Surat al-Kafirun. Ruqyah ini berguna untuk pengobatan penyakit fisik maupun untuk melawan guna-guna atau sihir.
Cara pengobatan ini bisa juga dilakukan kepada diri sendiri seperti yang ditunjukan kisah-kisah berikut ini:
وعَنْ عُثْمَانَ بْنِ أَبِى الْعَاصِ أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-  ضَعْ يَدَكَ عَلَى الَّذِى يَأْلَمُ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ بِاسْمِ اللَّهِ. ثَلاَثًا. وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللَّهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ،قال: فَفَعَلْتُ فَأَذْهَبَ اللهُ مَا كَانَ بِي – رواه مسلم
Dari Utsman bin Abu al-Ash bahwasanya dia mengadukan rasa sakit kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam: “Letakkan tanganmu di atas bagian tubuhnya yang sakit lalu ucapkan Bismillah tiga kali, setelah itu ucapkan sebanyak tujuh kali ‘A’udzubi ‘izzatillahi wa qudratihi min syarri maa ajidu wa uhadziru.’ (Aku berlindung dengan kemuliaan dan kekuasaan Allah dari keburukan yang aku rasakan dan yang aku khawatirkan). Lalu aku baca do’a ini, setelah itu Allah menghilangkan rasa sakit yang sebelumnya aku rasakan.” (HR Muslim)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata, “Pada suatu ketika aku pernah jatuh sakit, tetapi aku tidak menemukan seorang dokter atau obat penyembuh. Lalu aku berusaha mengobati dan menyembuhkan diriku dengan surat al-Fatihah, maka aku melihat pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku ambil segelas air zam-zam dan membacakan padanya surat al-Fatihah berkali-kali, lalu aku meminumnya hingga aku mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan cara tersebut dalam mengobati berbagai penyakit dan aku merasakan manfaat yang sangat besar. Kemudian aku beritahukan kepada banyak orang yang mengeluhkan suatu penyakit dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat.” [3]
Mengenai kekhususan air zam-zam ini terdapat pada hadits Jabir yang marfu’,
مَاءُ زَمْزَمُ لِمَا شُرِبَ لَهُ
“Air zam-zam tergantung kepada tujuan diminumnya.” [4]
Sedekah Mengobati Penyakit
Dari al-Hasan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda: “…Obatilah orang-orang sakit kamu dengan sedekah..”. (HR ath-Thabrani dan al-Baihaqi, dan dihasankan oleh syaikh al-Albani dalam shahih targhib no 744)
Suatu kisah nyata terjadi pada Imam al-Hakim Abu Abdillah penulis kitab al mustadrak. Beliau pernah terkena penyakit borok di wajahnya, ia sudah berusaha berobat dengan segala cara namun tak kunjung sembuh. Beliaupun datang kepada abu Utsman ash-Shabuni agar mendo’akan kesembuhan untuknya. Abu Utsman pun mendo’akannya di hari jum’at dan banyak orang yang mengaminkan.
Di hari jum’at mendatang, datanglah seorang wanita membawa secarik kertas dan bercerita bahwa ia telah bersungguh sungguh mendo’akan untuk kesembuhan beliau. Lalu wanita itu bermimpi bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bersabda: “Katakan kepada abu abdillah.. Hendaklah ia mengalirkan air untuk kaum muslimin.” Maka beliau pun segera membangun sumur di dekat rumahnya dan menyediakan airnya untuk diminum oleh manusia. Seminggu kemudian, tampak kesembuhan terlihat pada wajah beliau dan akhirnya hilang sama sekali. Dan beliau hidup beberapa tahun setelah itu. (Shahih targhib no 964)
Insya Allah sedekah yang sepadan dengan penyakit atau musibah yang diderita bisa menjadi obat penyembuh. Bisa dengan memberi makan orang fakir, menanggung beban anak yatim, mewakafkan harta, atau mengeluarkan sedekah jariyah. Jika kesembuhan belum kunjung datang, mungkin Allah memperpanjang sakit untuk sebuah hikmah yang dikehendaki-Nya atau karena kemaksiatan yang menghalangi kesembuhan. Jika demikian cepatlah bertaubat dan perbanyak doa di sepertiga malam terakhir.
Demikianlah beberapa contoh pengobatan yang bisa dilakukan untuk diri sendiri. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.
Update 12/09/2013 :
Hadits-hadits yang berkaitan dengan anjuran Rasulullah untuk bersedekah sebagai obat penyembuh adalah hadits yang sangat lemah derajatnya sehingga tidak bisa dijadikan sandaran meskipun sebagian ulama mengamalkan kandungannya. Bersedekah dengan niat kesembuhan dari penyakit adalah termasuk keinginan duniawi yang pada asalnya tidak boleh dihadirkan ketika melakukan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ibadah adalah amal perbuatan mulia yang seharusnya ditujukan untuk meraih balasan mulia dan kekal di sisi Allah ‘Azza wa Jalla. Disamping itu meniatkan ibadah untuk mendapatkan balasan dunia bisa menggugurkan pahala amal kebaikan. Allah berfirman dalam QS Huud ayat 15-16,
“Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?” [5]
Wallahu a’lam.
***
Rujukan:
-Doa & Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, Yazid Abdul Qadir Jawas, Pustaka Imam asy-Syafi’i
-Majalah adz-Dzakhiirah Edisi 43 – 1429H hal. 52
-Posting Ustadz Khalid Syamhudi di milis PM-Fatwa 28 September 2011.
-http://fariqgasimanuz.wordpress.com
[1] Al-Jawaabul Kaafi Liman Saala ‘Anid Dawaaisy Syaafi (Jawaban yang Memadai Bagi Orang Yang Bertanya Tentang Obat Penyembuh yang Mujarab) karya Ibnul Qayyim hal. 20
[2] Al-’Illaaj bir Ruqaa minal Kitab was Sunnah hal. 72-83
[3] Zaadul Ma’ad (IV/178) dan al-Jawabul Kaafi (hal. 21)
[4] HR Ibnu Majah dan lain-lainnya. Lihat juga Shahih Ibnu Majah  (II/183) juga Irwa’ul Ghalil (IV/320)
[5] Majalah as-Sunnah no 03-04/Thn XVII artikel oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, M.A. dengan judul “Hadits yang Sangat Lemah Tentang Keutamaan Bersedekah Untuk Menyembuhkan Penyakit”
17.35 | 0 komentar | Read More

Jual Beli Kredit Dalam Islam ( Masalah jual beli kredit masih menjadi topik hangat di kalangan kaum muslimin )

Jual Beli Kredit

Hukum jual beli kreditMasalah jual beli kredit masih menjadi topik hangat di kalangan kaum muslimin. Apalagi dengan praktek jaman sekarang, bagaimanakah pandangan syariat mengenai hal ini? Berikut penjelasan Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A. alumnus S3 Universitas Madinah berkaitan dengan hukum muamalah jual beli kredit yang marak di masa sekarang ini.
HUKUM PERKREDITAN
Macam-Macam Praktek Perkreditan.
Diantara salah satu bentuk perniagaan yang marak dijalankan di masyarakat ialah dengan jual-beli dengan cara kredit.
Dahulu, praktek perkreditan yang dijalankan di masyarakat sangat sederhana, sebagai konsekwensi langsung dari kesederhanaan metode kehidupan mereka. Akan tetapi pada zaman sekarang, kehidupan umat manusia secara umum telah mengalami kemajuan dan banyak perubahan.
Tidak pelak lagi, untuk dapat mengetahui hukum berbagai hal yang dilakukan oleh masyarakat sekarang, kita harus mengadakan study lebih mendalam untuk mengetahui tingkat kesamaan antara yang ada dengan yang pernah diterapkan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bisa saja, nama tetap sama, akan tepai kandungannya jauh berbeda, sehingga hukumnyapun berbeda.
Adalah kesalahan besar bagi seorang mujtahid ketika hendak berijtihad, hanya berpedoman kepada kesamaan nama, tanpa memperhatikan adanya pergeseran atau perkembangan makna dan kandungannya.
Diantara jenis transaksi yang telah mengalami perkembangan makna dan penerapannya adalah transaksi perkreditan.
Dahulu, transaksi ini hanya mengenal satu metode saja, yaitu metode langsung antara pemilik barang dengan konsumen. Akan tetapi di zaman sekarang, perkreditan telah berkembang dan mengenal metode baru, yaitu metode tidak langsung, dengan melibatkan pihak ketiga.
Dengan demikian pembeli sebagai pihak pertama tidak hanya bertransaksi dengan pemilik barang, akan tetapi ia bertransaksi dengan dua pihak yang berbeda:
Pihak kedua: Pemilik barang.
Pihak ketiga: Perusahaan pembiayaan atau perkreditan atau perbankan. Perkreditan semacan ini biasa kita temukan pada perkreditan rumah (KPR), atau kendaraan bermotor.
Pada kesempatan ini, saya mengajak para pembaca untuk bersama-sama mengkaji hukum kedua jenis perkreditan ini.
Hukum Perkreditan Langsung
Perkreditan yang dilakukan secara langsung antara pemilik barang dengan pembeli adalah suatu transaksi perniagaan yang dihalalkan dalam syari’at. Hukum akad perkreditan ini tetap berlaku, walaupun harga pembelian dengan kredit lebih besar dibanding dengan harga pembelian dengan cara kontan. Inilah pendapat -sebatas ilmu yang saya miliki-, yang paling kuat, dan pendapat ini merupakan pendapat kebanyakan ulama’. Kesimpulan hukum ini berdasarkan beberapa dalil berikut:
Dalil pertama: Keumuman firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمّىً فَاكْتُبُوهُ. البقرة: 282
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (Qs. Al Baqarah: 282)
Ayat ini adalah salah satu dalil yang menghalalkan adanya praktek hutang-piutang, sedangkan akad kredit adalah salah satu bentuk hutang, maka dengan keumuman ayat ini menjadi dasar dibolehkannya perkreditan.
Dalil kedua: Hadits riwayat ‘Aisyah radhiaalahu ‘anha.
اشترى رسول الله صلى الله عليه و سلم من يهوديٍّ طعاماً نسيئةً ورهنه درعَه. متفق عليه
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli sebagian bahan makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran dihutang, dan beliau menggadaikan perisai beliau kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Pada hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli bahan makanan dengan pembayaran dihutang, dan sebagai jaminannya, beliau menggadaikan perisainya. Dengan demikian hadits ini menjadi dasar dibolehkannya jual-beli dengan pembayaran dihutang, dan perkreditan adalah salah satu bentuk jual-beli dengan pembayaran dihutang.
Dalil ketiga: Hadits Abdullah bin ‘Amer bin Al ‘Ash radhiallahu ‘anhu.
أن رسول الله صلى الله عليه و سلم أمره أن يجهز جيشا قال عبد الله بن عمرو وليس عندنا ظهر قال فأمره النبي صلى الله عليه و سلم أن يبتاع ظهرا إلى خروج المصدق فابتاع عبد الله بن عمرو البعير بالبعيرين وبالأبعرة إلى خروج المصدق بأمر رسول الله صلى الله عليه و سلم. رواه أحمد وأبو داود والدارقطني وحسنه الألباني
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanku untuk mempersiapkan suatu pasukan, sedangkan kita tidak memiliki tunggangan, Maka Nabi memerintahkan Abdullah bin Amer bin Al ‘Ash untuk membeli tunggangan dengan pembayaran ditunda hingga datang saatnya penarikan zakat. Maka Abdullah bin Amer bin Al ‘Ashpun seperintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli setiap ekor onta dengan harga dua ekor onta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya penarikan zakat. Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Ad Daraquthni dan dihasankan oleh Al Albani.
Pada kisah ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan sahabat Abdullah bin ‘Amer Al ‘Ash untuk membeli setiap ekor onta dengan harga dua ekor onta dengan pembayaran dihutang. Sudah dapat ditebak bahwa beliau tidak akan rela dengan harga yang begitu mahal, (200 %) bila beliau membeli dengan pembayaran tunai. Dengan demikian, pada kisah ini, telah terjadi penambahan harga barang karena pembayaran yang ditunda (terhutang).
Dalil keempat: Keumuman hadits salam (jual-beli dengan pemesanan).
Diantara bentuk perniagaan yang diijinkan syari’at adalah dengan cara salam, yaitu memesan barang dengan pembayaran di muka (kontan). Transaksi ini adalah kebalikan dari transaksi kredit. Ketika menjelaskan akan hukum transaksi ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mensyaratkan agar harga barang tidak berubah dari pembelian dengan penyerahan barang langsung. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya bersabda:
من أسلف فليسلف في كيل معلوم ووزن معلوم إلى أجل معلوم. متفق عليه
“Barang siapa yang membeli dengan cara memesan (salam), hendaknya ia memesan dalam takaran yang jelas dan timbangan yang jelas dan hingga batas waktu yang jelas pula.” (Muttafaqun ‘Alaih)
Pemahaman dari empat dalil di atas dan juga lainnya selaras dengan kaedah dalam ilmu fiqih, yang menyatakan bahwa hukum asal setiap perniagaan adalah halal. Berdasarkan kaedah ini, para ulama’ menyatakan bahwa: selama tidak ada dalil yang shahih nan tegas yang mengharamkan suatu bentuk perniagaan, maka perniagaan tersebut boleh atau halal untuk dilakukan.
Adapun sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
من بَاعَ بَيْعَتَيْنِ في بَيْعَةٍ فَلَهُ أَوْكَسُهُمَا أو الرِّبَا. رواه الترمذي وغيره
“Barang siapa yang menjual jual penjualan dalam satu penjualan maka ia hanya dibenarkan mengambil harga yang paling kecil, kalau tidak, maka ia telah terjatuh ke dalam riba.” Riwayat At Tirmizy dan lain-lain, maka penafsirannya yang lebih tepat ialah apa yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim dan lainnya([1]) , bahwa makna hadits ini adalah larangan dari berjual beli dengan cara ‘inah. Jual beli ‘Innah ialah seseorang menjual kepada orang lain suatu barang dengan pembayaran dihutang, kemudian seusai barang diserahkan, segera penjual membeli kembali barang tersebut dengan dengan pembayaran kontan dan harga yang lebih murah.
Hukum Perkreditan Segitiga
Agar lebih mudah memahami hukum perkreditian jenis ini, maka berikut saya sebutkan contoh singkat tentang perkreditan jenis ini:
Bila pak Ahmad hendak membeli motor dengan pembayaran dicicil/kredit, maka ia dapat mendatangi salah satu showrom motor yang melayani penjualan dengan cara kredit. Setelah ia memilih motor yang diinginkan, dan menentukan pilihan masa pengkreditan, ia akan diminta mengisi formulir serta manandatanganinya, dan biasanya dengan menyertakan barang jaminan, serta uang muka.([2]) Bila harga motor tersebut dangan pembayaran tunai, adalah Rp 10.000.000,-, maka ketika pembeliannya dengan cara kredit, harganya Rp 12.000.000,- atau lebih.
Setelah akad jual-beli ini selesai ditanda tangani dan pembelipun telah membawa pulang motor yang ia beli, maka pembeli tersebut berkewajiban untuk menyetorkan uang cicilan motornya itu ke bank atau ke PT perkreditan, dan bukan ke showrom tempat ia mengadakan transkasi dan menerima motor yang ia beli tersebut.
Praktek serupa juga dapat kita saksikan pada perkreditan rumah, atau lainnya.
Keberadaan dan peranan pihak ketiga ini menimbulkan pertanyaan di benak kita: mengapa pak Ahmad harus membayarkan cicilannya ke bank atau PT perkreditan, bukan ke showrom tempat ia bertransaksi dan menerima motornya?
Jawabannya sederhana: karena Bank atau PT Perkreditannya telah mengadakan kesepakatan bisnis dengan pihak showrom, yang intinya: bila ada pembeli dengan cara kredit, maka pihak bank berkewajiban membayarkan harga motor tersebut dengan pembayaran kontan, dengan konsekwensi pembeli tersebut dengan otomatis menjadi nasabah bank, sehingga bank berhak menerima cicilannya. Dengan demikian, seusai pembeli menandatangani formulir pembelian, pihak showrom langsung mendapatkan haknya, yaitu berupa pembayaran tunai dari bank. Sedangkan pembeli secara otomatis telah menjadi nasabah bank terkait.
Praktek semacam ini dalam ilmu fiqih disebut dengan hawalah, yaitu memindahkan piutang kepada pihak ketiga dengan ketentuan tertentu.
Pada dasarnya, akad hawalah dibenarkan dalam syari’at, akan tetatpi permasalahannya menjadi lain, tatkala hawalah digabungkan dengan akad jual-beli dalam satu transaksi. Untuk mengetahui dengan benar hukum perkreditan yang menyatukan antara akad jual beli dengan akad hawalah, maka kita lakukan dengan memahami dua penafsiran yang sebanarnya dari akad perkreditan segitiga ini.
Bila kita berusaha mengkaji dengan seksama akad perkreditan segitiga ini, niscaya akan kita dapatkan dua penafsiran yang saling mendukung dan berujung pada kesimpulan hukum yang sama. Kedua penafsiran tersebut adalah:
Penafsiran pertama: Bank telah menghutangi pembeli motor tersebut uang sejumlah Rp 10.000.000,- dan dalam waktu yang sama Bank langsung membayarkannya ke showrom tempat ia membeli motornya itu. Kemudian Bank menuntut pembeli ini untuk membayar piutang tersebut dalam jumlah Rp 13.000.000,-. Bila penafsiran ini yang terjadi, maka ini jelas-jelas riba nasi’ah (riba jahiliyyah). Dan hukumnya seperti yang disebutkan dalam hadits berikut:
عن جابر قال: لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم آكل الربا وموكله وكاتبه وشاهديه، وقال: هم سواء. رواه مسلم
Dari sahabat Jabir radhiallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknati pemakan riba (rentenir), orang yang memberikan/membayar riba (nasabah), penulisnya (sekretarisnya), dan juga dua orang saksinya. Dan beliau juga bersabda: “Mereka itu sama dalam hal dosanya.” (Muslim)
Penafsiran kedua: Bank telah membeli motor tersebut dari Show Room, dan menjualnya kembali kepada pembeli tersebut. Sehingga bila penafsiran ini yang benar, maka Bank telah menjual motor yang ia beli sebelum ia pindahkan dari tempat penjual yaitu showrom ke tempatnya sendiri, sehingga Bank telah menjual barang yang belum sepenuhnya menjadi miliknya. Sebagai salah satu buktinya, surat-menyurat motor tersebut semuanya langsung dituliskan dengan nama pembeli tersebut, dan bukan atas nama bank yang kemudian di balik nama ke pembeli tersebut. Bila penafsiran ini yang terjadi, maka perkreditan ini adalah salah satu bentuk rekasaya riba yang jelas-jelas diharamkan dalam syari’at.
عن ابن عباس رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: من ابتاع طعاما فلا يبعه حتى يقبضه. قال ابن عباس: وأحسب كل شيء بمنزلة الطعام. متفق عليه
“Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu, ia menuturkan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya.” Ibnu ‘Abbas berkata: “Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Pendapat Ibnu ‘Abbas ini selaras dengan hadits Zaid bin Tsabit t berikut:
عن ابن عمر قال: ابتعت زيتا في السوق، فلما استوجبته لنفسي لقيني رجل فأعطاني به ربحا حسنا، فأردت أن أضرب على يده، فأخذ رجل من خلفي بذراعي، فالتفت فإذا زيد بن ثابت فقال: لا تبعه حيث ابتعته حتى تحوزه إلى رحلك فإن رسول الله e نهى أن تباع السلع حيث تبتاع حتى يحوزها التجار إلى رحالهم. رواه أبو داود والحاكم
“Dari sahabat Ibnu Umar ia mengisahkan: Pada suatu saat saya membeli minyak di pasar, dan ketika saya telah selesai membelinya, ada seorang lelaki yang menemuiku dan menawar minyak tersebut, kemudian ia memberiku keuntungan yang cukup banyak, maka akupun hendak menyalami tangannya (guna menerima tawaran dari orang tersebut) tiba-tiba ada seseorang dari belakangku yang memegang lenganku. Maka akupun menoleh, dan ternyata ia adalah Zaid bin Tsabit, kemudian ia berkata: “Janganlah engkau jual minyak itu di tempat engkau membelinya hingga engkau pindahkan ke tempatmu, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari menjual kembali barang di tempat barang tersebut dibeli, hingga barang tersebut dipindahkan oleh para pedagang ke tempat mereka masing-masing.” (Riwayat Abu dawud dan Al Hakim)([3])
Para ulama’ menyebutkan beberapa hikmah dari larangan ini, di antaranya ialah, karena kepemilikan penjual terhadap barang yang belum ia terima bisa saja batal, karena suatu sebab, misalnya barang tersebut hancur terbakar, atau rusak terkena air dll, sehingga ketika ia telah menjualnya kembali, ia tidak dapat menyerahkannya kepada pembeli kedua tersebut.
Dan hikmah kedua: Seperti yang dinyatakan oleh Ibnu ‘Abbas t ketika muridnya yang bernama Thawus mempertanyakan sebab larangan ini:
قلت لابن عباس: كيف ذاك؟ قال: ذاك دراهم بدراهم والطعام مرجأ.
Saya bertanya kepada Ibnu ‘Abbas: “Bagaimana kok demikian?” Ia menjawab: “Itu karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda.”([4])
Ibnu Hajar menjelaskan perkatan Ibnu ‘Abbas di atas dengan berkata: “Bila seseorang membeli bahan makanan seharga 100 dinar –misalnya- dan ia telah membayarkan uang tersebut kepada penjual, sedangkan ia belum menerima bahan makanan yang ia beli, kemudian ia menjualnya kembali kepada orang lain seharga 120 dinar dan ia langsung menerima uang pembayaran tersebut, padahal bahan makanan yang ia jual masih tetap berada di penjual pertama, maka seakan-akan orang ini telah menjual/ menukar (menghutangkan) uang 100 dinar dengan pembayaran/harga 120 dinar. Dan sebagai konsekwensi penafsiran ini, maka larangan ini tidak hanya berlaku pada bahan makanan saja, (akan tetapi berlaku juga pada komoditi perniagaan lainnya-pen).”([5])
Dengan penjelasan ini, dapat kita simpulkan bahwa pembelian rumah atau kendaraan dengan melalui perkreditan yang biasa terjadi di masyarakat adalah terlarang karena merupakan salah satu bentuk perniagaan riba.
Solusi
Sebagai solusi dari perkreditan riba yang pasti tidak akan diberkahi Allah, maka kita dapat menggunakan metode perkreditan pertama, yaitu dengan membeli langsung dari pemilik barang, tanpa menyertakan pihak ketiga. Misalnya dengan menempuh akad al wa’du bis syira’ (janji pembelian) yaitu dengan meminta kepada seorang pengusaha yang memiliki modal agar ia membeli terlebih dahulu barang yang dimaksud. Setelah barang yang dimaksud terbeli dan berpindah tangan kepada pengusaha tersebut, kita membeli barang itu darinya dengan pembayaran dicicil/terhutang . Tentu dengan memberinya keuntungan yang layak.
Dan bila solusi pertama ini tidak dapat diterapkan karena suatu hal, maka saya menganjurkan kepada pembaca untuk bersabar dan tidak melanggar hukum Allah Ta’ala demi mendapatkan barang yang diinginkan tanpa memperdulikan faktor keberkahan dan keridhaan ilahi. Tentunya dengan sambil menabung dan menempuh hidup hemat, dan tidak memaksakan diri dalam pemenuhan kebutuhan. Berlatihlah untuk senantiasa bangga dan menghargai rizqi yang telah Allah Ta’ala karuniakan kepada kita, sehingga kita akan lebih mudah untuk mensyukuri setiap nikmat yang kita miliki. Bila kita benar-benar mensyukuri kenikmatan Allah, niscaya Allah Ta’ala akan melipatgandakan karunia-Nya kepada kita:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ . إبراهيم 7
“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu mengumandangkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Qs. Ibrahim: 7)
Dan hendaknya kita senantiasa yakin bahwa barang siapa bertaqwa kepada Allah dengan menjalankan perintah dan meninggalkan larangan, niscaya Allah akan memudahkan jalan keluar yang penuh dengan keberkahan.
ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Qs. At Thalaq: 2-3)
Dahulu dinyatakan oleh para ulama’:
من ترك شيئا لله عوضه الله خيرا منه
“Barang siapa meninggalkan suatu hal karena Allah, niscaya Allah akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik.”
Wallau Ta’ala a’alam bisshowab.
***
Penulis: Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Artikel http://www.pengusahamuslim.com
Footnote:
[1] ) Sebagaimana beilau jelaskan dalam kitabnya I’lamul Muwaqqiin dan Hasyi’ah ‘ala Syarah Sunan Abi Dawud.
[2] ) Sebagian showroom tidak mensyaratkan pembayaran uang muka.
[3] ) Walaupun pada sanadnya ada Muhammad bin Ishaq, akan tetapi ia telah menyatakan dengan tegas bahwa ia mendengar langsung hadits ini dari gurunya, sebagaimana hal ini dinyatakan dalam kitab At Tahqiq. Baca Nasbur Rayah 4/43 , dan At Tahqiq 2/181.
[4] ) Riwayat Bukhary dan Muslim.
[5] ) Fathul Bari, oleh Ibnu Hajar Al Asqalany 4/348-349.
17.33 | 0 komentar | Read More

Bagaimana Para Ulama Menjaga Hadits

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz Dzikra dan Kami lah yang akan menjaganyaAllah telah berjanji untuk menjaga Adz Dzikra dalam firman-Nya:
إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz Dzikra dan kamilah yang akan menjaganya.” (QS Al Hijir : 9)
Dan masuk ke dalam makna Adz Dzikra adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena Allah Ta’ala berfirman dalam ayat lain:
وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس ما نزل إليهم ولعلهم يتفكرون
“Dan Kami telah menurunkan Adz Dzikra agar engkau menjelaskan kepada mereka apa yang diturunkan kepada mereka dan agar mereka berfikir.” (QS An Nahl : 44)
Ayat ini menunjukkan bahwa Adz Dzikra yang dimaksud adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena ia berfungsi menjelaskan Al Qur’an yang diturunkan kepada mereka.
Di antara cara Allah menjaga hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan adanya sanad yaitu rantai perawi yang menyampaikan kepada matan hadits, oleh karena itu perhatian para ulama terhadap sanad hadits sangat besar. Abdullah bin Mubarak rahimahullah berkata:
الْإِسْنَادُ مِنْ الدِّينِ وَلَوْلَا الْإِسْنَادُ لَقَالَ مَنْ شَاءَ مَا شَاءَ
“Sanad itu termasuk agama, kalau bukan karena sanad orang akan seenaknya menisbatkan (kepada Nabi) apa yang ia mau.”[1]
Para ulama telah menyingsingkan lengan mereka bersungguh-sungguh membela hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka memeriksa sanad-sanad hadits dengan cara yaitu:

Pertama: Mengenal sejarah perawi hadits

Maksudnya adalah nama, kunyah, gelar, nisbat, tahun kelahiran dan kematian, guru-guru dan muridnya, tempat-tempat yang dikunjunginya, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan sejarah perawi tersebut, sehingga dari sini dapat diketahui sanad yang bersambung dengan sanad yang tidak bersambung seperti mursal[2], mu’dlal[3], mu’allaq[4], munqathi’[5] dan diketahui pula perawi yang majhul ‘ain[6] atau hal[7] juga kedustaan seorang perawi.
Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata: “Ketika para perawi menggunakan dusta, maka kami gunakan sejarah untuk (menyingkap kedustaan) mereka.”[8]
‘Ufair bin Ma’dan Al kila’i berkata: “Datang kepada kami Umar bin Musa di kota Himish, lalu kami berkumpul kepadanya di masjid, maka ia berkata: “Haddatsana (telah bercerita kepada kami) syaikh kalian yang shalih, ketika ia telah banyak berkata demikian, aku berkata kepadanya: “Siapakah syaikh kami yang shalih itu, sebutkanlah namanya agar kami dapat mengenalinya.”
Ia berkata: “Khalid bin Ma’dan.”
Aku berkata: “Tahun berapa engkau bertemu dengannya ?”
Ia menjawab: “Tahun 108H.”
Aku berkata: “Di mana engkau bertemu dengannya ?”
Ia menjawab: “Di perang Armenia.”
Aku berkata kepadanya: “Bertaqwalah engkau kepada Allah dan jangan berdusta!! Khalid bin Ma’dan wafat pada tahun 104H dan tadi engkau mengklaim bertemu dengannya pada tahun 108H, dan aku tambahkan lagi untukmu bahwa ia tidak pernah mengikuti perang Armenia, namun ia ikut perang melawan Romawi.”[9]
Abul Walid Ath Thayalisi berkata: “Aku menulis dari Amir bin Abi Amir Al Khozzaz, suatu hari ia berkata: “Haddatasana ‘Atha bin Abi Rabah.”
Aku berkata kepadanya: “Tahun berapa engkau mendengar dari ‘Atha ?”
Ia menjawab: “Pada tahun 124H.”
Aku berkata: “‘Atha meninggal antara tahun 110-119H.”[10]

Kedua: Memeriksa riwayat-riwayat yang dibawa oleh perawi dan membandingkannya dengan perawi lain yang tsiqah (terpercaya) baik dari sisi sanad maupun matan

Dengan cara ini dapat diketahui kedlabitan (penguasaan) seorang perawi sehingga dapat divonis sebagai perawi yang tsiqah atau bukan, dengan cara ini pula dapat diketahui jalan-jalan sebuah periwayatan dan matan-matannya sehingga dapat dibedakan antara riwayat yang shahih, hasan, dla’if, syadz[11], munkar[12], mudraj[13], juga dapat mengetahui illat (penyakit) yang dapat mempengaruhi keabsahan riwayatnya dan lain sebagainya. Di antara contohnya adalah:
Khalid bin Thaliq bertanya kepada Syu’bah: “Wahai Abu Bistham, sampaikan kepadaku hadits Simak bin Harb mengenai emas dalam hadits ibnu Umar.”
Ia menjawab: “Semoga Allah meluruskanmu, hadits ini tidak ada yang meriwayatkannya secara marfu’[14] kecuali Simak.”
Khalid berkata: “Apakah engkau takut bila aku meriwayatkannya darimu ?”
Ia menjawab: “Tidak, akan tetapi Qatadah menyampaikan kepadaku dari Sa’id bin Musayyib dari ibnu Umar secara mauquf[15], dan Ayyub mengabarkan kepadaku dari Nafi’ dari ibnu Umar secara mauquf juga, demikian juga Dawud bin Abi Hindin menyampaikan kepadaku dari Sa’id bin Jubair secara mauquf juga, ternyata dimarfu’kan oleh Simak, makanya aku khawatir pada (riwayat)nya.”[16]
Kisah ini menunjukkan bahwa para ulama hadits mengumpulkan semua jalan-jalan suatu hadits dan membandingkan satu sama lainnya dengan melihat derajat ketsiqahan para perawi; mana yang lebih unggul dan mana yang tidak sehingga dapat diketahui penyelisihan seorang perawi dalam periwayatannya, dan ini sangat bermanfaat sekali untuk menyingkap illat (penyakit) sebuah hadits dan kesalahan-kesalahan perawi dalam meriwayatkan hadits.
Yahya bin Ma’in pernah datang kepada ‘Affan untuk mendengar kitab-kitab Hammad bin Salamah, lalu ‘Affan berkata kepadanya: “Apakah engkau tidak pernah mendengarnya dari seorangpun?”
Ia menjawab: “Ya, Aku mendengar dari tujuh belas orang dari Hammad bin Salamah.”
‘Affan berkata: “Demi Allah, aku tidak akan menyampaikannya kepadamu.”
Berkata Yahya: “Ia hanya mengharapkan dirham.” Lalu Yahya bin Ma’in pergi menuju Bashrah dan datang kepada Musa bin Isma’il, Musa berkata kepadanya: “Apakah engkau tidak pernah mendengar kitab-kitabnya dari seorangpun?”
Yahya menjawab: “Aku mendengarnya dari tujuh belas orang dan engkau yang kedelapan belas.”
Ia berkata: “Apa yang engkau lakukan dengan itu?”
Yahya menjawab: “Sesungguhnya Hammad bin Salamah terkadang salah maka aku ingin membedakan antara kesalahannya dengan kesalahan orang lain, apabila aku melihat ashhabnya (para perawi yang sederajat dengannya) bersepakat pada sesuatu, aku dapat mengetahui bahwa kesalahan berasal dari Hammad, dan apabila mereka semua bersepakat meriwayatkan sesuatu darinya namun salah seorang perawi darinya menyalahi periwayatan perawi-perawi lain yang sama-sama meriwayatkan dari Hammad, aku dapat mengetahui bahwa kesalahan itu dari perawi tersebut bukan dari Hammad, dengan cara itulah aku dapat membedakan kesalahan Hammad dengan kesalahan orang lain terhadap Hammad”.[17]
Subhanallah ! demikianlah Allah menjaga agama ini dengan adanya para ulama yang amat semangat dalam menelusuri periwayatan hadits dan membedakan antara periwayatan yang benar dari periwayatan yang salah. Dengan mengumpulkan jalan-jalan hadits dapat diketahui pula mutaba’ah[18] dan syawahid[19] serta kesalahan matan[20] hadits yang bawakan oleh seorang perawi.
Abu Hatim Makki bin Abdan berkata: “Aku mendengar Muslim bin Hajjaj berkata: “(contoh) kabar yang dinukil namun salah dalam matannya : Haddatsani Al Hasan Al Hulwani dan Abdullah bin Ubaidullah Ad Darimi, keduanya berkata: “Haddatsana Ubaidullah bin Abdul Majid haddatsana Katsir bin Zaid, haddatsani Yazid bin Abi Ziyad dari Kuraib dari ibnu Abbas ia berkata: “Aku pernah bermalam di rumah bibiku Maimunah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbaring di atas panjangnya bantal dan aku berbaring pada lebarnya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangun dan berwudlu sedangkan kami masih tidur, kemudian beliau berdiri shalat. Akupun berdiri di sebelah kanannya, maka beliau menjadikan aku di sebelah kirinya… Al Hadits.
Muslim berkata: “Kabar ini salah dan tidak mahfudz (syadz), karena banyaknya kabar-kabar yang shahih yang diriwayatkan oleh para perawi tsiqat yang menyebutkan bahwa ibnu Abbas berdiri di sebelah kiri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu dipindahkan ke sebelah kanan beliau dan ini menyelisihi kabar tadi. Demikian pula sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam seluruh kabar dari ibnu Abbas bahwa seseorang berdiri di sebelah kanan imam bukan disebelah kirinya.”
Beliau berkata lagi: “Insya Allah kami akan menyebutkan periwayatan ashhab (para perawi yang meriwayatkan) dari Kuraib dari Ibnu Abbas, kemudian setelah itu kami akan menyebutkan para perawi yang meriwayatkan dari ibnu Abbas yang sesuai dengan riwayat Kuraib:
Haddatsana ibnu Abi Umar haddatsana Sufyan dari Amru bin Dinar dari Kuraib dari ibnu Abbas bahwa ia bermalam di rumah Maimunah, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangun di waktu malam dan berwudlu. Ibnu Abbas berkata: “Lalu aku bangun dan melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian aku datang dan berdiri di sebelah kirinya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan aku di sebelah kanannya.”
Dan Makhramah bin Sulaiman meriwayatkan dari Kuraib demikian.
Dan Salamah bin Kuhail dari Abu Risydin.
Dan Salamah dari Kuraib.
Dan Salim bin Abil ja’ad dari Kuraib.
Dan Husyaim dari Abu Bisyir dari Sa’id bin Jubair dari ibnu Abbas.
Dan Ayyub dari Abdullah dari ayahnya.
Dan Al Hakam dari Sa’id bin Jubair.
Dan ibnu Juraij dari ‘Atha.
Dan Qais bin Sa’ad dari ‘Atha.
Dan Abu Nadlrah dari ibnu Abbas.
Dan Asy Sya’bi dari ibnu Abbas.
Dan Thawus dari Ikrimah dari ibnu Abbas.
Muslim berkata: “Maka dengan apa yang kami sebutkan ini dari kabar-kabar yang shahih dari Kuraib dan semua perawi dari ibnu Abbas, menjadi jelas kesalahan riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memindahkan ibnu Abbas ke sebelah kirinya”.[21]

Ketiga: Merujuk buku asli perawi hadits

Cara ini digunakan oleh para ahli hadits untuk mengetahui kebenaran seorang perawi yang mengaku mendengar dari seorang syaikh, mereka meneliti dengan seksama buku asli perawi tersebut bahkan diperiksa juga kertasnya, tintanya dan tempat penulisannya.
Zakaria bin Yahya Al Hulwani berkata: “Aku melihat Abu Dawud As Sijistani telah memberikan tanda kepada hadits Ya’qub bin Kasib di punggung kitabnya, maka kami bertanya mengapa ia melakukan itu?
Ia menjawab: “Kami melihat di musnadnya hadits-hadits yang kami ingkari, lalu kami meminta buku aslinya namun ia menolak, beberapa waktu kemudian ia mengeluarkan bukunya, ternyata kami dapati hadits-hadits tersebut tampak dirubah dengan (bukti) tinta yang masih baru yang tadinya hadits-hadits tersebut mursal tetapi ia menjadikannya musnad[22] dan diberikan tambahan padanya.”[23]

Keempat: Memeriksa lafadz dalam menyampaikan hadits

Ketika menyampaikan hadits, para perawi menggunakan lafadz-lafadz sesuai dengan keadaan ia mengambil hadits tersebut, bila ia mendengar langsung dari mulut syaikh atau syaikh yang membacakan kepadanya hadits, biasanya digunakan lafadz “Haddatsana” dan bila dibacakan oleh murid kepada syaikh biasanya menggunakan “Akhbarona” atau “Anbaana” dan ini semua lafadz-lafadz yang menunjukkan bahwa si perawi mendengar langsung dari Syaikh, dan ada juga lafadz-lafadz yang mengandung kemungkinan mendengar langsung atau tidak, seperti lafadz ‘an fulan (dari si fulan) atau qola fulan (berkata si fulan), lafadz seperti ini bisa dihukumi bersambung dengan dua syarat:
1. Memungkinkan bertemunya perawi itu dengan syaikhnya, seperti ia satu zaman dengan syaikhnya dan lain-lain.
2. Perawi tersebut bukan mudallis[24].
Bila salah satu dari dua syarat ini tidak terpenuhi maka sanadnya dianggap tidak bersambung atau lemah.

Kelima: Memeriksa ketsiqahan perawi-perawi hadits

Pemeriksaan para perawi hadits berporos pada dua point penting[25] yaitu:
1. Kepribadian perawi dari sisi agama dan akhlaknya, atau yang disebut dalam ilmu hadits dengan ‘adaalah (adil).
Perawi yang adil menurut istilah ahli hadits adalah seorang muslim, baligh dan berakal, selamat dari sebab-sebab kefasiqan dan khowarim al muru’ah (adab-adab yang buruk). Dan sebab-sebab kefasiqan ada dua yaitu maksiat dan bid’ah. Dan kefasiqan yang merusak seorang perawi adalah fasiq karena maksiat (dosa besar) seperti minum arak, berzina, mencuri dan lain-lain.
Adapun bid’ah, para ulama berbeda pendapat dalam menyikapinya, diantara mereka ada yang menolak perawi ahlul bid’ah secara mutlak, dan diantara mereka ada yang menerimanya selama tidak menghalalkan dusta dan diantara mereka ada yang memberikan perincian-perincian tertentu seperti tidak menyeru kepada bid’ahnya, tidak meriwayatkan hadits yang mendukung bid’ahnya, dan lain-lain.
Namun bila kita perhatikan secara cermat bahwa sifat perawi yang diterima adalah kejujuran perawi (tidak menghalalkan dusta), amanah dan terpecaya agama dan akhlaknya. Dan bila kita periksa keadaan perawi-perawi yang melakukan bid’ah, banyak diantara mereka yang mempunyai sifat demikian dan mereka melakukan bid’ah bukan karena sengaja melakukannya atau menganggapnya halal, akan tetapi karena adanya ta’wil (syubhat) sehingga periwayatannya diterima oleh para ulama, berbeda jika si perawi mengingkari perkara agama yang mutawatir dan bersifat pasti dalam agama (dlaruri) atau meyakini kebalikannya, maka perawi seperti ini wajib ditolak periwayatannya[26]. Saya akan sebutkan beberapa perawi yang melakukan bid’ah namun diterima haditsnya:
Muhammad bin Rasyid, Yahya bin Ma’in berkata tentangnya: “Tsiqah dan ia qadari (pengikut qadariyah[27]).[28]
Aban bin Taghlib, perawi yang tsiqah, dianggap tsiqah oleh imam Ahmad dan Yahya bin Ma’in, dikatakan oleh ibnu ‘Adi: “Ekstrim dalam syi’ah”. Adz Dzahabi berkata: “Ia Syi’ah yang ekstrim namun shaduq (sangat jujur), maka untuk kita riwayatnya dan untuk dia kebid’ahannya”.[29]
Abdurrazaq bin Hammam Ash Shan’ani tsiqah hafidz namun mempunyai keyakinan syi’ah.
Abdul Majid bin Abdul ‘Aziz bin Abi Rawwad, dianggap tsiqah oleh ibnu Ma’in dan lainnya. Abu Dawud berkata: “Tsiqah menyeru kepada aqidah murji’ah”.[30]
Muhamad bin Imran Abu Abdillah Al Marzabani Al Katib shaduq tetapi ia mu’tazilah yang keras.[31]
Bagaimana mengetahui keadilan perawi
Jumhur ahli hadits berpendapat bahwa keadilan perawi dapat diketahui dengan salah satu dari dua cara, yaitu:
Pertama: Terkenal keadilannya
Maksudnya perawi itu masyhur dikalangan ahli hadits kebaikannya dan banyak yang memujinya sebagai perawi yang amanah dan tsiqah, maka ketenaran ini sudah mencukupi dan tidak lagi membutuhkan kepada saksi dan bukti, seperti imam yang empat, Syu’bah, Sufyan bin ‘Uyainah dan Sufyan Ats Tsauri, Yahya bin Ma’in dan lain-lain.
Kedua: Pernyataan dari seorang imam
Bila seorang perawi tidak ditemukan pujian (ta’dil) kecuali dari seorang imam yang faham maka diterima ta’dilnya selama tidak ditemukan padanya jarh (celaan) yang ditafsirkan.[32]
2. Periwayatan yang ia riwayatkan apakah ia menguasainya atau tidak, atau yang disebut dalam ilmu hadits dengan istilah dlabth dan itqan.
Ada dua cara yang digunakan oleh para ahli hadits untuk mengetahui kedlabitan perawi, yaitu:
1. Membandingkan periwayatannya dengan periwayatan perawi-perawi lain yang terkenal ketsiqahan dan kedlabitannya.
Jika mayoritas periwayatannya sesuai walaupun dari sisi makna dengan periwayatan para perawi yang tsiqah tersebut dan penyelisihannya sedikit atau jarang maka ia dianggap sebagai perawi yang dlabit.
Dan jika periwayatannya banyak menyelisihi periwayatan perawi-perawi yang tsiqah tadi maka ia dianggap kurang atau cacat kedlabitannya dan tidak boleh dijadikan sebagai hujah. Akan tetapi jika si perawi tersebut mempunyai buku asli yang shahih dan ia menyampaikannya hanya sebatas dari buku bukan dari hafalannya maka periwayatannya dapat diterima.
2. Menguji perawi.
Bentuk-bentuk ujian kepada perawi bermacam-macam diantaranya adalah dengan membacakan padanya hadits-hadits lalu dimasukkan di sela-selanya periwayatan orang lain, jika ia dapat membedakan maka ia adalah perawi yang tsiqah dan jika tidak dapat memebedakannya maka ia kurang ketsiqahannya. Diantaranya juga adalah membolak-balik matan dan sanad sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli hadits Baghdad terhadap imam Bukhari.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menguji perawi, sebagian ulama mengharamkannya seperti Yahya bin Sa’id Al Qathan dan sebagian lagi melakukannya seperti Syu’bah dan Yahya bin Ma’in. Al Hafidz ibnu Hajar rahimahullah memandang bahwa menguji perawi adalah boleh selama tidak terus menerus dilakukan pada seorang perawi karena mashlahatnya lebih banyak dibandingkan mafsadahnya yaitu dapat mengetahui derajat seorang perawi dengan waktu yang cepat.[33]
***
_____
[1] Muslim dalam muqadimah shahihnya.
[2] Mursal adalah perkataan Tabi’in: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda atau berbuat begini…”
[3] Mu’dlal adalah sanad yang digugurkan dua perawinya secara beruntun di akhir sanad.
[4] Mu’allaq adalah sanad yang digugurkan seorang perawi atau lebih secara beruntun di awal sanadnya.
[5] Munqathi’ adalah sanad yang terputus baik di awal, ditengah atau di akhirnya.
[6] Majhul ‘ain adalah perawi yang meriwayatkan darinya hanya seorang dan tidak ada ulama yang memujil dan mencelanya.
[7] Majhul hal adalah perawi yang meriwayatkan darinya hanya dua orang dan tidak ada pujian dan celaan dari para ulama.
[8] Al Kifayah hal 119.
[9] Al Kifayah hal 119.
[10] Mizanul I’tidal 2/360.
[11] Syadz adalah periwayatan perawi yang maqbul (diterima) yang bertentangan dengan periwayatan perawi lain yang lebih kuat darinya.
[12] Munkar adalah bersendiriannya seorang perawi yang lemah dalam meriwayatkan sebuah hadits atau menyalahi periwayatan perawi lain yang tsiqah.
[13] Mudraj adalah adanya tambahan yang bukan dari hadits, dan mudraj ini dapat diketahui dengan keberadaan tambahan tersebut secara terpisah dalam riwayat yang lain, atau pernyataan langsung dari perawi yang meriwayatkannya, atau pernyataan dari imam yang mengetahuinya, atau mustahil tambahan tersebut diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
[14] Marfu’ artinya meriwayatkannya sampai kepada Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
[15] Mauquf artinya meriwayatkannya sampai kepada shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
[16] Muqadimah Al Jarhu watta’dil hal 158. Beliau khawatir riwayat Simak adalah periwayatan yang salah karena menyelisihi periwayatan perawi-perawi lain yang lebih tsiqah sehingga menjadi syadz.
[17] Lihat Manhaj Naqd ‘iendal muhadditsin karya Dr Muhammad Mushtafa Al A’dzami hal 69.
[18] Mutaba’ah artinya Jalan lain dari sebuah sanad yang shahabatnya sama dan bertemu dengan sanad pertama dari awal sanad (mutaba’ah sempurna) atau di tengah sanad (mutaba’ah qashirah).
[19] Syawahid artinya jalan lain dari sebuah hadits dengan shahabat yang berbeda, dimana matannya sama atau semakna.
[20] Matan adalah ujung sanad berupa perkataan Nabi atau shahabat atau lainnya.
[21] At Tamyiz hal 183-185 tahqiq Dr Muhamad Mushtafa Al A’dzami.
[22] Musnad artinya bersambung sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
[23] Mizanul I’tidal 1/451.
[24] Mudallis adalah perawi yang suka menggugurkan perawi yang lemah dari sanad antara ia dengan syaikhnya yang tsiqah dan banyak mengambil hadits dari syaikh tersebut, atau menggugurkan perawi yang lemah diantara dua syaikh yang tsiqah yang bertemu satu dengan lainnya agar terlihat sanadnya bersih dan tidak cacat.
[25] Manhaj Naqd ‘iendal muhadditsin hal 20.
[26] Lihat An Nukat ‘ala Nuzhatinadzar hal 137.
[27] Qadariyah adalah firqah sesat yang mengatakan bahwa taqdir tidak ada dan bahwa segala sesuatu tidak ditaqdirkan oleh Allah.
[28] Al Mughni 1/6.
[29] Mizanul I’tidal 1/5.
[30] Al Mughni 2/403.
[31] Al Mughni 2/620.
[32] Dlawabith Jarh watta’dil hal 21-22.
[33] Lihat Dlawabith Al Jarh watta’dil hal 35-37.
http://cintasunnah.com/bagaimana-para-ulama-menjaga-hadits/
17.32 | 0 komentar | Read More

Akhlak Mulia Satu Sebab Manusia Menjadi Bahagia ( Berakhlak Mulia Faktor Penting Dalam Meraih Kebahagiaan )


Akhlak mulia faktor kebahagiaan manusia 
Berakhlak Mulia Faktor Penting Dalam Meraih Kebahagiaan
Di antara hal yang dapat mendatangkan kebahagiaan: memperhatikan adab-adab Islami; akhlak yang Islami saat bermuamalah dengan manusia, memperhatikan bagaimana adab Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan akhlak beliau ketika bergaul dengan masyarakat. Nabi shallallahau alaihi wa salam pernah bersabda:
اِ نَّمَا بُعِثْتُ لأُ تَمِّمَ صَا لِحَ الأَ خْلاَ قِ
“Sesungguhnya aku diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mulia.” (HR Ahmad)
Oleh karena itu, Nabi shallallahau alaihi wa sallam ketika ditanya tentang timbangan kebaikan yang paling berat di akherat, beliau menjawab, “Bertakwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.”
Akhlak mulia memiliki nilai tinggi di sisi Allah. Oleh karena itu, akhlak yang mulia merupakan tanda kebahagiaan orang yang memilikinya. Jika bermuamalah dengan orang lain dan berbicara dengan saudaranya, ia berbicara dengan kalimat yang lembut, indah dan menyenangkan hati. Dia berusaha menolong orang lain, selalu ingin membantu orang lain dan menjauhkan dirinya dari perkataan yang kasar, kotor dan perkataan yang menyakiti orang lain. Apabila akhlak yang mulia terlepas dari seseorang, maka mulutnya (perkataannya) selalu kotor, ia hanya mau mencari pertolongan saja, namun enggan menolong orang lain, sombong, suka melaknat dan suka menyakiti orang lain. Ini tipe orang yang tidak berbahagia, kehidupannya sengsara. Tidak hanya itu, orang-orang di sekitarnya pun turut sengsara. Istrinya (atau suaminya) jadi menderita, anak-anaknyapun mengalami hal serupa, karena ayah (atau ibu) mereka yang kurang ajar. Semua orang menjauhinya.
Berbeda halnya dengan orang yang berakhlak mulia, orang ini merasakan kebahagiaan dengan budi pekertinya yang luhur, melalui perkataannya yang lembut, tutur kata yang indah, ber-empati terhadap kesulitan orang lain. Orang ini insan yang bahagia. Orang-orang di sekitarnya pun merasakan kebahagiaan. Istri (suami), anak-anak, sahabatnyapun ikut berbahagia. Kenapa? Karena tutur katanya indah, ia selalu berpikir sebelum berbicara. Atas dasar itu, kita hendaknya menghiasi diri dengan akhlak yang mulia.
Kalau kita berakhlak mulia di hadapan manusia, maka hendaknya kita lakukan itu karena (mengharap balasan dari) Allah. Sebab barangsiapa melakukan demikian tidak karena Allah ia akan menderita.
Coba bayangkan seandainya Anda berjumpa dengan seseorang yang berakhlak mulia, bertuturkata baik, pasti Anda akan merasa nyaman duduk dengan dia. Bahkan mungkin saja Anda berangan-angan bisa berlama-lama dengannya. Hal ini lantaran Anda benar-benar menikmati akhlak yang mulia. Sebaliknya jika Anda duduk dengan orang yang akhlaknya buruk, lisannya kotor, berbicara kasar, suka merendahkan orang lain pastilah Anda tidak merasa betah duduk dengannya. Penderitaan yang ia alami menular ke diri Anda.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ الْمُؤْ مِنَ لَيْسَ بِا للَّعَّانِ وَ لاَ الطَّعَّانِ وَ لاَ الْفَا حِشْ وَ لاَ البَذِيءِ
“Seorang mu’min bukanlah insan yang lisannya suka mencela, melaknat, berkata-kata keji, berkata-kata buruk.” (HR Ahmad)
Ini bukanlah sifat seorang mu’min. Kalau ada seorang mu’min seperti ini maka perlu dipertanyakan keimanannya.
Berakhlak Baik Harus Karena Allah
Jika seseorang bermuamalah dengan orang lain dengan akhlak yang mulia, hendaknya dia mencari pahala dari Allah, bukan mencari ucapan terima kasih dari orang, jangan pernah mengharapkan ungkapan terima kasih manusia sedikitpun. Allah berfirman dengan menceritakan sifat orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang masuk surga:
إِنّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلا شُكُورًا
“Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (al-Insan: 9)
Itu sifat orang-orang yang beriman kepada Allah. Adapun orang yang berpura-pura berperangai baik, dalam rangka mencari pujian manusia itulah kaum yang menderita. Akan datang kepada mereka penderitaan yang berkepanjangan disebabkan dirinya berakhlak mulia bukan karena Allah.
Orang yang ikhlas akan berbahagia, karena ia tidak akan memperdulikan komentar manusia, yang penting dia beramal mengharap pahala dari Allah. Ia tidak peduli dengan komentar manusia. Kalau ada orang yang memujinya, ia anggap angin lalu saja. Bila ada orang yang mencelanya ia pun membiarkannya.
Orang yang beramal karena manusia ia akan sangat sedih karena penderitaan yang timbul lantaran tidak ada orang yang menyanjungnya. Dia akan selalu menderita dan bertanya-tanya pada dirinya kapan saya dipuji? Ternyata orang-orang justru mencelanya, maka bertambahlah penderitaan yang ia alami.
Syaikhul Islam Ibn Taymiyyah rahimahullah berkata, “Dan kebahagiaan yang sebenarnya yaitu tatkala engkau bermuamalah dengan manusia, dengan masyarakat, hendaknya engkau bermuamalah dengan mereka dengan baik karena (berharap pahala dari) Allah, meskipun harus merendah di hadapan mereka, meskipun harus membantu mereka. Jadi kita mengharapkan pahala dari Allah saat berbuat baik kepada mereka. Buka sebaliknya engkau seakan-akan membantu mereka karena Allah akan tetapi ternyata engkau menginginkan suatu pamrih. Karena itu ketika bermuamalah dengan orang lain, hendaknya engkau takut kepada Allah dan hendaknya engkau berbuat baik kepada mereka karena mengharapkan ganjaran dari Allah, bukan mengharap balasan dari mereka. Dan hendaknya engkau mencegah diri dari perbuatan zhalim kepada manusia.” Ini merupakan ungkapan yang indah.
Apabila orang-orang berakhlak mulia karena Allah, niscaya mereka akan berbahagia di dunia dan akherat. Apapun kebaikan yang engkau lakukan, jangan berharap kecuali wajah Allah. Dan jangan mengganggu orang lain dengan bentuk gangguan apa saja.
***
Sumber: Ceramah Prof. Dr. Abdurrozzaq di Masjid Istiqlal bulan Januari 2010

http://yayasanalhanif.or.id/akhlak-mulia-satu-sebab-manusia-menjadi-bahagia/
17.31 | 0 komentar | Read More

( Do’a Sayyidul Istighfar ) Penjelasan Do’a Sayyidul Istighfar


شداد بن أوس ‏‏رضي الله عنه ‏عن النبي ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏‏سيد
 ‏‏الاستغفار أن تقول
{ اللهم أنت ربي لا إله إلا أنت خلقتني وأنا عبدك وأنا على عهدك ووعدك ما استطعت أعوذ بك من شر ما صنعت أبوء لك بنعمتك علي وأبوء لك بذنبي فاغفر لي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت}
قال ومن قالها من النهار موقنا بها فمات من يومه قبل أن يمسي فهو من أهل الجنة ومن قالها من الليل وهو موقن بها فمات قبل أن يصبح فهو من أهل الجنة  .رواه البخاري
“Dari syaddad bin Aus  -semoga Allah meridhoi nya- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sayyidul istighfar ialah engkau mengucapkan: ‘Ya Allah Engkau adalah Robb-ku, tiada ilah yang berhaq diibadahi dengan benar selain Engkau, Engkau lah yang menciptakanku, aku adalah hamba-Mu, aku akan setia pada perjanjianku, dengan semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang aku perbuat, aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.’”[1]

Penjelasan Hadist

Di awal doa di katakan اللهم yang artinya adalah ‘Ya Allah’ dan ini sering kita temukan di beberapa doa yang tercantum dalam al-Quran dan juga sunnah Rosulullah, dan sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu al-Qoyyim[2] makna dari  اللهم ialah: ‘Ya Allah’, maka tidak diperuntukan melainkan untuk meminta/memohon sesuatu, maka dari itu tidaklah kita mengatakan اللهم غفور رحيم (Ya Allah yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang), akan tapi kita kata kan اللهم اغفر لي وارحمني (Ya Allah ampunilah aku dan sayangilah aku).
Kemudian dilanjutkan dengan أنت ربي لا إله إلا أنت خلقتني وأنا عبدك  artinya: ‘Engkau adalah Robb-ku tiada Robb yang berhaq diibadahi selain-Mu, Kau-lah yang menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu.’
Ini adalah ungkapan yang mencakup di dalamnya dua macam tauhid, yang pertama ialah tauhid rububiyyah dan yang kedua ialah tauhid uluhiyyah.
1. Tauhid rububiyyah yang isinya ialah pengakuan akan kemampuan Allah atas segalanya, Maha Pencipta, Maha memberi rizqi, Maha Mengatur, dan lainnya yang menyatakan akan kemahakuasaan Allah atas seluruh makhluk-Nya, juga tauhid rububiyyah mengharuskan adanya tauhid al-asma’ wa as-shifaat.
2. Tauhid uluhiyyah yang mencakup agar seorang hamba memurnikan seluruh amalnya, dan mempersembahkannya untuk Allah semata tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Dalam doa ini pun di katakan خلقتني وأنا عبدك artinya: ‘Kau-lah yang menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu.’
Para ulama mengatakan bahwa tauhid rububiyyah mengharuskan seseorang untuk mewujudkan tauhid uluhiyyah, karena jika seseorang yang beriman bahwa tidak ada yang menciptakan selain Allah maka wajiblah atasnya untuk menyembah dan beribadah hanya kepada yang menciptakannya, dan ini pun ada di dalam al-Qur’an, Allah berfirman وأنا ربكم فاعبدون artinya: ‘dan Aku-lah Robb kalian, maka sembahlah Aku.’[3]
Sahabat yang mulia Ibnu Abbas  -rodhiyallahu ‘anhuma- menafsirkan ayat 21-23 dalam surat al- Baqoroh dengan mengatakan: ‘Janganlah kalian menjadikan bagi Allah sekutu dalam ibadah sedangkan kalian mengetahui bahwa tidak ada yang menciptakan kalian selain Allah.’
Kemudian selanjutnya وأنا علي عهدك ووعدك مااستطعت artinya: ‘dan aku setia di atas perjanjianku dengan Mu, semampuku.’
Ulama menjelaskan makna dari kalimat ini, diantara maknanya ialah bahwa Allah telah memerintahkan kita agar selalu berada di atas keimanan, maka kita pun menyatakan akan berada di atas perintah-Nya dan senantiasa untuk berpegang teguh dengan perintah-Nya.
Dan di dalamnya pun dikatakan sesuai dengan kemampuanku, yaitu seorang hamba melaksanakan perintah Allah sesuai dengan kemampuan yang dia sanggupi, dan inilah salah satu bentuk rahmat Allahkepada hamba-Nya, yaitu dengan tidak membebani di luar kemampuan hamba. Dan ketika seorang hamba mengucapkan ‘sesuai kemampuanku’ menunjukan akan lemah dan kurangnya daya dari seorang hamba, sehingga ia memohon agar Allah tidak menghukumnya karena tidak melaksanakan perintah dengan sempurna.
Dan inilah salah satu faidah yang disebutkan ulama ketika menjelaskan hadist yang diriwayatkan dari Abu Huroiroh -rodhiyallahu ‘anhu- bahwa Rosulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إذا أمرتكم بأمر فأتو منه مااستطعتم،
“Jika aku memerintahkan sesuatu perkara maka lakukanlah semampu kalian.”[4]
Di sini dijelaskan bahwa perintah dilakukan sesuai kemampuan yang dimiliki, karena suatu perintah terkadang tidak bisa dilaksanakan atau bisa dilaksanakan akan tetapi tidak sempurna pelaksanaannya.
Dan perlu disadari juga bahwa seorang hamba tidak bisa melakukan seluruh kewajiban yang Allah tentukan, juga tidak bisa memenuhi semua ibadah dengan keadaan yang sempurna, sehingga seorang hamba hendaknya bersungguh-sungguh untuk selalu berusaha memperbaiki keimanannya dan mensyukuri nikmat-nikmat yang Allah berikan, karena Allah-lah yang maha mengetahui apa yang dilakukan seluruh hamba-hamba-Nya, baik yang nampak atau yang tersembunyi.
Kemudian dikatakan dalam doa ini أعوذ بك من شر ما صنعت artinya: ‘Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat.’
Di sini dijelaskan bahwa seorang hamba hendaknya berlindung kepada Allah dari kejelekan yang dilakukannya, sebagaimana seseorang yang lari dari musuh menuju benteng pertahanan yang akan menyelamatkannya dari gangguan musuh tersebut. Dan juga di sini dijelaskan bahwa perbuatan kejelekan seorang hamba disandarkan kepada hamba yang melakukannya, sebagaimana dalam hadist yang disabdakan Rosulullah:
 والشر ليس إليك
yang artinya: ‘dan tidaklah kejelekan itu disandarkan kepada-Mu.’
Ini menunjukan bahwa perbuatan keburukan ialah hasil perbuatan hamba, dan Allah-lah yang memiliki nama-nama yang indah dan sifat-sifat yang sempurna, dan seluruh perbuatan Allah mengandung hikmah dan maslahah (kebaikan).
Kemudian dilanjutkan doa ini dengan perkataan أبوء لك بنعمتك علي ،وأبوء بذنبي yang artinya: ‘Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku, dan aku mengakui dosaku.’
Dalam doa ini juga ada dua ungkapan, yaitu ungkapan akan kenikmatan Allah kepada hamba dan ungkapan pengakuan akan dosa seorang hamba, sehingga dengan ungkapan pengakuan nikmat Allah kepadanya mengharuskan hamba selalu bersyukur dan tidak kufur, juga dengan ungkapan pengakuan dosa yang mengharuskan seorang hamba selalu bertaubat akan dosa-dosanya.
Juga faidah yang disebutkan bahwa seorang hamba akan memulai taubat dari dosa ketika dia mengetahui dan mengakui dia berbuat kesalahan, karena itulah pelaku bid’ah jarang yang mengakui bahwa kebid’ahannya merupakan bentuk dosa kepada Allah, sehingga sedikit dari mereka yang diberi taufiq untuk bertaubat.
Kemudian di antara faidah dari doa ini juga bahwa seorang hamba ketika berada di pagi hari atau sorenya, tidaklah terlepas dari dua perkara ini yaitu nikmat yang Allah berikan atau dosa seorang hamba yang di lakukannya, sehingga sebagian salaf mengatakan:
(إني أصبح بين نعمة وذنب،فأريد أن أحدث للنعمة شكرا و للذنب استغفارا)
Artinya: “Aku berada di pagi hari di antara  nikmat dan dosa, maka aku ingin membalas nikmat dengan rasa syukur dan dosa dengan istighfar.”[5]
Kemudian doa ini ditutup dengan kalimat فاغفر لي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت artinya: ‘Maka ampunilah aku karena tidak ada yang mampu mengampuni dosa selain engkau.’
Dalam kalimat penutup dalam doa ini di dalamnya terkumpul antara tauhid dan istighfar, sebagaimana di dalam al-Quran pun banyak disebutkan penggabungan antara tauhid dan istighfar, sebagaimana dalam QS Muhammad ayat 19 yang Allah berfirman:
فاعلم أنه لا إله إلا الله واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات.
“Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tiada tuhan yang berhaq disembah melainkan Allah dan mintalah ampunan atas dosamu dan untuk orang-orang beriman laki-laki dan wanita mu’minaat.”
Dari ayat di atas menunjukkan bahwa persaksian akan tiada tuhan yang berhaq disembah selain Allah dengan jujur dan keyakinan akan menghapuskan kesyirikan yang tersembunyi atau yang nampak, yang besar atau kecil, disengaja atau tidak, dan istighfar akan membersihkan sisa-sisa dari dosa lainnya, maka sebaik-baik pujian adalah ucapan tauhid, dan sebaik-baik doa adalah istighfar.
Maka selayaknya bagi setiap muslim untuk menghafal dan berdzikir dengan doa ini di pagi harinya dan di sore harinya, karena di dalam doa ini terkandung makna kemurnian peribadatan kepada Allah Ta’ala.
***
__________
1. Shohih Bukhori (no.6303)
2. Kitab Jala al-Afhaam (hal 143)
3.  QS al-Anbiya ayat 92
4. Shohih Bukhori hadist no 7288 dan Shohih Muslim hadist no 2380 dari sahabat Abu Hurairoh rodhiyallahu ‘anhu
5. Jaami ar-Rosail Ibnu Taimiyah (1/116) dan Thoriq al-Hijrotain Ibnu al-Qoyyim (hal 170)
Rujukan utama: Syarah Hadist Sayyidi al-Istighfar oleh fadhilatu as-Syaikh Abdu ar-Rozzaq bin Abdul Muhsin al-Abbad hafidzohullah

http://yayasanalhanif.or.id/penjelasan-doa-sayyidul-istighfar/
17.31 | 0 komentar | Read More

Keutamaan Istighfar dan Penghulu Doa Meminta Ampun ( Salah satu hal yang sering diingatkan oleh ayah saya ketika mendapatkan musibah atau melakukan kesalahan adalah beristighfar )

Musibah banjir
Salah satu hal yang sering diingatkan oleh ayah saya ketika mendapatkan musibah atau melakukan kesalahan adalah beristighfar. Bahkan hanya mendapatkan musibah atau kesalahan yang kelihatan sepele sekalipun, seperti lupa sesuatu atau salah ucap, maka ayah mengingatkan saya untuk beristighfar dan meminta ampun kepada Allah. Bisa jadi itu semua terjadi diakibatkan dosa-dosa yang pernah saya lakukan. Sungguh sebuah nasihat yang sederhana namun berharga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ma’sum saja dalam sehari beristighfar paling tidak 100 kali. Salah satu dzikir pagi petang yang beliau contohkan adalah ucapan Astaghfirullah wa atuubu ilaihi  sebanyak 100 kali.
Berkaitan dengan istighfar ini ada sebuah atsar dari Hasan al-Bashri rahimahullah.
Seseorang mengadukan kepada Hasan al-Bashri tentang musim paceklik yang terjadi. Lalu al-Hasan menasehatkan,

 ”Beristighfarlah kepada Allah.”
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang kemiskinannya. Lalu al-Hasan menasehatkan, “Beristighfarlah kepada Allah.”
Kemudian mengeluhkan lagi orang lain kepada beliau tentang kekeringan pada lahan (kebunnya). Lalu al-Hasan menasehatkan, “Beristighfarlah kepada Allah.”
Kemudian datang mengadu lagi orang lain kepada beliau karena belum mempunyai anak. Al-Hasan lalu menasehatkan, “Beristighfarlah kepada Allah.”
Kemudian al-Hasan membacakan ayat dalam surat Nuh,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
“Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan lebat kepadamu, dan menambah harta dan anak-anakmu, dan menjadikan untukmu kebun-kebun dan mengadakan pula untukmu sungai-sungai.” (QS Nuh: 10-12) [Disebutkan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari 11/98]
Nasihat Imam Hasan al-Bashri ini seakan-akan bisa menjadi salah satu solusi bagi berbagai bencana, musibah dan keterpurukan ekonomi yang sedang menimpa penduduk negeri ini.
Ada sebuah doa istighfar yang paling utama di antara doa-doa istighfar yang lain yaitu yang disebut sayyidul istighfar. Dalam Shahih al-Bukhari dari Syaddad bin Aus radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Penghulu istighfar adalah apabila engkau mengucapkan,
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ
“Ya Allah! Engkau adalah Rabbku, tidak ada Rabb yang berhak disembah kecuali Engkau. Engkaulah yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku akan setia pada perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang kuperbuat. Aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku, oleh karena itu, ampunilah aku. Sesungguhnya tiada yang mengampuni dosa kecuali Engkau.” (HR. Bukhari no. 6306)
Faedah dari bacaan ini adalah sebagaimana yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan dari lanjutan hadits di atas, “Barangsiapa mengucapkannya pada siang hari dan meyakininya, lalu dia mati pada hari itu sebelum waktu sore, maka dia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa mengucapkannya pada malam hari dalam keadaan meyakininya, lalu dia mati sebelum waktu pagi, maka dia termasuk penghuni surga.”
Dalam doa ini terkandung pengakuan akan ketauhidan, rububiyyah dan uluhiyyah Allah serta pengakuan akan kelemahan diri dan dosa. Di dalamnya terkandung hal-hal yang bisa menjadi sebab dikabulkannya doa tersebut. Penjelasan lebih lengkap mengenai makna doa tersebut bisa dibaca di http://goo.gl/FkfOf8. Semoga bermanfaat.
***
Rujukan:
http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/nabi-tidak-pernah-bosan-beristighfar.html
17.30 | 0 komentar | Read More

Persahabatan Dalam Islam: Luruskan Niat Dalam Persahabatan


Luruskan Niat Dalam PersahabatanSeorang sahabat bisa lebih baik dan lebih dekat dari pada saudara atau keluarga, sahabat juga bisa menjadi seorang yang lebih jahat dari pada penjahat sekalipun. itu semua tergantung bagaimana cara kita berteman, dan teman seperti apa yang kita pilih.

Islam selalu menuntun kita kepada hal yang baik. dalam hal persahabatan juga, pertama dalam hal niat kita diperintahkan untuk meniatkan dalam persahabatan hanya untuk menggapai ridho Allah. bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. dan sebagai contoh adalah persahabatan antara Nabi -sholallahu 'alaihi wasallam- dan para sahabat-sahabatnya.

Coba renungkan ayat berikut :

الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ

Artinya : "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS Az-Zukhruf : 67)

Ali bin Abi Thalib menafsirkan ayat diatas : Dua sahabat yang didasari oleh iman dan dua sahabat yang didasari kekufuran.

Setelah salah seorang dari sahabat yang beriman meninggal, dia diberitakan akan tempatnya di surga. maka diapun ingat terhadap sahabatnya yang masih hidup, dan berdoa : Ya Allah, bahwa sifulan itu adalah sahabat hamba. dia selalu mengingatkan hamba untuk taat kepadaMu dan taat kepada RosulMu. dan memerintahkan hamba untuk selalu berbuat baik dan menjauhi yang mungkar. dan juga mengingatkan hamba akan kematian. Ya Allah, janganlah Engkau sesatkan dia dan perlihatkanlah kepadanya balasan (surga) sebagaimana Engkau perlihatkan kepada hamba. dan ridhoilah dia sebagaimana Engkau meridhoi hamba. maka dikatakan kepadanya : pergilah (kesurga) dan jika kamu mengetahui apa balasan untuknya niscaya kamu akan banyak tertawa dan sedikit menangis.

Dan tatkala yang satunya meninggal. ruh mereka berdua dikumpulkan dan mereka berdua diperintahkan untuk memuji satu sama lain. maka mereka saling mengatakan : sebaik-baiknya saudara, dan sebaik-baiknya teman.

Salah satu sahabat yang kafir meninggal, dan diberi kabar tentang tempatnya di neraka. maka diapun ingat terhadap sahabatnya. maka dia berdoa : ya Allah, si fulan adalah sahabatku. dia selalu memerintahkanku untuk bermaksiat kepadaMu dan RosulMu. dan memerintahkanku untuk mengerjakan hal-hal yang buruk dan menjauhi hal-hal yang baik. dan mengatakan kepadaku bahwa aku tidak akan bertemu denganMu.

Ya Allah. janganlah Engkau beri hidayah kepadanya sampai Engkau melihatkan balasan atasnya seperti balasan atasku. dan bencilah dia sebagaimana engkau membenciku.

Ketika sahabat yang satunya meninggal, dikumpulkanlah ruh mereka berdua dan diperintahkan untuk saling mencela, maka mereka saling mengatakan : seburuk-buruknya saudara, dan seburuk-buruknya teman.

Ibnu Abbas berkata : setiap sahabat akan menjadi musuh kelak di akherat kecuali yang menjadikan ketakwaan sebagai dasar dalam persahabatan.

Sudahkan anda memiliki sahabat yang selalu mengingatkan akan ketaatan kepada Allah dan RosulNya ? dan yang paling penting adalah, sudahkah anda menjadi seorang sahabat yang selalu mengingatkan sahabat anda dalam kebaikan ?
http://www.artikelislami.com/2012/11/luruskan-niat-dalam-persahabatan.html
17.28 | 0 komentar | Read More

Awet Muda Ala Islam: Tips Awet Muda Ala Islam



بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على أشرف المرسلين. أما بعد :


Siapa yang enggak mau awet muda ? pasti semuanya mau, enggak laki-laki enggak perempuan. bagi anda yang ingin awet muda ala Islam, yuk simak tulisan berikut ini.
Tips Awet Muda Ala Islam
Mungkin secara kesehatan saya tidak terlalu mengetahui, tapi yang saya ketahui bahwa ketika seseorang tersenyum, dia hanya menggunakan 17 otot wajah. dibanding dengan ketika seseorang cemberut, dia menggunakan 43 otot wajah.

Bayangkan saja dari sisi ini (penggunaan otot wajah). jelas tersenyum menjadikan kita lebih irit dalam penggunaan otot wajah dari pada cemberut. disamping itu, dengan tersenyum otot wajah kita akan tetap terjaga kekencangannya. dan dengan cemberut, otot wajah kita terasa ketarik. coba saja praktekkan, kita akan merasakan perbedaannya.

Selain dari sisi yang nampak. tersenyum juga memberikan efek ketenangan pada hati. menjadikan kita semangat dan selalu husnu dhan (berpikiran positif). ditambah lagi ketika kita tersenyum kepada orang lain, tanpa terasa ketika itu kita sedang berbagi kebahagiaan dengan orang tersebut.

Dalam Islam, selain tersenyum adalah salah satu perbuatan baik. tersenyum juga dianggap sedekah. berikut sabda Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- :


تَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

Artinya : "Senyummu untuk saudaramu adalah (berpahala) sedekah bagimu." (HR Tirmidzi)

Dengan melihat banyaknya manfaat tersenyum. mari kita praktekkan tersenyum kepada orang lain. tapi ingat ! bukan kepada sembarang orang. tapi kepada orang-orang yang halal bagi kita. seperti senyum suami kepada istrinya atau sebaliknya. anak kepada orang tuanya. atau laki-laki kepada sahabat laki-laki. wanita kepada sahabat wanita.

Tersenyum. selain bisa membuat kita awet muda, juga menjadi catatan amal shalih kita di akherat. mari tersenyum !
http://www.artikelislami.com/2012/11/tips-awet-muda-ala-islam.html
17.27 | 0 komentar | Read More

KERJA ADALAH KEHORMATAN

Written By Situs Baginda Ery (New) on Minggu, 23 Februari 2014 | 13.44

motivasi islam penyejuk hati
kisah tentang "Kerja Adalah Kehormatan" yang ditulis oleh Andre Wongso.
Seorang eksekutif muda sedang beristirahat siang di sebuah kafe terbuka. Sambil sibuk mengetik di laptopnya, saat itu seorang gadis kecil yang membawa beberapa tangkai bunga menghampirinya.
”Om beli bunga Om.”
”Tidak Dik, saya tidak butuh,” ujar eksekutif muda itu tetap sibuk dengan laptopnya.
”Satu saja Om, kan bunganya bisa untuk kekasih atau istri Om,” rayu si gadis kecil.
Setengah kesal dengan nada tinggi karena merasa terganggu keasikannya si pemuda berkata, ”Adik kecil tidak melihat Om sedang sibuk? Kapan-kapan ya kalo Om butuh Om akan beli bunga dari kamu.”

Mendengar ucapan si pemuda, gadis kecil itu pun kemudian beralih ke orang-orang yang lalu lalang di sekitar kafe itu. Setelah menyelesaikan istirahat siangnya, si pemuda segera beranjak dari kafe itu. Saat berjalan keluar ia berjumpa lagi dengan si gadis kecil penjual bunga yang kembali mendekatinya.
”Sudah selesai kerja Om, sekarang beli bunga ini dong Om, murah kok satu tangkai saja.” Bercampur antara jengkel dan kasihan si pemuda mengeluarkan sejumlah uang dari sakunya.
”Ini uang 2000 rupiah buat kamu. Om tidak mau bunganya, anggap saja ini sedekah untuk kamu,” ujar si pemuda sambil mengangsurkan uangnya kepada si gadis kecil. Uang itu diambilnya, tetapi bukan untuk disimpan, melainkan ia berikan kepada pengemis tua yang kebetulan lewat di sekitar sana.

Pemuda itu keheranan dan sedikit tersinggung. ”Kenapa uang tadi tidak kamu ambil, malah kamu berikan kepada pengemis?” Dengan keluguannya si gadis kecil menjawab, ”Maaf Om, saya sudah berjanji dengan ibu saya bahwa saya harus menjual bunga-bunga ini dan bukan mendapatkan uang dari meminta-minta. Ibu saya selalu berpesan walaupun tidak punya uang kita tidak bolah menjadi pengemis.”

Pemuda itu tertegun, betapa ia mendapatkan pelajaran yang sangat berharga dari seorang anak kecil bahwa kerja adalah sebuah kehormatan, meski hasil tidak seberapa tetapi keringat yang menetes dari hasil kerja keras adalah sebuah kebanggaan. Si pemuda itu pun akhirnya mengeluarkan dompetnya dan membeli semua bunga-bunga itu, bukan karena kasihan, tapi karena semangat kerja dan keyakinan si anak kecil yang memberinya pelajaran berharga hari itu.
Tidak jarang kita menghargai pekerjaan sebatas pada uang atau upah yang diterima. Kerja akan bernilai lebih jika itu menjadi kebanggaan bagi kita. Sekecil apapun peran dalam sebuah pekerjaan, jika kita kerjakan dengan sungguh-sungguh akan memberi nilai kepada manusia itu sendiri. Dengan begitu, setiap tetes keringat yang mengucur akan menjadi sebuah kehormatan yang pantas kita perjuangan.

Terima Kasih telah membaca Artikel dari Kami. Bagikan artikel ini ke teman-teman Anda yang ada di jejaring sosial dengan menekan tombol dibawah. 
http://motivasiislamph.blogspot.com/2013/04/kerja-adalah-kehormatan.html
13.44 | 0 komentar | Read More

Artikel Islami Penyejuk Hati: Agar Buah Hati Menjadi Penyejuk Hati


Agar Buah Hati Menjadi Penyejuk Hati
  
Kehadiran sang buah hati dalam sebuah rumah tangga bisa diibaratkan seperti keberadaan bintang di malam hari, yang merupakan hiasan bagi langit. Demikian pula arti keberadaan seorang anak bagi pasutri, sebagai perhiasan dalam kehidupan dunia. Ini berarti, kehidupan rumah tangga tanpa anak, akan terasa hampa dan suram.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَلاً
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal dan shaleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (Qs.al-Kahfi: 46)

Bersamaan dengan itu, nikmat keberadaan anak ini sekaligus juga merupakan ujian yang bisa menjerumuskan seorang hamba dalam kebinasaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan hal ini dalam firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلادِكُمْ عَدُوّاً لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (Qs. At-Taghaabun:14)
Makna “menjadi musuh bagimu” adalah melalaikan kamu dari melakuakan amal shaleh dan bisa menjerumuskanmu ke dalam perbuatan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketika menafsirkan ayat di atas, syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “…Karena jiwa manusia memiliki fitrah untuk cinta kepada istri dan anak-anak, maka (dalam ayat ini) Allah Subhanahu wa Ta’ala memperingatkan hamba-hamba-Nya agar (jangan sampai) kecintaan ini menjadikan mereka menuruti semua keinginan istri dan anak-anak mereka dalam hal-hal yang dilarang dalam syariat. Dan Dia memotivasi hamba-hamba-Nya untuk (selalu) melaksanakan perintah-perintah-Nya dan mendahulukan keridhaan-Nya…” .
Kewajiban Mendidik Anak
Agama Islam sangat menekankan kewajiban mendidik anak dengan pendidikan yang bersumber dari petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”  (Qs. at-Tahriim: 6)
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “(Maknanya):  Ajarkanlah kebaikan untuk dirimu dan keluargamu.”
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata, “Memelihara diri (dari api neraka) adalah dengan mewajibkan bagi diri sendiri untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, serta bertobat dari semua perbuatan yang menyebabkan kemurkaan dan siksa-Nya. Adapun memelihara istri dan anak-anak (dari api neraka) adalah dengan mendidik dan mengajarkan kepada mereka (syariat Islam), serta memaksa mereka untuk (melaksanakan) perintah Allah. Maka seorang hamba tidak akan selamat (dari siksaan neraka) kecuali jika dia (benar-benar) melaksanakan perintah Allah (dalam ayat ini) pada dirinya sendiri dan pada orang-orang yang dibawa kekuasaan dan tanggung jawabnya” .
Dalam sebuah hadits yang shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarang Hasan bin ‘Ali radhiallahu ‘anhu memakan kurma sedekah, padahal waktu itu Hasan radhiallahu ‘anhu masih kecil, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hekh hekh” agar Hasan membuang kurma tersebut, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa kita (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keturunannya) tidak boleh memakan sedekah?
Imam Ibnu Hajar menyebutkan di antara kandungan hadits ini adalah bolehnya membawa anak kecil ke mesjid dan mendidik mereka dengan adab yang bermanfaat (bagi mereka), serta melarang mereka melakukan sesuatu yang membahayakan mereka sendiri, (yaitu dengan) melakukan hal-hal yang diharamkan (dalam agama), meskipun anak kecil belum dibebani kewajiban syariat, agar mereka terlatih melakukan kebaikan tersebut .
Metode Pendidikan Anak yang Benar
Agama Islam yang sempurna telah mengajarkan adab-adab yang mulia untuk tujuan penjagaan anak dari upaya setan yang ingin memalingkannya dari jalan yang lurus sejak dia dilahirkan ke dunia ini. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung kepada kebenaran), kemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka (Islam).”
Dalam hadits shahih lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tangisan seorang bayi ketika (baru) dilahirkan adalah tusukan (godaan untuk menyesatkan) dari setan.”
Perhatikanlah hadits yang agung ini, bagaimana setan berupaya keras untuk memalingkan manusia dari jalan Allah sejak mereka dilahirkan ke dunia, padahal bayi yang baru lahir tentu belum mengenal nafsu, indahnya dunia dan godaan-godaan duniawi lainnya, maka bagaimana keadaannya kalau dia telah mengenal semua godaan tersebut?
Maka di sini terlihat jelas fungsi utama syariat Islam dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjaga anak yang baru lahir dari godaan setan, melalui adab-adab yang diajarkan dalam sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berhubungan dengan kelahiran seorang anak.
Sebagai contoh misalnya, anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi seorang suami yang akan mengumpuli istrinya, untuk membaca doa,
بسم الله اَللّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَاz
“Dengan (menyebut) nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari (gangguan) setan dan jauhkanlah setan dari rezki yang Engkau anugerahkan kepada kami.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang suami yang ingin mengumpuli istrinya membaca doa tersebut, kemudian Allah menakdirkan (lahirnya) anak dari hubungan tersebut, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya.”
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa syariat Islam merupakan satu-satunya metode yang benar dalam pendidikan anak, yang ini berarti bahwa hanya dengan menerapkan syariat Islamlah pendidikan dan pembinaan anak akan membuahkan hasil yang baik.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimin berkata, “Yang menentukan (keberhasilan) pembinaan anak, susah atau mudahnya, adalah kemudahan (taufik) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan jika seorang hamba bertakwa kepada Allah serta (berusaha) menempuh metode (pembinaan) yang sesuai dengan syariat Islam, maka Allah akan memudahkan urusannya (dalam mendidik anak), Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya.” (Qs. ath-Thalaaq: 4)
Pembinaan Rohani dan Jasmani
Cinta yang sejati kepada anak tidaklah diwujudkan hanya dengan mencukupi kebutuhan duniawi dan fasilitas hidup mereka. Akan tetapi yang lebih penting dari semua itu pemenuhan kebutuhan rohani mereka terhadap pengajaran dan bimbingan agama yang bersumber dari petunjuk al-Qur-an dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah bukti cinta dan kasih sayang yang sebenarnya, karena diwujudkan dengan sesuatu yang bermanfaat dan kekal di dunia dan di akhirat nanti.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji Nabi-Nya Ya’qub ‘alaihissalam yang sangat mengutamakan pembinaan iman bagi anak-anaknya, sehingga pada saat-saat terakhir dari hidup beliau, nasehat inilah yang beliau tekankan kepada mereka. Allah berfirman,
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهاً وَاحِداً وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Apa yang kamu sembah sepeninggalku?’ Mereka menjawab, ‘Kami akan menyembah Rabb-mu dan Rabb nenek moyangmu, Ibrahim, Isma’il, dan Ishaq, (yaitu) Rabb Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepada-Nya.’” (Qs. al-Baqarah: 133)
Renungkanlah teladan agung dari Nabi Allah yang mulia ini, bagaimana beliau menyampaikan nasehat terakhir kepada anak-anaknya untuk berpegang teguh dengan agama Allah , yang landasannya adalah ibadah kepada Allah  semata-semata (tauhid) dan menjauhi perbuatan syirik (menyekutukan-Nya dengan makhluk). Dimana kebanyakan orang pada saat-saat seperti ini justru yang mereka berikan perhatian utama adalah kebutuhan duniawi semata-mata; apa yang kamu makan sepeninggalku nanti? Bagaimana kamu mencukupi kebutuhan hidupmu? Dari mana kamu akan mendapat penghasilan yang cukup?
Dalam ayat lain Allah berfirman,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi nasehat kepadanya, ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.’” (Qs. Luqmaan: 13)
Lihatlah bagaimana hamba Allah yang shaleh ini memberikan nasehat kepada buah hati yang paling dicintai dan disayanginya, orang yang paling pantas mendapatkan hadiah terbaik yang dimilikinya, yang oleh karena itulah, nasehat yang pertama kali disampaikannya untuk buah hatinya ini adalah perintah untuk menyembah (mentauhidkan) Allah semata-mata dan menjauhi perbuatan syirik .
Manfaat dan Pentingnya Pendidikan Anak
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah – semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya – berkata, “Salah seorang ulama berkata, ‘Sesugguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala pada hari kiamat (nanti) akan meminta pertanggungjawaban dari orang tua tentang anaknya sebelum meminta pertanggungjawaban dari anak tentang orang tuanya. Karena sebagaimana orang tua mempunyai hak (yang harus dipenuhi) anaknya, (demikian pula) anak mempunyai hak (yang harus dipenuhi) orang tuanya. Maka sebagaimana Allah berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْأِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْناً
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya.” (Qs. al-’Ankabuut: 8)
(Demikian juga) Allah berfirman,
قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (Qs. at-Tahriim: 6)
Maka barangsiapa yang tidak mendidik anaknya (dengan pendidikan) yang bermanfaat baginya dan membiarkannya tanpa bimbingan, maka sungguh dia telah melakukan keburukan yang besar kepada anaknya tersebut. Mayoritas kerusakan (moral) pada anak-anak timbulnya (justru) karena (kesalahan) orang tua sendiri, (dengan) tidak memberikan (pengarahan terhadap) mereka, dan tidak mengajarkan kepada mereka kewajiban-kewajiban serta anjuran-anjuran (dalam) agama. Sehingga karena mereka tidak memperhatikan (pendidikan) anak-anak mereka sewaktu kecil, maka anak-anak tersebut tidak bisa melakukan kebaikan untuk diri mereka sendiri, dan (akhirnya) merekapun tidak bisa melakukan kebaikan untuk orang tua mereka ketika mereka telah lanjut usia. Sebagaimana (yang terjadi) ketika salah seorang ayah mencela anaknya yang durhaka (kepadanya), maka anak itu menjawab: “Wahai ayahku, sesungguhnya engkau telah berbuat durhaka kepadaku (tidak mendidikku) sewaktu aku kecil, maka akupun mendurhakaimu setelah engkau tua, karena engkau menyia-nyiakanku di waktu kecil maka akupun menyia-nyiakanmu di waktu engkau tua.”
Cukuplah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut menunjukkan besarnya manfaat dan keutamaan mendidik anak,
إن الرجل لترفع درجته في الجنة فيقول: أنى هذا ؟ فيقال: باستغفار ولدك لك
“Sungguh seorang manusia akan ditinggikan derajatnya di surga (kelak), maka dia bertanya, ‘Bagaimana aku bisa mencapai semua ini? Maka dikatakan padanya: (Ini semua) disebabkan istigfar (permohonan ampun kepada Allah yang selalu diucapkan oleh) anakmu untukmu.’”
Sebagian dari para ulama ada yang menerangkan makna hadits ini yaitu: bahwa seorang anak jika dia menempati kedudukan yang lebih tinggi dari pada ayahnya di surga (nanti), maka dia akan meminta (berdoa) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar kedudukan ayahnya ditinggikan (seperti kedudukannya), sehingga Allah pun meninggikan (kedudukan) ayahnya.
Dalam hadits shahih lainnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika seorang manusia mati maka terputuslah (pahala) amalnya kecuali dari tiga perkara: sedekah yang terus mengalir (pahalanya karena diwakafkan), ilmu yang terus diambil manfaatnya (diamalkan sepeninggalnya), dan anak shaleh yang selalu mendoakannya.”
Hadits ini menunjukkan bahwa semua amal kebaikan yang dilakukan oleh anak yang shaleh pahalanya akan sampai kepada orang tuanya, secara otomatis dan tanpa perlu diniatkan, karena anak termasuk bagian dari usaha orang tuanya . Adapun penyebutan “doa” dalam hadits tidaklah menunjukkan pembatasan bahwa hanya doa yang akan sampai kepada orangtuanya , tapi tujuannya adalah untuk memotivasi anak yang shaleh agar orang tuanya.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani – semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya – berkata, “(Semua pahala) amal kebaikan yang dilakukan oleh anak yang shaleh, juga akan diperuntukkan kepada kedua orang tuanya, tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala anak tersebut, karena anak adalah bagian dari usaha dan upaya kedua orang tuanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (Qs. an-Najm: 39)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh sebaik-baik (rezki) yang dimakan oleh seorang manusia adalah dari usahanya sendiri, dan sungguh anaknya termasuk (bagian) dari usahanya.”
Kandungan ayat dan hadits di atas juga disebutkan dalam hadits-hadist (lain) yang secara khusus menunjukkan sampainya manfaat (pahala) amal kebaikan (yang dilakukan) oleh anak yang shaleh kepada orang tuanya, seperti sedekah, puasa, memerdekakan budak dan yang semisalnya.”
Tulisan ringkas ini semoga menjadi motivasi bagi kita untuk lebih memperhatikan pendidikan anak kita, utamanya pendidikan agama mereka, karena pada gilirannya semua itu manfaatnya untuk kebaikan diri kita sendiri di dunia dan akhirat nanti.
Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebagai penyejuk (pandangan) mata (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 20 Jumadal akhir 1430 H
Abdullah bin Taslim al-Buthoni
***
Artikel muslimah.or.id
13.40 | 0 komentar | Read More

BACA JUGA

DAFTAR LENGKAP ARTIKEL BLOG BAGINDAERY

Ikuti situs Bagindaery

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...